Harger mengamati lengan Howard terulur setengah enggan. Senyumnya semakin jelas memberitahu; pria itu baru saja menyenangkan perasaannya.“Terima kasih, Big’H.”Satu sebutan mendadak muncul, benar – benar tidak pernah Harger pikirkan akan terucap. Dia melihat Howard mengangkat sebelah alis menanggapi panggilan baru itu.“Dan kau adalah Lil’H, begitu?”Tepat sekali. Harger menyelam ke dalam kepandaian Howard sekadar memecahkan sesuatu yang tersirat. Nama mereka kebetulan diawali huruf yang sama. ‘Big’ dan ‘Lil’ hanya sedikit pembeda; mengenai umur dan postur tubuh yang mencolok.“Aku hanya akan memanggilmu Big’H saat kau menuruti permintaanku atau ketika kau memberiku hadiah. Itu saja.”Harger menyeringai puas, lalu memasukkan alat test pack dalam balutan kotak pipih di balik punggungnya. Kain di tubuh akan menyembunyikan, dan dia akan mendekati pria yang masih tertidur. “Ngomong – ngomong, Charlene memasak banyak. Kalau kau ingin makan, dapur sudah menun
Harger mengerjap mendengar bunyi benturan yang mendesak cepat ke bawah. Suara – suara air, dia menautkan kedua alis heran. Masih berusaha mengenal percikan yang familiar. Lengan Harger tanpa sengaja meraba di samping tubuhnya. Sedikit terkejut tidak menemukan sang hakim. Sambil berpikir, akhirnya dia menyadari suara itu jelas berasal dari kamar mandi dengan pelaku terduga adalah sang hakim sedang di dalam sana.Harger kembali memejam setelah membiarkan bayangan – bayangan sang hakim diserbu oleh air, hingga bulir – bulir basah mencumbu lembut kulit liat pria itu yang kemudian akan menghilang. Mungkin Harger perlu menantikan gilirannya. Beberapa saat masih menunggu. Ada waktu – waktu di mana suara air mendadak hening, lalu muncul kembali begitu keras. Beberapa saat seperti itu, dan selebihnya hening mulai mengintai. Harger membuka mata ketika suara engsel pintu bergeser. Wajahnya berpaling, sedikit terpaku mendapati handuk putih miliknya; mantap melilit di pinggul panas itu. Rambut s
“Tidur yang nyenyak, Howard. Semoga kau tidak digigit nyamuk.”Harger turun sebentar meninggalkan sang hakim di dalam kamar hanya untuk menyerahkan bantal dan selimut kepada Howard yang akan tidur di ruang tamu. Keadaan sudah separuh temaram. Howard sudah bersiap tidur dengan kain panjang membungkus separuh tubuh.“Jika ada nyamuk yang menggigitku, kaulah nyamuknya,” timpal Howard seraya mengatur posisi bantal lebih baik.“Kalaupun aku nyamuk. Aku tidak akan menggigit kulit tanganmu yang alot.” Harger membantah diliputi tawa yang menghilang perlahan. Waktunya untuk meninggalkan. Dia membiarkan seluruh lampu di satu ruang itu mati. Berjalan pelan menaiki undakan tangga, lalu masuk ke dalam kamar sendiri. Sang hakim sedang menunggu dengan tatapan yang cerdas menyadari satu langkah Harger menutup pintu kamar.Tidak ada suara apa pun, selain pintu lemari berdecit ketika Harger menyeka dua kusen bersamaan untuk terbuka. Dia mengeluarkan koper dari rak terbawah. Paling per
Hanya ada satu bagian terakhir yang tidak akan Harger biarkan tertinggal dari persiapan semalam. Alat test pack; masih tersimpan di laci nakas. Sesekali dia melirik pria yang masih bergumul dengan tidur lelap. Mata terpejam, secara naluri menyakinkan Harger untuk merenggut benda pipih itu, lalu memindahkan ke dalam – dalam lipatan baju di koper-nya. Satu tangan Harger bergerak melakukan tindakan mendorong; membiarkan laci menutup rapat, dan dia segera merangkak ke atas ranjang. Mengulurkan lengan sekadar menyentuh rahang yang terasa kasar itu.“Sudah pagi, Deu. Bangun.” Harger berbisik dekat – dekat di wajah sang hakim. Merasakan gerakan samar; pria itu mengerang untuk kembali tidur. Mengatur posisi tubuh membelakangi Harger. Kemudian menarik selimut menutup sampai sebatas leher.“Kau harus ingat keberangkatan kita jam sembilan pagi.”Dengan terpaksa Harger harus menderak maju, menyampirkan dirinya menyentuh lengan liat yang membentuk siku. Dengkuran kecil terdengar begitu nyenyak. K
Roma, Italia .......Harger melangkahkan kaki masuk untuk kali pertama setelah dia dengan penuh tekad meninggalkan rumah, yang salah satunya menyimpan momen – momen tak terduga. Rasanya masih sama, separuh hening dan ketenangan yang dimiliki di tempat ini masih sembunyi – sembunyi menawarkan hal paling berharga. Harger tidak tahu bagaimana dia akan memberi pendapat, tetapi satu bagian terpenting adalah tentang pemikiran terhadap kamarnya.“Kau masih memasang kamera itu atau sudah tidak?” Dia bertanya seraya berbalik badan. Sang hakim berjalan di belakang, dan kemudian langkah pria itu terhenti sekadar memberi jawaban tanpa suara, sebuah gelengan tipis yang membuat ekspresi wajah sang hakim sedikit berubah. Mungkin pria itu memikirkan kembali bagaimana Harger pernah menduga terlalu jauh. Ini cukup membuat situasi mendadak canggung. Harger menipiskan bibir sebelum akhirnya kembali melangkahkan kaki.Satu demi satu undakan tangga telah dia lalui, diliputi beb
Selesai.Harger mengamati sebuah kotak yang terbungkus rapi dengan takjub. Tambahan pita merah mengikat di bagian akhir memberi sedikit kesan misterius. Dia hanya perlu menunggu sang hakim pulang setelah pagi – pagi sekali pria itu berpamitan pergi untuk mengurus surat cuti di kantor pengadilan. Sambil mengira – ngira kapan dia akan mendengar suara mobil merambat di depan rumah. Harger berjalan ke dapur sekadar memastikan kue yang sedang dipanggang di oven telah mengembang, atau mungkin sudah matang sempurna. Sudut bibirnya melekuk tipis menghirup aroma yang mencuak ke udara ketika pintu oven diturunkan ke bawah. Warna cokelat keemasan merata konsisten di atas permukaan hingga di bagian pinggir ke bawah. Satu tindakan khusus segera Harger lakukan; mengeluarkan kue-nya, dan dia menunggu beberapa saat sampai suhu kue menjadi hangat, untuk kemudian dikeluarkan dari loyang. Setelah mengambil beberapa hal yang diperlukan. Harger menatap cake pandan polosan; tak berpikir bahwa dia akan
Satu hentakan mantap menimbulkan suara keras ketika Deu beranjak bangun, melangkahkan kaki ke arah dokter. Waktu – waktu sudah berlalu, Harger memang segera mendapat penanganan dengan cepat, dan ini yang Deu butuhkan untuk tahu bagaimana kondisi Harger setelah kehilangan begitu banyak darah.“Istriku baik – baik saja, Dokter?” tanya Deu nyaris parau. Sangat disayangkan bagaimana dokter menghela napas, lalu melepas kacamata sekadar menyeka keringat di sudut mata.“Kondisi pasien baik – baik saja, tetapi kami tidak bisa menyelamatkan janinnya.”“Tunggu ....” Kening Deu mengernyit berusaha tidak percaya. “Maksud, Dokter, aku tidak mengerti. Dia hamil?” lanjutnya memastikan. Sebuah anggukan secara pasti seakan membuat Deu hilang beberapa saat. Harger hamil, tetapi dia tidak pernah tahu tentang hal demikian. Sekarang bagaimana dengan pengetahuan gadis itu? Deu masih menatap lurus ke arah dokter.“Berapa usia kandungannya?”Dia bertanya, walau tak yakin terhadap alasa
Rasanya masih begitu jauh untuk meraih kesadaran. Harger berjuang perlahan – lahan membiarkan kelopak matanya terbuka, mencari celah supaya siraman cahaya menumbuk ke dalam pupilnya. Beberapa kali dia mengerjap; menyesuaikan keadaan hingga akhirnya menemukan Howard berdiri dengan senyum tipis mendekati.“Di mana Deu?” Itu yang pertama ingin Harger tahu. Sang hakim paling terakhir melakukan kontak pemibicaraan bersamanya, seharusnya pria itu ada di sini; persis di mana Howard masih membiarkan kebutuhan untuk mencari jawaban yang tepat.“Don pergi.”Nada bicara Howard terdengar ragu. Sikapnya kentara seperti sedang menyembunyikan sesuatu yang penting. Harger mendadak merasa haus. Akan tetapi dia tahu bukan tentang air yang diinginkan. “Ke mana?” tanyanya dengan suara tercekat. Hanya gelengan samar, iris biru Howard menatap Harger serius dan tidak biasa.“Aku tidak tahu, tapi Don sangat marah.”Tiba – tiba wajah Howard alih berpaling ke sisi lain. Pria itu sedang menghindari kontak mat