Sintia yang tengah duduk di kursi meja kerja pak Yandi hanya bisa terdiam mendengar hinaan yang terlontar dari mulut laki-laki paruh baya itu.
"Silahkan duduk pak," sahut pak Yandi yang mempersilahkan Arseno.Arseno pun enggan untuk duduk, " Tidak pak, tolong ke ruang saya secepatnya ada hal yang ingin aku sampaikan." ujar Arseno sambil melangkah keluar ruangan pak Yandi sambil matanya melirik Sintia yang tengah duduk.Arseno pun pergi dari ruangan pak Yandi, Pak Yandi pun meneruskan pembicaraan dengan sintia yang sempat terhenti karena kedatangan Arseno."Ya selamat ya kamu diterima kerja di sini, kamu akan di training selama 3 bulan dulu, nanti kalau kerjamu bagus kamu akan diperpanjang."ujar pak Yandi.Pak Yandi yang sedari tadi berbicara tentang masalah pekerjaan, kali ini dia bertanya perihal atasannya yang tiba-tiba menghinanya.Sinta yang mendengar pertanyaan pak Yandi, dia mendengus kesal. "Dia itu pak yang mau menabrak ku di jalan, dan dia juga yang menabrak ku di lobby."Jabar Sintia dengan nada kesal."Kamu tahu siapa dia?" tanya pak Yandi kepada Sintia.Sintia pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak pak, emang siapa dia?" tanya Sintia kembali."Dia itu adalah anak dari pemilik perusahan ini, dia itu pewaris tunggal di perusahaan pangan terbesar di negeri ini." jawab pak Yandi yang menjelaskan siapa Arseno itu.Sintia tak menyangka jika orang yang ditemuinya adalah pemegang tahta tertinggi di perusahan tempatnya akan kerja."Mati aku." gumamnya dalam hati.Pak Yandi menjelaskan akan sifat atasannya yang bernama Arseno itu. "Kamu harus siap dengan tekanan yang akan diberikan kepadamu."ujar pak Yandi.Belum mulai bekerja Sintia sudah merasakan hawa-hawa tekanan yang akan diberikan kepadanya mengingat atasanya kelihatan tidak suka kepada dirinya. Sinta pun hanya menghembuskan nafas panjangnya, "Jika aku harus mundur itu tidaklah mudah untuk mendapatkan kembalikan sebuah pekerjaan apalagi pekerjaan yang bergengsi seperti ini. Jika aku maju aku takut jika aku tertekan bekerja di sini." gumamnya kembali menimbang-nimbang resiko yang didapatkannya.Sintia pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang, dia sudah siap menerima resiko kedepannya jika dia bekerja di perusahan Arseno."Terimakasih ya pak atas waktunya." ucap Sintia kepada pak Yandi.Pak Yandi membalas ucapan Sintia dengan tersenyum dan anggukan kepalanya.Sintia pun keluar dengan tersenyum bahagia dia ingin segera cepat pulang ke rumah untuk memberitahu keluarganya jika dirinya diterima kerja di suatu perusahaan pangan terbesar di negeri ini.Sintia pun akhirnya keluar dari gedung perusahan yang tinggi dengan taman kecil yang berhias air mancur di depan lobbynya. Di samping itu, Sintia yang keluar kantor tersebut berjalan dengan riang gembira Sintia tidak menyangka kalau dia keterima kerja di sebuah perusahan yang besar nan terkenal.Sintia berjalan kaki dari perusahan tersebut menuju rumahnya dengan jarak sekitar 3 kilometer. Namun dia merasa tidak lelah sebaliknya dia merasa sangat gembira.Sintia sudah tidak sabar untuk sampai rumah, Sintia ingin segera cepat-cepat memberi kabar gembira ini kepada ibunya."Pasti ibu sangat bangga kepada ku," gumam Sintia dengan membayangkan raut wajah bahagia ibunya.Sintia berjalan kaki meskipun jarak yang ditempuh tidaklah dekat, namun bagaimana lagi Sintia tidak memiliki uang untuk menaiki ojek ataupun taksi jadi dia harus berjalan kaki menyusuri jalanan kota yang panas dan ramai. Sintia terus melangkahkan kakinya menuju sebuah komplek perumahan subsidi, saat dia berjalan hatinya sangat bahagia, dia sudah tidak sabar menyampaikan berita ini kepada ibunya yang ada di rumah.Sesampailah rumah yang bergaya minimalis dengan cat yang berwarna putih, Sintia melangkahkan kakinya masuk rumah tersebut.Lalu Sintia menemui ibunya bernama Asri di dapur dan bersalaman mengecup tangannya. Namun bu Asri langsung menarik tangannya dari genggaman Sintia."Duduk kamu!" ujar bu Asri yang tengah duduk di kursi.Lalu Sintia menuruti perintah ibunya tersebut dengan sedikit bingung.Sintia duduk di kursi dengan wajah tersenyum ceria."Kamu mulai besok gak usah tinggal di sini," ujar bu Asri sedikit ketus.Sintia yang semula duduk tenang dengan wajah tersenyum seketika langsung kaget seperti disambar petir. Sintia sungguh tak menyangka kenapa ibunya tega tiba-tiba mengusirnya dari rumah."Kenapa ibu mengusirku?" tanya Sintia Ibu Asri tak menjawabnya, namun bu Asri langsung berdiri dan melangkahkan kakinya masuk kamar Sintia dan keluar mengambil tas Sintia lalu melemparnya di hadapannya.Sintia langsung berdiri dari duduknya menghampiri bu Asri yang tengah berdiri mematung sambil mendekapkan tangannya di dada."Bu, ku mohon jangan usir aku dari sini, aku janji aku akan cari kerja buat ibu." Rengek Sintia yang memelas memohon kepada bu Asri."Pergi kamu dari sini, sudah muak aku dengan mu!" teriak bu Asri sambil mendorong Sintia.Sintia hanya bisa menangis memohon kepada bu Asri.Selama ini Sintia besar dan ikut bu Asri semenjak umur 15 tahun, Sintia ikut ayahnya, dan ayahnya menikahi bu Asri jadi dia besar dalam asuhan bu Asri.Ayah Sintia menikah lagi dikarenakan ibu Sintia meninggal karena sakit.Selama hidup dengan bu Asri, Sintia menjadi pribadi yang mandiri, dia selalu membantu pekerjaan rumah bu Asri.Sintia adalah anak yang patuh, sedangkan ayah Sintia pergi merantau untuk mencari nafkah.Selama ini Sintia berusaha untuk tidak membuat kesalahan kepada bu Asri, namun jika dia membuat kesalahan bu Asri akan marah dan memukulnya.Itulah yang menyebabkan Sintia menjadi perempuan yang kuat dan tegar berusaha untuk tidak berbuat kesalahan.Selama kuliah, Sintia selalu di beri beasiswa dikarenakan dia anak yang berprestasi.Selama kuliah dia selalu membuat kue untuk di jual ke teman-temannya sebagai pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya. Jadi ibu Asri tak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk Sintia kuliah.Sintia hanya menghembuskan nafas panjangnya, dia sadar diri bahwa rumah yang dia tinggali adalah rumah keluarga bu Asri bukan rumah ayahnya, jadi bu Asri bisa mengusirnya kapan saja."Ibu tolong jawab pertanyaan ku, apa salahku sehingga ibu mengusirku?" jawab Sintia dengan berdiri dan memungut tasnya sambil menangis.Bu Asri hanya terdiam tak menjawab sepatah kata pun dengan apa yang ditanyakan Sintia.Dia hanya berdiri di depan pintu sambil menyilang kedua tangannya.Sintia terus memohon dan bersujud di kaki ibu Asri, tapi Bu asri tetap tak bergeming. "Sekarang kamu secepatnya enyah dari sini, aku sudah muak dengan wajah mu." ujar Bu asri kesal.Sintia menangis, "Bu jawab pertanyaan ku kenapa ibu mengusirku?" tanya kembali Sintia yang tak puas dengan apa yang di ucapkan oleh ibu tirinya itu.Bu asri menjelaskan jika dirinya sudah muak dengan sikap Sintia yang tak pernah membantu ekonominya selama ini, "Jadi buat apa aku harus merawatmu, kamu sama sekali tidak menghasilkan apa pun." jawab ketus Bu Asri.Bu Asri semakin kesal dengan wajah Sintia yang mengis memohon di depannya, lalu Bu asri mendorong Sintia sampai jatuh ke tanah dan Bu asri membalikan badannya dan melangkah masuk ke dalam rumah, Bu Asri mengunci rumah dari dalam supaya Sintia tidak bisa lagi masuk rumahnya.Sintia yang sedang terj
Mendengar cerita Sintia oma Ratih pun menangis sesegukan, oma Ratih merasakan beban yang diderita Sintia ya begitu berat."Ya sudah sebagai rasa terimakasih oma karena kamu telah menyelamatkan oma, kamu harus bersedia tinggal di rumah oma sementara waktu, nanti kalau kamu kerja sudah punya uang kamu bisa menyewa rumah,"Sintia pun terkejut dengan apa yang oma Ratih ucapkan.Sintia pun tak bisa menahan air matanya,"Terimakasih nek, nenek sudah bersedia menolongku,"Sintia berpelukan dengan oma Ratih sambil menangis, Sintia kehilangan cinta seorang ibu, namun dengan pelukan hangat itu menjadikan Sintia seperti menemukan sosok ibu yang telah lama meninggalkannya."Oh ya sebentar lagi ada anak oma kesini mau menjenguk mu dan oma pulang dulu ya kaki oma rasanya sakit, untuk sementara waktu kamu malam ini ditemani anak oma ya?"Sintia menganggukan kepalanya, dan oma mengusap wajah Sintia dengan tisu basah supaya terasa lebih segar dan membubuhkan bedak tipis-tipis."Sintia kamu cantik yaa,
Setelah menekan tombol tak lama 2 perawat dan seorang dokter datang dan memeriksa Sintia secara seksama.Sedangkan Arseno berdiri dengan cemas di samping ranjang pasien."Tolong, jangan membuat pasien berpikir terlalu keras karena kondisinya belum stabil, dan saya sudah memberi obat pereda panas,"Dokter itu memeriksa mata Sintia dan menyuntikan obat di infusnya."Terimakasih dok,"Dokter paruh baya itu tersenyum mengangguk, Arseno pun mengantar dokter keluar ruangan dengan ramah.Setelah dokter keluar dari kamar rawat Sintia, seraya Arseno berjalan dekat ranjang Sintia dan menyentuh telapak tangannya."Ohh iya panas," gumam Arseno yang sekarang hatinya mulai percaya jika wanita yang bernama Sintia itu tidaklah seperti yang di pikirkan.Arseno pun segera memperbaiki selimut Sintia. Dan Arseno kembali duduk, Arseno tidak bisa memejamkan matanya padahal ini malam sudah larut.Setelah selesai Arseno duduk di sofa yang berada tak jauh di ranjang tempat tidur rumah sakit. "Jika mama tau bi
Arseno adalah seorang pengusaha yang mewarisi usaha milik keluarganya dia juga ikut menyumbang atas kejayaan perusahaannya sampai menuju puncak kesuksesan sampai saat ini.Perusahan yang bergerak di bidang pangan itu telah mengeluarkan banyak produk yang menguasai pasar.Arseno sudah berani membuat sebuah keputusan untuk menekan harga di pasar supaya bisa lebih terjangkau di semua kalangan terutama kalangan menengah kebawah.Perusahan milik keluarga Arseno adalah perusahan terbesar di seantero negeri.Perusahannya juga ikut andil dalam bakti sosial untuk negeri ini, terbukti dia sering memberi bantuan jika terjadi sebuah bencana di negeri ini dengan mengirim produknya kepada mereka yang membutuhkan, di samping membantu itu juga adalah sebuah trik marketing yang di gagasannya.Perusahan milik Arseno juga memberi beasiswa kepada para pelajar yang berprestasi sebagai baktinya kepada anak negeri.Namun sayang di karirnya yang melesat tinggi dia tak kunjung menikah, padahal banyak wanita y
"Sudahlah jangan di teruskan lagi, aku tak ingin di jodohkan. Aku bisa mencari sendiri." jawab Arseno kepada Tiara.Tiara pun tertawa mendengar apa yang di katakan Arseno. "Emang wanita seperti apa yang kamu cari, hey Arseno kamu sudah tua saatnya kamu menikah. Lihatlah mama yang usianya sudah menginjak 60 tahun dia butuh cucu dari kamu." ujar Tiara sambil mendekati Arseno.Arseno tak menghiraukan apa yang di katakan kakak tirinya itu, dia berdiri sambil menatap jam tangannya yang terpasang di tangan kanannya. "Ya sudah aku mau berangkat dulu." seru Arseno.Arseno pun pergi meninggalkan Tiara dan mamanya, dia sudah tak peduli dengan apa yang di katakan kakak perempuannya itu, bagi dirinya yang terpenting sekarang adalah bekerja. "Hey Arseno, aku belum selesai bicara." teriak Tiara kepada Arseno.Arseno pun tak menghiraukan Tiara, dia tetap melangkahkan kakinya untuk segera berangkat bekerja."Jika memang aku masih ada jodoh, suatu saat akan datang kepada ku dengan sendirinya tanpa di
"Apa yang terjadi?" tanya Arseno dengan membulatkan matanya.Asistentnya bercerita jika perusahan di gugat karena di tuduh plagiat oleh perusahan pangan lainnya,"Nama perusahannya apa?" tanya Arseno kembali yang ingin mengetahui siapakah gerangan yang ingin mengajaknya perang.Asisten Arseno menceritakan bahwa yang menggugat perusahannya adalah foodgood.perusahan pangan yang baru berdiri di negeri ini dan umurnya masih terbilang sangat muda. Perusahan itu didirikan oleh seorang penghianat yang merebut kekuasaan orang lain."Oh dia," ujarnya lirih di balik telepon.Arseno mengangguk-nganggukan kepalanya dan menyuruh asistentnya untuk segera menemui dirinya di ruangannya."Siap pak." jawab sang asistent dengan sigap.Arseno pun menutup panggilan teleponnya dan meletakkannya kembali di tempatnya .Arseno menghembuskan nafas panjangnya dan dia tersenyum di sudut bibirnya, "Benar-benar gila orang itu." ucapnya sambil tersenyum tipis dan sinis.Arseno masih tak percaya dengan yang di deng
Mendengar apa yang di katakan oleh Arseno, seorang laki-laki yang berumur menginjak 40 tahun itu membuat Sintia tersenyum kecut.Bagaimana mungkin dirinya di remehkan oleh pemilik perusahan tempatnya akan memulai bekerja.Sintia hanya tersenyum mengangguk di hadapan Arseno meskipun hatinya sangat kesal dengan sikapnya."Baik pak, saya akan berusaha semaksimal mungkin." jawab Sintia.Mendengar jawaban Sintia membuat Arseno tertawa lagi, kali ini dia tertawa sampai terbatuk-batuk.Lalu Arseno menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa membuat Sintia yang melihatnya sedikit bingung."Jawabanmu itu adalah sebuah jawaban klasik para karyawan di perusahan saya." ujar Arseno kepada sintia.Arseno mengatakan kepada Sintia kalau dirinya belum menemukan hal spesifik di dalam dirinya yang membuat Arseno belum percaya akan kemampuannya dalam bekerja apalagi Sintia terbilang baru saja lulus dunia pendidikan pasti pengalamanya hanya secuil bagi Arseno.Arseno pun menggebrak meja, "Terserah lah
Sanggup tak sanggup Sintia pun harus sanggup karena tak mudah untuk mencari sebuah pekerjaan di era ini.Semua pekerjaan tak mudah untuk didapatkannya jika tak memiliki relasi yang tepat yang bisa menghubungkannya, meski itu tak semua pekerjaan seperti itu tapi inilah kenyataan yang banyak terjadi di negeri ini."Iya saya siap pak." jawab Sintia.selang tak beberapa staf yang dipanggilnya oleh Arseno datang dan menghadap dirinya yang tengah duduk berhadapan dengan Sintia.staff yang dipanggil Arseno itu melihat sebuah wanita muda yang sedang di ruangan bosnya membuatnya terkejut, jarang-jarang bosnya mau berhadapan dengan seorang wanita apalagi wanita muda seperti di hadapannya itu.Dia tersenyum dan menyapa Sintia yang tengah duduk dengan mata yang sedikit menggodanya.Namun seketika itu dia tersadar jika sedang berada di sebuah ruangan milik seekor macan jika dia marah bisa di gigit sampai mati."Ehm," dehem Arseno sambil menatap layar komputernya.staf Arseno yang sedang berdiri p