Ntah sudah seberapa jauh perjalanan dimulai. Ketika Harger terbangun, matanya mengerjap berulang kali untuk mendapatkan kesadaran secara utuh. Sang hakim tidak di sampingnya, tetapi sangat jelas pria itu ada di kursi kemudi; menyetir, menggantikan posisi Howard yang ada di samping—wajah Howard miring dan menempel di jendela, samar – samar suara mendengkur mengikuti beberapa suara gemerisik lainnya. Betapa nyenyak!Harger segera mengubah posisi duduk lebih tegak. Mulai mengusap wajah kasar, tetapi dia akhirnya menyadari sesuatu yang baru di jari manis, tanpa sadar Harger tersenyum tipis seraya mengelus puncak mata keroppi dengan ujung telunjuk kanan.“Setelah di Italia, kita akan memilih cincin yang sebenarnya.”Suara berat sang hakim tiba – tiba mendesak Harger untuk mengangkat wajah. Sulur – sulur dia menatap bahu lebar; persis di posisi yang sama, meski Deu masih menatap fokus ke jalanan. Hanya sesekali iris gelap itu akan m
Taman menjadi tempat paling cocok jika mereka ingin bicara jauh dari sang hakim. Harger mempersilakan Howard duduk; mengamati bagaimana Howard menyangga lengan di atas meja bundar seperti sedang memikirkan sesuatu. Harger hanya menatap sesaat sebelum akhirnya melakukan tindakan yang sama seraya mengatur posisi Sofia di atas pangkuannya. Meskipun dia harus mengambil keputusan membiarkan Deu tidur dengan posisi serupa di awal, di ruang tamu. Pria itu terlihat lelah dan dia tidak ingin mengganggunya.“Sebenarnya apa yang mau kau bicarakan, Howard?” tanya Harger. Beberapa kali mendapati Howard bersikap tidak biasa. Howard mengembuskan napas pelan. Gerakan waspada terus berulang; berpendar ke sekitar ruang bebas sebelum mengajukan satu pertanyaan yang membuat Harger mendadak merasa sangat gelisah.“Kapan kau akan memberitahu Don soal kehamilanmu?”Howard bertanya tanpa perhitungan. Itu belum secara pasti terangkum. Harger menghentikan gerakan kaki yang mengayun tubuh Sofia. Ketegangan sek
Harger mengamati lengan Howard terulur setengah enggan. Senyumnya semakin jelas memberitahu; pria itu baru saja menyenangkan perasaannya.“Terima kasih, Big’H.”Satu sebutan mendadak muncul, benar – benar tidak pernah Harger pikirkan akan terucap. Dia melihat Howard mengangkat sebelah alis menanggapi panggilan baru itu.“Dan kau adalah Lil’H, begitu?”Tepat sekali. Harger menyelam ke dalam kepandaian Howard sekadar memecahkan sesuatu yang tersirat. Nama mereka kebetulan diawali huruf yang sama. ‘Big’ dan ‘Lil’ hanya sedikit pembeda; mengenai umur dan postur tubuh yang mencolok.“Aku hanya akan memanggilmu Big’H saat kau menuruti permintaanku atau ketika kau memberiku hadiah. Itu saja.”Harger menyeringai puas, lalu memasukkan alat test pack dalam balutan kotak pipih di balik punggungnya. Kain di tubuh akan menyembunyikan, dan dia akan mendekati pria yang masih tertidur. “Ngomong – ngomong, Charlene memasak banyak. Kalau kau ingin makan, dapur sudah menun
Harger mengerjap mendengar bunyi benturan yang mendesak cepat ke bawah. Suara – suara air, dia menautkan kedua alis heran. Masih berusaha mengenal percikan yang familiar. Lengan Harger tanpa sengaja meraba di samping tubuhnya. Sedikit terkejut tidak menemukan sang hakim. Sambil berpikir, akhirnya dia menyadari suara itu jelas berasal dari kamar mandi dengan pelaku terduga adalah sang hakim sedang di dalam sana.Harger kembali memejam setelah membiarkan bayangan – bayangan sang hakim diserbu oleh air, hingga bulir – bulir basah mencumbu lembut kulit liat pria itu yang kemudian akan menghilang. Mungkin Harger perlu menantikan gilirannya. Beberapa saat masih menunggu. Ada waktu – waktu di mana suara air mendadak hening, lalu muncul kembali begitu keras. Beberapa saat seperti itu, dan selebihnya hening mulai mengintai. Harger membuka mata ketika suara engsel pintu bergeser. Wajahnya berpaling, sedikit terpaku mendapati handuk putih miliknya; mantap melilit di pinggul panas itu. Rambut s
“Tidur yang nyenyak, Howard. Semoga kau tidak digigit nyamuk.”Harger turun sebentar meninggalkan sang hakim di dalam kamar hanya untuk menyerahkan bantal dan selimut kepada Howard yang akan tidur di ruang tamu. Keadaan sudah separuh temaram. Howard sudah bersiap tidur dengan kain panjang membungkus separuh tubuh.“Jika ada nyamuk yang menggigitku, kaulah nyamuknya,” timpal Howard seraya mengatur posisi bantal lebih baik.“Kalaupun aku nyamuk. Aku tidak akan menggigit kulit tanganmu yang alot.” Harger membantah diliputi tawa yang menghilang perlahan. Waktunya untuk meninggalkan. Dia membiarkan seluruh lampu di satu ruang itu mati. Berjalan pelan menaiki undakan tangga, lalu masuk ke dalam kamar sendiri. Sang hakim sedang menunggu dengan tatapan yang cerdas menyadari satu langkah Harger menutup pintu kamar.Tidak ada suara apa pun, selain pintu lemari berdecit ketika Harger menyeka dua kusen bersamaan untuk terbuka. Dia mengeluarkan koper dari rak terbawah. Paling per
Hanya ada satu bagian terakhir yang tidak akan Harger biarkan tertinggal dari persiapan semalam. Alat test pack; masih tersimpan di laci nakas. Sesekali dia melirik pria yang masih bergumul dengan tidur lelap. Mata terpejam, secara naluri menyakinkan Harger untuk merenggut benda pipih itu, lalu memindahkan ke dalam – dalam lipatan baju di koper-nya. Satu tangan Harger bergerak melakukan tindakan mendorong; membiarkan laci menutup rapat, dan dia segera merangkak ke atas ranjang. Mengulurkan lengan sekadar menyentuh rahang yang terasa kasar itu.“Sudah pagi, Deu. Bangun.” Harger berbisik dekat – dekat di wajah sang hakim. Merasakan gerakan samar; pria itu mengerang untuk kembali tidur. Mengatur posisi tubuh membelakangi Harger. Kemudian menarik selimut menutup sampai sebatas leher.“Kau harus ingat keberangkatan kita jam sembilan pagi.”Dengan terpaksa Harger harus menderak maju, menyampirkan dirinya menyentuh lengan liat yang membentuk siku. Dengkuran kecil terdengar begitu nyenyak. K
Roma, Italia .......Harger melangkahkan kaki masuk untuk kali pertama setelah dia dengan penuh tekad meninggalkan rumah, yang salah satunya menyimpan momen – momen tak terduga. Rasanya masih sama, separuh hening dan ketenangan yang dimiliki di tempat ini masih sembunyi – sembunyi menawarkan hal paling berharga. Harger tidak tahu bagaimana dia akan memberi pendapat, tetapi satu bagian terpenting adalah tentang pemikiran terhadap kamarnya.“Kau masih memasang kamera itu atau sudah tidak?” Dia bertanya seraya berbalik badan. Sang hakim berjalan di belakang, dan kemudian langkah pria itu terhenti sekadar memberi jawaban tanpa suara, sebuah gelengan tipis yang membuat ekspresi wajah sang hakim sedikit berubah. Mungkin pria itu memikirkan kembali bagaimana Harger pernah menduga terlalu jauh. Ini cukup membuat situasi mendadak canggung. Harger menipiskan bibir sebelum akhirnya kembali melangkahkan kaki.Satu demi satu undakan tangga telah dia lalui, diliputi beb
Selesai.Harger mengamati sebuah kotak yang terbungkus rapi dengan takjub. Tambahan pita merah mengikat di bagian akhir memberi sedikit kesan misterius. Dia hanya perlu menunggu sang hakim pulang setelah pagi – pagi sekali pria itu berpamitan pergi untuk mengurus surat cuti di kantor pengadilan. Sambil mengira – ngira kapan dia akan mendengar suara mobil merambat di depan rumah. Harger berjalan ke dapur sekadar memastikan kue yang sedang dipanggang di oven telah mengembang, atau mungkin sudah matang sempurna. Sudut bibirnya melekuk tipis menghirup aroma yang mencuak ke udara ketika pintu oven diturunkan ke bawah. Warna cokelat keemasan merata konsisten di atas permukaan hingga di bagian pinggir ke bawah. Satu tindakan khusus segera Harger lakukan; mengeluarkan kue-nya, dan dia menunggu beberapa saat sampai suhu kue menjadi hangat, untuk kemudian dikeluarkan dari loyang. Setelah mengambil beberapa hal yang diperlukan. Harger menatap cake pandan polosan; tak berpikir bahwa dia akan