Halo apa kabar? Lagi-lagi author hanya bisa minta maaf karena ketidakbecusan author untuk update rutin. Maaf ya. Author sedang di situasi sangat sulit karena harus mengurus mama yang sakit ginjal stadium 5 dan gagal jantung. Hari hari author rasanya berat, sampai tak jarang author kehabisan energi untuk sekadar nulis. Author bahkan sering ngerasa kehilangan ide dan kepala rasanya kosong. Pokoknya mohon doanya dari pembaca sekalian ya. Semua pembaca juga semoga sehat selalu agar kita bisa kembali bertemu di karya karya author selanjutnya. Terima kasih
"Apa sungguh baik-baik saja jika aku melakukannya?" tanya Oliver memastikan. Sedangkan Lena hanya bisa mengangguk mengiyakan dengan napas yan terengah-engah.Setelah ciuman panas yang mereka lakukan sampai kehabisan napas, benar-benar membuat Oliver ataupun Lena sama-sama dibakar api gairah. Kemudian tanpa banyak bicara lagi, Oliver benar-benar memposisikan dirinya di antara kedua paha Lena."Aaah..." Lena melenguh saat merasakan milik Oliver yang mulai memenuhi dirinya.Tiap kali Oliver bergerak memompa, Lena merasa melayang sampai langit ketujuh ketika letupan gairah semakin berkobar dan membakarnya tanpa sisa. "Aku sangat merindukanmu," ujar Lena dengan suara tertahan. Dia mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk leher suaminya itu dan perlahan kedua tangannya bergerak membelai punggung sampai berakhir di bokong telanjang sang suami."Aku juga merindukanmu," sahut Oliver serak. Dia kemudian menunduk, mencium bibir Lena dengan penuh penghayatan dan perlahan ciuman itu turun ke rah
Sebastian melangkah perlahan mendekati meja kerja Esme, wajahnya yang biasanya tenang terlihat sedikit gelisah. Dalam tangannya, dia memegang secarik kertas yang terlihat agak kusut, tampaknya sudah beberapa kali dirapikan. Matanya memandang Esme dengan campuran rasa gugup dan harap. "Nona Esme," ucapnya pelan, suaranya hampir terdengar gemetar. "Aku tahu ini agak membebanimu, tapi aku pikir anda harus membawa pulang cheesecake ini untuk dinikmati bersama anak anda di rumah. Semoga bisa membuat hari anda lebih baik."Esme melihat rona di wajah Sebastian dan menjalar ke daun telinga pria itu, dan pemandangan itu membuat Esme tertegun. Butuh waktu bagi Esme untuk sadar dari keterkejutannya, sebelum kemudian dia menerima cheesecake tersebut dengan sedikit cangggung. Padahal sejak jam makan siang tadi dia sudah berusaha memberikan peringatan sekaligus pengingat pada dirinya sendiri untuk tak terbawa suasana dengan sikap Sebastian, tapi ternyata situasinya tetap saja janggal sehingga dia
Setelah menyelesaikan sesi pemeriksaan Lena yang melelahkan, Oliver memutuskan untuk memberikan kejutan kecil sebagai bentuk penghargaan. