Mendengar cerita Sintia oma Ratih pun menangis sesegukan, oma Ratih merasakan beban yang diderita Sintia ya begitu berat.
"Ya sudah sebagai rasa terimakasih oma karena kamu telah menyelamatkan oma, kamu harus bersedia tinggal di rumah oma sementara waktu, nanti kalau kamu kerja sudah punya uang kamu bisa menyewa rumah,"Sintia pun terkejut dengan apa yang oma Ratih ucapkan.Sintia pun tak bisa menahan air matanya,"Terimakasih nek, nenek sudah bersedia menolongku,"Sintia berpelukan dengan oma Ratih sambil menangis, Sintia kehilangan cinta seorang ibu, namun dengan pelukan hangat itu menjadikan Sintia seperti menemukan sosok ibu yang telah lama meninggalkannya."Oh ya sebentar lagi ada anak oma kesini mau menjenguk mu dan oma pulang dulu ya kaki oma rasanya sakit, untuk sementara waktu kamu malam ini ditemani anak oma ya?"Sintia menganggukan kepalanya, dan oma mengusap wajah Sintia dengan tisu basah supaya terasa lebih segar dan membubuhkan bedak tipis-tipis."Sintia kamu cantik yaa," puji nenek Ratih sambil membubuhkan bedak.Sintia pun tersenyum dengan rona merah di pipinya, oma Ratih pun mulai merapikan rambut panjang Sintia dengan hati-hati."Apa kepala bagian belakangnya masih sakit?""Sudah berkurang nek,"Ketika oma dan Sintia berbincang-bincang ada suara salam dari luar ruangan,oma Ratih pun membalas salamnya dan membalikan badannya. "Oh ya." ujar nenek Ratih kepada sopir pribadinya itu.Nenek pamit ke Sintia untuk segera pulang karena ini sudah mulai larut malam,"Sintia, oma pulang dulu yaa, nanti ada anak oma yang menjaga mu di sini,"Sintia pun tersenyum mengangguk,"Ya sudah kamu tidur dulu yaa, istirahat sekarang,"Oma Ratih pun keluar ruangan dengan berjalan hati-hati sambil di gandeng seorang laki-laki bertubuh tegap.Sampai mobil oma Ratih merogoh smartphonenya dan melakukan panggilan telepon kepada anaknya,Namun oma Ratih kesabarannya kembali diuji, panggilan teleponnya tidak dijawab oleh anaknya.Namun oma Ratih tetap kembali mencoba menghubunginya sampai teleponnya di angkat.Setelah kesekian kalinya akhirnya telepon oma Ratih diangkat juga oleh anaknya."Ada apa sih ma?" suara di balik telepon.Mendengar perkataan itu akhirnya oma meluapkan emosinya juga, setelah teleponnya gak diangkat-angkat, sekarang menjawab teleponnya pun tidak ada sopannya."Berani kamu bicara seperti itu, akan ku coret nama kamu sekarang juga,"Seketika suara telepon yang berada di seberang menjawab dengan lemah lembut."Jangan ma, ku mohon jangan, ada apa ma menelpon ku berulang kali, gak biasanya?"Oma Ratih pun mulai bercerita menjelaskan asal mula kejadian yang menimpanya, membuat anaknya terkejut mendengarkannya."Sekarang orang yang menolong mama sedang di rawat di rumah sakit Peduli Ibu no 133, kamu kesana sekarang jaga di kasian dia gak ada keluarga."Akhirnya oma Ratih pun menutup teleponnya, dia merasa lega jika anak bungsunya bersedia untuk menjaga Sintia, wanita yang menolongnya.Sintia memanggil ibunya Arseno dengan sebutan Oma karena umur ibu Arseno sudah separuh abad lebih mengingat usia Arseno hampir 40 tahun namun belum kunjung menikah.Di balik telepon, Arseno merasa pusing dengan perintah mamanya."Akhhhhgggghh, harus ke rumah sakit sekarang, laki-laki siapa ya yang menolong mama, aku takut ini hanya sebuah modus untuk mengelabui mama, bisa saja dia cuma manfaatin mama." Ujar Arseno sambil duduk berpikir.Arseno pun beranjak dari duduknya dan mengambil tasnya untuk segera pergi ke rumah sakit sesuai yang di perintahkan mamanya itu yang bernama Ratih. Namun smartphonenya kembali berdering, Arseno melihat ternyata mamanya kembali menelpon, dia pun mengangkatnya."Ada apa lagi ma?"Mamanya yang bernama Ratih itu pun kembali marah kepada anaknya Arseno."Kamu ini, mama nelpon jawab yang baik dong, mama minta sebelum