Semuanya benar. Harger tercekat. Merasa sangat membutuhkan pasokan udara saat sementara di dadanya tertimbun desakan yang begitu sesak. Harger tidak pernah mau menyakiti sang hakim. Di depan matanya, sudah menunjukkan bagaimana pilihan ini terlalu berbahaya. Cengkeraman tangan Harger mengendur. Jarak antara dia dan sang hakim terlalu dekat. Terlalu mudah untuk melakukan sesuatu yang buruk. Harger sudah siap akan meninggalkan pria yang baru saja menjadi suaminya. Setelah satu keinginan akan berbalik badan, tiba – tiba lengannya dicekal. “Hargerie Warrance Halker tidak akan pergi ke mana pun, Direktur.” Suara berat sang hakim mantap menegaskan dengan penekanan tinggi. Harger masih berada dalam genggamannya. Erat, tetapi tidak menyakiti. Wajah tampan sang hakim tidak pernah meninggalkan satu titip di mana pria itu menatap. “Aku yakin kau sudah tahu siapa yang menyeludup ke kediamanmu, Direktur.” “Jika kau ingin membicarakan kontrak kerja sama. Kau bisa b
Suara klakson keras—berulang, mengatur sorot mata Harger dan sang hakim saling berpandangan. Howard telah tiba. Sebagaimana mereka harus bersiap, pria yang sudah rapi dengan setelan jas-nya membungkuk di hadapan Harger. Seakan mengerti apa yang diinginkan sang hakim, sudut bibir Harger langsung melekuk tinggi. Tidak sabaran memanjat naik di punggung lebar, lalu berpegangan erat dengan lengan yang melewati garis bahu sang hakim.“Aku penasaran dari mana kau tahu kalau Direktur Oscar dalang di balik pernikahanku dan Matthew?” tanya Harger ketika akhirnya sang hakim menunjukkan sedikit usaha menjulang tinggi diliputi tubuhnya yang mendekap erat di belakang. Pria itu melangkah hati – hati meninggalkan kamar yang begitu kacau setelah pergulatan panas menggetarkan.“Aku mendengar suaranya di telepon.”Sebuah jawaban membuat Harger mengernyit sesaat. Ingatannya terbawa menuju sambungan telepon dan suara berat sang hakim waktu itu. Dengan ironi Harger harus menyayangkan bahwa ponselnya masih
Ntah sudah seberapa jauh perjalanan dimulai. Ketika Harger terbangun, matanya mengerjap berulang kali untuk mendapatkan kesadaran secara utuh. Sang hakim tidak di sampingnya, tetapi sangat jelas pria itu ada di kursi kemudi; menyetir, menggantikan posisi Howard yang ada di samping—wajah Howard miring dan menempel di jendela, samar – samar suara mendengkur mengikuti beberapa suara gemerisik lainnya. Betapa nyenyak!Harger segera mengubah posisi duduk lebih tegak. Mulai mengusap wajah kasar, tetapi dia akhirnya menyadari sesuatu yang baru di jari manis, tanpa sadar Harger tersenyum tipis seraya mengelus puncak mata keroppi dengan ujung telunjuk kanan.“Setelah di Italia, kita akan memilih cincin yang sebenarnya.”Suara berat sang hakim tiba – tiba mendesak Harger untuk mengangkat wajah. Sulur – sulur dia menatap bahu lebar; persis di posisi yang sama, meski Deu masih menatap fokus ke jalanan. Hanya sesekali iris gelap itu akan m
Taman menjadi tempat paling cocok jika mereka ingin bicara jauh dari sang hakim. Harger mempersilakan Howard duduk; mengamati bagaimana Howard menyangga lengan di atas meja bundar seperti sedang memikirkan sesuatu. Harger hanya menatap sesaat sebelum akhirnya melakukan tindakan yang sama seraya mengatur posisi Sofia di atas pangkuannya. Meskipun dia harus mengambil keputusan membiarkan Deu tidur dengan posisi serupa di awal, di ruang tamu. Pria itu terlihat lelah dan dia tidak ingin mengganggunya.“Sebenarnya apa yang mau kau bicarakan, Howard?” tanya Harger. Beberapa kali mendapati Howard bersikap tidak biasa. Howard mengembuskan napas pelan. Gerakan waspada terus berulang; berpendar ke sekitar ruang bebas sebelum mengajukan satu pertanyaan yang membuat Harger mendadak merasa sangat gelisah.“Kapan kau akan memberitahu Don soal kehamilanmu?”Howard bertanya tanpa perhitungan. Itu belum secara pasti terangkum. Harger menghentikan gerakan kaki yang mengayun tubuh Sofia. Ketegangan sek
