Bu Asri hanya terdiam tak menjawab sepatah kata pun dengan apa yang ditanyakan Sintia.
Dia hanya berdiri di depan pintu sambil menyilang kedua tangannya.Sintia terus memohon dan bersujud di kaki ibu Asri, tapi Bu asri tetap tak bergeming. "Sekarang kamu secepatnya enyah dari sini, aku sudah muak dengan wajah mu." ujar Bu asri kesal.Sintia menangis, "Bu jawab pertanyaan ku kenapa ibu mengusirku?" tanya kembali Sintia yang tak puas dengan apa yang di ucapkan oleh ibu tirinya itu.Bu asri menjelaskan jika dirinya sudah muak dengan sikap Sintia yang tak pernah membantu ekonominya selama ini, "Jadi buat apa aku harus merawatmu, kamu sama sekali tidak menghasilkan apa pun." jawab ketus Bu Asri.Bu Asri semakin kesal dengan wajah Sintia yang mengis memohon di depannya, lalu Bu asri mendorong Sintia sampai jatuh ke tanah dan Bu asri membalikan badannya dan melangkah masuk ke dalam rumah, Bu Asri mengunci rumah dari dalam supaya Sintia tidak bisa lagi masuk rumahnya.Sintia yang sedang terjatuh akhirnya bangkit dan berdiri, Sintia mengetuk pintu rumahbibu tirinya, "Bu, tolong bukan pintunya, aku janji aku akan menuruti apa yang ibu mau." teriak Sintia di depan pintu rumah Bu Asri.Bu asri yang berada di balik pintu mendengar semua yang di katakan Sintia. "Sudahlah Sintia kamu pergi jauh dari sini, aku sudah tidak membutuhkan mu lagi." jawab Bu Asri yang mulai kesal.Bu asri pun melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumahnya dan tak menghiraukan lagi Sinta yang ada di depan rumahnya.Sintia yang berada di rumah merasa sudah tidak ada harapan lagi, akhirnya Sintia memutuskan untuk bangkit, dan membawa semua tasnya dan berjalan pergi menjauh dari rumah Bu asri.Di pinggir jalan Sintia terus berjalan tanpa arah, hari semakin sore Sintia berhenti di sebuah pohon yang rindang. Sintia duduk sambil menangis meneteskan air matanya.Kali ini Sintia meluapkan tangisannya, Sintia menangis sekencang-kencangnya sampai mengeluar air matanya yang tak terhitung berapa tetes yang keluar, Sintia kini duduk di bawah pohon rindang, pohon salah satu taman di kawasan yang sepi.Kawasan itu hanya di lalu orang yang memiliki rumah di kawasan komplek mewah. Bisa dikatakan itu adalah taman komplek yang sangat luas rindang dan sejuk.Sintia hanya duduk tersungkur di bawah pohon merenungkan nasibnya yang begitu sangat menyedihkan.Ketika Sintia menangis merenungkan nasibnya, Sintia melihat sekelompok laki-laki yang sedang naik sepedah kebut-kebutan sedangkan di pinggir jalan ada seorang wanita yang paruh baya mau menyebrang.Seketika Sintia berdiri dan berlari menuju wanita tua itu lalu Sintia menarik baju nenek tersebut supaya tidak tertabrak sepedah motor yang di kendari sekelompok orang yang tengah balapan.Setelah di tarik baju nenek tersebut, Sintia dan nenek itu langsung jatuh ke tanah bersamaan."Ahhhhh," teriak Sintia yang kepalanya terbentur batu.Nenek tersebut ikut terjatuh, untung saja nenek tersebut tidak ada luka satu pun di tubuhnya.Melihat Sintia yang kepalanya terbentur batu, nenek tersebut segera bergegas menelpon ambulan untuk segera datang menolong Sintia."Ya ampuuunnn, nak bangun nak," ujar wanita tua tersebut sambil menepuk pipi Sintia khawatir.Beberapa menit kemudian ambulan datang membawa Sintia untuk segera pergi ke rumah sakit terdekat.Namun wanita tua itu ketika akan masuk mobil dia melihat tas besar di bawah pohon rindang yang tergeletak begitu saja.Lalu wanita tua itu berjalan ke arah pohon tersebut untuk memastikan itu tas siapa.Lalu wanita tua itu membuka tas itu dan melihat sebuah ijazah dengan atas nama Sintia Thalita."Ini mungkin tas anak yang menolongku tadi." gumamnya.Lalu wanita tua itu membawa tas tersebut dan segera masuk mobilnya dan menyusul mobil ambulan ke rumah sakit.Di dalam ambulan Sintia tersadar dan memegang kepala bagian belakangnya yang terasa sakit."Ahhh kepala ku sakit sekali," gumam Sintia.Namun Sintia menutup matanya kembali, dan dia tak sadar diri lagi.Sesampai rumah sakit Sintia masuk ke dalam sebuah kamar rawat vvip. Kamar yang sangat luas dan bercat putih dengan guci besar yang berada di sudut ruangan."Ahhhh sakit sekali kepala ku, aku di mana ini?" ujar Sintia memegang kepalanya."Nona sekarang ada di rumah sakit, nona istirahat dulu ya," sahut perawat yang ada di sampingnya yang sedang memeriksa dirinya.Sintia memejamkan matanya mengingat apa yang telah terjadi.Semakin mengingatnya semakin merasakan sakit kepalanya."Ohh ya aku tadi menolong nenek tua itu," gumamnya dalam hati.Saat Sintia mengingat kejadian yang telah membuatnya masuk rumah sakit, tiba-tiba wanita tua itu masuk ke dalam ruang rawat inap Sintia. Dia melangkahkan kakinya mendekati Sintia."Selamat malam cantik, bagaimana keadaanmu?" tanya wanita tua itu dengan mengelus rambut Sintia.Sintia tersenyum dan menganggukan kepala, "Aku sudah merasa lebih baik nek," jawab Sintia.Sintia hanya menatap jendela keluar kamar betapa kagetnya ketika dia tersadar hari sudah malam, terdapat raut gelisah yang terpancar dari wajah cantik Sintia.nenek tua itu menatap wajah Sintia yang sedang melamun."Nama kamu siapa nak?" tanya wanita tua itu.Sintia menatap wanita tersebut dan tersenyum. meskipun umurnya sudah tua tapi gaya berpakaiannya sangat modis."Nama ku Sintia nek, oh ya nek apakah nenek tau tas besar berwarna hitam?" tanya Sintia dengan gelisah."Yaa ada di mobil, kamu tenang saja," jawab wanita tua itu.Sintia kembali tersenyum lega namun dia menarik nafas panjang seolah banyak beban yang ditanggungnya."Nek apakah besok aku boleh pulang aku harus kerja?" tanya Sintia dengan menatap wajah wanita tua itu yang tersenyum."Tidak boleh kamu masih dalam perawatan, kamu kerja dimana biar nanti nenek meminta izin untuk mu?" jawab wanita tua itu.wanita tua itu pun memeluk Sintia dan mengucapkan terima kasih telah menolongnya. wanita tua itu mengusap rambut Sintia dengan lembut, usapan yang tak pernah didapatkan Sintia semenjak ibunya pergi meninggalkannya."Aku kerja di kantor industri greenfood nek, aku melamar kesana dan aku masih magang, besok hari pertama ku kerja. Aku takut kehilangan pekerjaanku." jabar Sintia panjang lebar.Seraya wanita tua itu langsung melepas pelukannya dan tersenyum."Serahkan kepada oma Ratih ini, akan aku urusi, kamu istirahat di sini sampai sembuh," jawab wanita tua itu yang bernama Oma Ratih."Ohh ya rumahmu mana nak?" tanya oma Ratih sambil menyuapi Sintia."Aku gak punya rumah nek, aku di usir oleh ibu tiri ku tanpa alasan," jawab singkat Sintia dengan mata berkaca-kaca.Mendengar cerita Sintia oma Ratih pun menangis sesegukan, oma Ratih merasakan beban yang diderita Sintia ya begitu berat."Ya sudah sebagai rasa terimakasih oma karena kamu telah menyelamatkan oma, kamu harus bersedia tinggal di rumah oma sementara waktu, nanti kalau kamu kerja sudah punya uang kamu bisa menyewa rumah,"Sintia pun terkejut dengan apa yang oma Ratih ucapkan.Sintia pun tak bisa menahan air matanya,"Terimakasih nek, nenek sudah bersedia menolongku,"Sintia berpelukan dengan oma Ratih sambil menangis, Sintia kehilangan cinta seorang ibu, namun dengan pelukan hangat itu menjadikan Sintia seperti menemukan sosok ibu yang telah lama meninggalkannya."Oh ya sebentar lagi ada anak oma kesini mau menjenguk mu dan oma pulang dulu ya kaki oma rasanya sakit, untuk sementara waktu kamu malam ini ditemani anak oma ya?"Sintia menganggukan kepalanya, dan oma mengusap wajah Sintia dengan tisu basah supaya terasa lebih segar dan membubuhkan bedak tipis-tipis."Sintia kamu cantik yaa,
Setelah menekan tombol tak lama 2 perawat dan seorang dokter datang dan memeriksa Sintia secara seksama.Sedangkan Arseno berdiri dengan cemas di samping ranjang pasien."Tolong, jangan membuat pasien berpikir terlalu keras karena kondisinya belum stabil, dan saya sudah memberi obat pereda panas,"Dokter itu memeriksa mata Sintia dan menyuntikan obat di infusnya."Terimakasih dok,"Dokter paruh baya itu tersenyum mengangguk, Arseno pun mengantar dokter keluar ruangan dengan ramah.Setelah dokter keluar dari kamar rawat Sintia, seraya Arseno berjalan dekat ranjang Sintia dan menyentuh telapak tangannya."Ohh iya panas," gumam Arseno yang sekarang hatinya mulai percaya jika wanita yang bernama Sintia itu tidaklah seperti yang di pikirkan.Arseno pun segera memperbaiki selimut Sintia. Dan Arseno kembali duduk, Arseno tidak bisa memejamkan matanya padahal ini malam sudah larut.Setelah selesai Arseno duduk di sofa yang berada tak jauh di ranjang tempat tidur rumah sakit. "Jika mama tau bi
Arseno adalah seorang pengusaha yang mewarisi usaha milik keluarganya dia juga ikut menyumbang atas kejayaan perusahaannya sampai menuju puncak kesuksesan sampai saat ini.Perusahan yang bergerak di bidang pangan itu telah mengeluarkan banyak produk yang menguasai pasar.Arseno sudah berani membuat sebuah keputusan untuk menekan harga di pasar supaya bisa lebih terjangkau di semua kalangan terutama kalangan menengah kebawah.Perusahan milik keluarga Arseno adalah perusahan terbesar di seantero negeri.Perusahannya juga ikut andil dalam bakti sosial untuk negeri ini, terbukti dia sering memberi bantuan jika terjadi sebuah bencana di negeri ini dengan mengirim produknya kepada mereka yang membutuhkan, di samping membantu itu juga adalah sebuah trik marketing yang di gagasannya.Perusahan milik Arseno juga memberi beasiswa kepada para pelajar yang berprestasi sebagai baktinya kepada anak negeri.Namun sayang di karirnya yang melesat tinggi dia tak kunjung menikah, padahal banyak wanita y
"Sudahlah jangan di teruskan lagi, aku tak ingin di jodohkan. Aku bisa mencari sendiri." jawab Arseno kepada Tiara.Tiara pun tertawa mendengar apa yang di katakan Arseno. "Emang wanita seperti apa yang kamu cari, hey Arseno kamu sudah tua saatnya kamu menikah. Lihatlah mama yang usianya sudah menginjak 60 tahun dia butuh cucu dari kamu." ujar Tiara sambil mendekati Arseno.Arseno tak menghiraukan apa yang di katakan kakak tirinya itu, dia berdiri sambil menatap jam tangannya yang terpasang di tangan kanannya. "Ya sudah aku mau berangkat dulu." seru Arseno.Arseno pun pergi meninggalkan Tiara dan mamanya, dia sudah tak peduli dengan apa yang di katakan kakak perempuannya itu, bagi dirinya yang terpenting sekarang adalah bekerja. "Hey Arseno, aku belum selesai bicara." teriak Tiara kepada Arseno.Arseno pun tak menghiraukan Tiara, dia tetap melangkahkan kakinya untuk segera berangkat bekerja."Jika memang aku masih ada jodoh, suatu saat akan datang kepada ku dengan sendirinya tanpa di
"Apa yang terjadi?" tanya Arseno dengan membulatkan matanya.Asistentnya bercerita jika perusahan di gugat karena di tuduh plagiat oleh perusahan pangan lainnya,"Nama perusahannya apa?" tanya Arseno kembali yang ingin mengetahui siapakah gerangan yang ingin mengajaknya perang.Asisten Arseno menceritakan bahwa yang menggugat perusahannya adalah foodgood.perusahan pangan yang baru berdiri di negeri ini dan umurnya masih terbilang sangat muda. Perusahan itu didirikan oleh seorang penghianat yang merebut kekuasaan orang lain."Oh dia," ujarnya lirih di balik telepon.Arseno mengangguk-nganggukan kepalanya dan menyuruh asistentnya untuk segera menemui dirinya di ruangannya."Siap pak." jawab sang asistent dengan sigap.Arseno pun menutup panggilan teleponnya dan meletakkannya kembali di tempatnya .Arseno menghembuskan nafas panjangnya dan dia tersenyum di sudut bibirnya, "Benar-benar gila orang itu." ucapnya sambil tersenyum tipis dan sinis.Arseno masih tak percaya dengan yang di deng
Mendengar apa yang di katakan oleh Arseno, seorang laki-laki yang berumur menginjak 40 tahun itu membuat Sintia tersenyum kecut.Bagaimana mungkin dirinya di remehkan oleh pemilik perusahan tempatnya akan memulai bekerja.Sintia hanya tersenyum mengangguk di hadapan Arseno meskipun hatinya sangat kesal dengan sikapnya."Baik pak, saya akan berusaha semaksimal mungkin." jawab Sintia.Mendengar jawaban Sintia membuat Arseno tertawa lagi, kali ini dia tertawa sampai terbatuk-batuk.Lalu Arseno menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa membuat Sintia yang melihatnya sedikit bingung."Jawabanmu itu adalah sebuah jawaban klasik para karyawan di perusahan saya." ujar Arseno kepada sintia.Arseno mengatakan kepada Sintia kalau dirinya belum menemukan hal spesifik di dalam dirinya yang membuat Arseno belum percaya akan kemampuannya dalam bekerja apalagi Sintia terbilang baru saja lulus dunia pendidikan pasti pengalamanya hanya secuil bagi Arseno.Arseno pun menggebrak meja, "Terserah lah
Sanggup tak sanggup Sintia pun harus sanggup karena tak mudah untuk mencari sebuah pekerjaan di era ini.Semua pekerjaan tak mudah untuk didapatkannya jika tak memiliki relasi yang tepat yang bisa menghubungkannya, meski itu tak semua pekerjaan seperti itu tapi inilah kenyataan yang banyak terjadi di negeri ini."Iya saya siap pak." jawab Sintia.selang tak beberapa staf yang dipanggilnya oleh Arseno datang dan menghadap dirinya yang tengah duduk berhadapan dengan Sintia.staff yang dipanggil Arseno itu melihat sebuah wanita muda yang sedang di ruangan bosnya membuatnya terkejut, jarang-jarang bosnya mau berhadapan dengan seorang wanita apalagi wanita muda seperti di hadapannya itu.Dia tersenyum dan menyapa Sintia yang tengah duduk dengan mata yang sedikit menggodanya.Namun seketika itu dia tersadar jika sedang berada di sebuah ruangan milik seekor macan jika dia marah bisa di gigit sampai mati."Ehm," dehem Arseno sambil menatap layar komputernya.staf Arseno yang sedang berdiri p
"Apa kalian melihat saya, selesaikan tugas kalian masing-masing." seru Arseno sambil berjalan mengelilingi para karyawannya yang tengah bekerja.Mereka pun tertunduk takut akan bosnya yang galak itu dan mereka segera lekas untuk menyelesaikan tugas mereka masing-masing.Arseno berjalan menatap setiap sudut ruangan tersebut sambil melihat mereka yang tengah fokus kerja.Arseno memberi sebuah wejangan kepada karyawannya yang berada di ruangan tersebut jika mereka harus menghormati sesama karyawan tanpa ada yang saling mengerendahkan.Setelah puas berkeliling Arseno pun segera pergi dari ruangan tersebut.Sebelum keluar dari ruangan itu Arseno kembali melangkahkan kakinya mendekati Sintia yang tengah duduk di meja kerjanya.Arseno berdiri di depan meja kerja Sintia sambil menatap Sintia dengan tajam. "Aku beri waktu kamu sampai besok kamu harus memberi hasil yang kamu dapatkan ke saya." ujarnya kepada Sintia.Sintia pun terkejut bagaimana mungkin karyawan baru bekerja seperti dirinya di