ke rumah sakit tolong belikan dia bubur dan buah-buahan mengerti kamu." ujar nenek Ratih marah-marah sambil menutup teleponnya sepihak.Arseno pun kaget dengan tingkah mamanya,"Tadi saja bicara tentang kesopanan, dia sendiri marah-marah dan menutup teleponnya secara sepihak, apa bedanya denganku."Akhirnya Arseno keluar ruangannya dengan berjalan dengan langkah tegap dan dengan menjinjing tasnya di tangan kanannya,Suasana kantor sudah sepi hanya tinggal penjaga saja yang sedang keliling melihat kondisi kantor.Sesampai mobil Arseno menyenderkan kepalanya."Ya tuhan, bubur itu di jual pagi hari sedangkan ini sudah malam dan toko buah-buahan jam segini sudah tutup, aghhh harus cari di mana aku." ujar kevin sambil menggaruk kepalanya dengan kasar.Tanpa berpikir panjang lagi Arseno melajukan mobilnya menembus malam, jalan sudah lenggang Arseno mengemudikan dengan laju yang lumayan kencang. Di sudut jalan Arseno melihat sebuah minimarket yang masih buka, dia menepikan mobilnya dan segera masuk kedalam minimarket."Mungkin ada makanan yang cocok untuk buah tangan di dalam," ujar Arseno dalam hati.Arseno keliling melangkahkan kakinya memutari setiap keranjang yang terpampang.Dia menentukan pilihannya mengambil roti tawar dan selai coklat dan beberapa makanan ringan tak lupa dia membeli air mineral kemasan.Setelah dirasa cukup Arseno bergegas segera melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit.Sesampai rumah sakit Arseno melangkahkan kakinya mencari kamar yang dituju, setelah sekian lama mencari kesana kemari, sampailah dengan kamar yang bernomor 133.Arseno berdiri sejenak di depan pintu dan dengan perlahan mengintip siapa yang berada di ruangan itu.Arseno takut jika orang asing memanfaatkan momen untuk berbuat kejahatan kepada dirinya dan keluarganya.Secara keluarga Arseno adalah keluarga yang terpandang nan kaya raya.Ketika Arseno mengintip di balik pintu betapa kagetnya dirinya, karena yang menolong adalah seorang wanita.Arseno melihat wanita itu sedang tertidur dengan rambut yang tergerai panjang nan hitam.Sekarang Arseno sudah berani untuk masuk kedalam kamar itu karena yang di rawatnya adalah seorang wanita.Dia membuka pintunya secara perlahan, dia tak ingin wanita yang menolong mamanya itu terbangun.Arseno berjalan mengendap-ngendap dan menaruh semua makanannya di meja tamu.Lalu Arseno mulai berjalan mendekati ranjang pasien.Betapa kagetnya Arseno setelah mengetahui siapa wanita itu."Ohhh wanita ini," ujar Arseno dengan lantang karena Arseno sudah terlanjur benci kepada Sintia.Seketika Sintia terbangun mendengar suara Arseno yang lantang itu."Astagaaaa, kamu kenapa kamu bisa ada di sini," teriak Sintia yang sedikit takut dan terkejut.Arseno pun mendekatinya dan memicingkan matanya dan mendekap tangan di dadanya."Aku tahu kamu pasti memanfaatkan mamaku kan untuk keuntungan kamu sendiri," Tuduh Arseno.Sintia yang sedikit emosi dengan ucapan Arseno membuat kepalanya terasa sakit dan matanya terasa gelap, tanpa di sadari Sintia kembali tidak sadar diri.Arseno yang melihat Sintia tak sadar diri, dia mengira itu hanya pura-pura, namun saat dia tak sadar diri mulai lah Arseno panik.Arseno menombol sebuah benda yang terletak di atas kepala Sintia.Tombol itu berfungsi sebagai tombol darurat untuk memanggil dokter."Aduh bagaimana ini?" tanya Arseno kepada dirinya sendiri.Setelah menekan tombol tak lama 2 perawat dan seorang dokter datang dan memeriksa Sintia secara seksama.Sedangkan Arseno berdiri dengan cemas di samping ranjang pasien."Tolong, jangan membuat pasien berpikir terlalu keras karena kondisinya belum stabil, dan saya sudah memberi obat pereda panas,"Dokter itu memeriksa mata Sintia dan menyuntikan obat di infusnya."Terimakasih dok,"Dokter paruh baya itu tersenyum mengangguk, Arseno pun mengantar dokter keluar ruangan dengan ramah.Setelah dokter keluar dari kamar rawat Sintia, seraya Arseno berjalan dekat ranjang Sintia dan menyentuh telapak tangannya."Ohh iya panas," gumam Arseno yang sekarang hatinya mulai percaya jika wanita yang bernama Sintia itu tidaklah seperti yang di pikirkan.Arseno pun segera memperbaiki selimut Sintia. Dan Arseno kembali duduk, Arseno tidak bisa memejamkan matanya padahal ini malam sudah larut.Setelah selesai Arseno duduk di sofa yang berada tak jauh di ranjang tempat tidur rumah sakit. "Jika mama tau bi
Arseno adalah seorang pengusaha yang mewarisi usaha milik keluarganya dia juga ikut menyumbang atas kejayaan perusahaannya sampai menuju puncak kesuksesan sampai saat ini.Perusahan yang bergerak di bidang pangan itu telah mengeluarkan banyak produk yang menguasai pasar.Arseno sudah berani membuat sebuah keputusan untuk menekan harga di pasar supaya bisa lebih terjangkau di semua kalangan terutama kalangan menengah kebawah.Perusahan milik keluarga Arseno adalah perusahan terbesar di seantero negeri.Perusahannya juga ikut andil dalam bakti sosial untuk negeri ini, terbukti dia sering memberi bantuan jika terjadi sebuah bencana di negeri ini dengan mengirim produknya kepada mereka yang membutuhkan, di samping membantu itu juga adalah sebuah trik marketing yang di gagasannya.Perusahan milik Arseno juga memberi beasiswa kepada para pelajar yang berprestasi sebagai baktinya kepada anak negeri.Namun sayang di karirnya yang melesat tinggi dia tak kunjung menikah, padahal banyak wanita y
"Sudahlah jangan di teruskan lagi, aku tak ingin di jodohkan. Aku bisa mencari sendiri." jawab Arseno kepada Tiara.Tiara pun tertawa mendengar apa yang di katakan Arseno. "Emang wanita seperti apa yang kamu cari, hey Arseno kamu sudah tua saatnya kamu menikah. Lihatlah mama yang usianya sudah menginjak 60 tahun dia butuh cucu dari kamu." ujar Tiara sambil mendekati Arseno.Arseno tak menghiraukan apa yang di katakan kakak tirinya itu, dia berdiri sambil menatap jam tangannya yang terpasang di tangan kanannya. "Ya sudah aku mau berangkat dulu." seru Arseno.Arseno pun pergi meninggalkan Tiara dan mamanya, dia sudah tak peduli dengan apa yang di katakan kakak perempuannya itu, bagi dirinya yang terpenting sekarang adalah bekerja. "Hey Arseno, aku belum selesai bicara." teriak Tiara kepada Arseno.Arseno pun tak menghiraukan Tiara, dia tetap melangkahkan kakinya untuk segera berangkat bekerja."Jika memang aku masih ada jodoh, suatu saat akan datang kepada ku dengan sendirinya tanpa di
"Apa yang terjadi?" tanya Arseno dengan membulatkan matanya.Asistentnya bercerita jika perusahan di gugat karena di tuduh plagiat oleh perusahan pangan lainnya,"Nama perusahannya apa?" tanya Arseno kembali yang ingin mengetahui siapakah gerangan yang ingin mengajaknya perang.Asisten Arseno menceritakan bahwa yang menggugat perusahannya adalah foodgood.perusahan pangan yang baru berdiri di negeri ini dan umurnya masih terbilang sangat muda. Perusahan itu didirikan oleh seorang penghianat yang merebut kekuasaan orang lain."Oh dia," ujarnya lirih di balik telepon.Arseno mengangguk-nganggukan kepalanya dan menyuruh asistentnya untuk segera menemui dirinya di ruangannya."Siap pak." jawab sang asistent dengan sigap.Arseno pun menutup panggilan teleponnya dan meletakkannya kembali di tempatnya .Arseno menghembuskan nafas panjangnya dan dia tersenyum di sudut bibirnya, "Benar-benar gila orang itu." ucapnya sambil tersenyum tipis dan sinis.Arseno masih tak percaya dengan yang di deng
Mendengar apa yang di katakan oleh Arseno, seorang laki-laki yang berumur menginjak 40 tahun itu membuat Sintia tersenyum kecut.Bagaimana mungkin dirinya di remehkan oleh pemilik perusahan tempatnya akan memulai bekerja.Sintia hanya tersenyum mengangguk di hadapan Arseno meskipun hatinya sangat kesal dengan sikapnya."Baik pak, saya akan berusaha semaksimal mungkin." jawab Sintia.Mendengar jawaban Sintia membuat Arseno tertawa lagi, kali ini dia tertawa sampai terbatuk-batuk.Lalu Arseno menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa membuat Sintia yang melihatnya sedikit bingung."Jawabanmu itu adalah sebuah jawaban klasik para karyawan di perusahan saya." ujar Arseno kepada sintia.Arseno mengatakan kepada Sintia kalau dirinya belum menemukan hal spesifik di dalam dirinya yang membuat Arseno belum percaya akan kemampuannya dalam bekerja apalagi Sintia terbilang baru saja lulus dunia pendidikan pasti pengalamanya hanya secuil bagi Arseno.Arseno pun menggebrak meja, "Terserah lah
Sanggup tak sanggup Sintia pun harus sanggup karena tak mudah untuk mencari sebuah pekerjaan di era ini.Semua pekerjaan tak mudah untuk didapatkannya jika tak memiliki relasi yang tepat yang bisa menghubungkannya, meski itu tak semua pekerjaan seperti itu tapi inilah kenyataan yang banyak terjadi di negeri ini."Iya saya siap pak." jawab Sintia.selang tak beberapa staf yang dipanggilnya oleh Arseno datang dan menghadap dirinya yang tengah duduk berhadapan dengan Sintia.staff yang dipanggil Arseno itu melihat sebuah wanita muda yang sedang di ruangan bosnya membuatnya terkejut, jarang-jarang bosnya mau berhadapan dengan seorang wanita apalagi wanita muda seperti di hadapannya itu.Dia tersenyum dan menyapa Sintia yang tengah duduk dengan mata yang sedikit menggodanya.Namun seketika itu dia tersadar jika sedang berada di sebuah ruangan milik seekor macan jika dia marah bisa di gigit sampai mati."Ehm," dehem Arseno sambil menatap layar komputernya.staf Arseno yang sedang berdiri p
"Apa kalian melihat saya, selesaikan tugas kalian masing-masing." seru Arseno sambil berjalan mengelilingi para karyawannya yang tengah bekerja.Mereka pun tertunduk takut akan bosnya yang galak itu dan mereka segera lekas untuk menyelesaikan tugas mereka masing-masing.Arseno berjalan menatap setiap sudut ruangan tersebut sambil melihat mereka yang tengah fokus kerja.Arseno memberi sebuah wejangan kepada karyawannya yang berada di ruangan tersebut jika mereka harus menghormati sesama karyawan tanpa ada yang saling mengerendahkan.Setelah puas berkeliling Arseno pun segera pergi dari ruangan tersebut.Sebelum keluar dari ruangan itu Arseno kembali melangkahkan kakinya mendekati Sintia yang tengah duduk di meja kerjanya.Arseno berdiri di depan meja kerja Sintia sambil menatap Sintia dengan tajam. "Aku beri waktu kamu sampai besok kamu harus memberi hasil yang kamu dapatkan ke saya." ujarnya kepada Sintia.Sintia pun terkejut bagaimana mungkin karyawan baru bekerja seperti dirinya di
Sintia pun keluar dengan langkah terburu-buru untuk menemui bosnya yang tengah menunggu di depan ruangannya.Sintia pun keluar dari ruangan itu dengan sedikit berlari namun naasnya saat Sintia sedang berlari kakinya terkilir karena dia berlari memakai hak tinggi yang tak biasa dipakainya."Ahhh," teriaknya.Namun untungnya Arseno yang berada di depannya segera sigap dan lekas menolong Sintia supaya tidak terjatuh ke lantai.Sintia pun terjatuh di dekapan Arseno dan dia merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia bisa melihat bos besarnya yang garang itu dari jarak yang lumayan sangat dekat, Sintia menatap mata Arseno yang memiliki bola mata yang berwarna coklat itu, Sintia memandangnya dengan lekat-lekat, Sintia tak habis pikir kenapa jantungnya seperti berdetak dengan tak beraturan tak seperti biasanya.Beberapa detik kemudian mereka tersadar kembali, Arseno pun mengangkat tubuh sintia supaya bisa berdiri kembali seperti semula."Lain Kali hati-hati." seru Arseno sambil mele