Harger mengamati lengan Howard terulur setengah enggan. Senyumnya semakin jelas memberitahu; pria itu baru saja menyenangkan perasaannya.“Terima kasih, Big’H.”Satu sebutan mendadak muncul, benar – benar tidak pernah Harger pikirkan akan terucap. Dia melihat Howard mengangkat sebelah alis menanggapi panggilan baru itu.“Dan kau adalah Lil’H, begitu?”Tepat sekali. Harger menyelam ke dalam kepandaian Howard sekadar memecahkan sesuatu yang tersirat. Nama mereka kebetulan diawali huruf yang sama. ‘Big’ dan ‘Lil’ hanya sedikit pembeda; mengenai umur dan postur tubuh yang mencolok.“Aku hanya akan memanggilmu Big’H saat kau menuruti permintaanku atau ketika kau memberiku hadiah. Itu saja.”Harger menyeringai puas, lalu memasukkan alat test pack dalam balutan kotak pipih di balik punggungnya. Kain di tubuh akan menyembunyikan, dan dia akan mendekati pria yang masih tertidur. “Ngomong – ngomong, Charlene memasak banyak. Kalau kau ingin makan, dapur sudah menun
Harger mengerjap mendengar bunyi benturan yang mendesak cepat ke bawah. Suara – suara air, dia menautkan kedua alis heran. Masih berusaha mengenal percikan yang familiar. Lengan Harger tanpa sengaja meraba di samping tubuhnya. Sedikit terkejut tidak menemukan sang hakim. Sambil berpikir, akhirnya dia menyadari suara itu jelas berasal dari kamar mandi dengan pelaku terduga adalah sang hakim sedang di dalam sana.Harger kembali memejam setelah membiarkan bayangan – bayangan sang hakim diserbu oleh air, hingga bulir – bulir basah mencumbu lembut kulit liat pria itu yang kemudian akan menghilang. Mungkin Harger perlu menantikan gilirannya. Beberapa saat masih menunggu. Ada waktu – waktu di mana suara air mendadak hening, lalu muncul kembali begitu keras. Beberapa saat seperti itu, dan selebihnya hening mulai mengintai. Harger membuka mata ketika suara engsel pintu bergeser. Wajahnya berpaling, sedikit terpaku mendapati handuk putih miliknya; mantap melilit di pinggul panas itu. Rambut s
“Tidur yang nyenyak, Howard. Semoga kau tidak digigit nyamuk.”Harger turun sebentar meninggalkan sang hakim di dalam kamar hanya untuk menyerahkan bantal dan selimut kepada Howard yang akan tidur di ruang tamu. Keadaan sudah separuh temaram. Howard sudah bersiap tidur dengan kain panjang membungkus separuh tubuh.“Jika ada nyamuk yang menggigitku, kaulah nyamuknya,” timpal Howard seraya mengatur posisi bantal lebih baik.“Kalaupun aku nyamuk. Aku tidak akan menggigit kulit tanganmu yang alot.” Harger membantah diliputi tawa yang menghilang perlahan. Waktunya untuk meninggalkan. Dia membiarkan seluruh lampu di satu ruang itu mati. Berjalan pelan menaiki undakan tangga, lalu masuk ke dalam kamar sendiri. Sang hakim sedang menunggu dengan tatapan yang cerdas menyadari satu langkah Harger menutup pintu kamar.Tidak ada suara apa pun, selain pintu lemari berdecit ketika Harger menyeka dua kusen bersamaan untuk terbuka. Dia mengeluarkan koper dari rak terbawah. Paling per
Hanya ada satu bagian terakhir yang tidak akan Harger biarkan tertinggal dari persiapan semalam. Alat test pack; masih tersimpan di laci nakas. Sesekali dia melirik pria yang masih bergumul dengan tidur lelap. Mata terpejam, secara naluri menyakinkan Harger untuk merenggut benda pipih itu, lalu memindahkan ke dalam – dalam lipatan baju di koper-nya. Satu tangan Harger bergerak melakukan tindakan mendorong; membiarkan laci menutup rapat, dan dia segera merangkak ke atas ranjang. Mengulurkan lengan sekadar menyentuh rahang yang terasa kasar itu.“Sudah pagi, Deu. Bangun.” Harger berbisik dekat – dekat di wajah sang hakim. Merasakan gerakan samar; pria itu mengerang untuk kembali tidur. Mengatur posisi tubuh membelakangi Harger. Kemudian menarik selimut menutup sampai sebatas leher.“Kau harus ingat keberangkatan kita jam sembilan pagi.”Dengan terpaksa Harger harus menderak maju, menyampirkan dirinya menyentuh lengan liat yang membentuk siku. Dengkuran kecil terdengar begitu nyenyak. K
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya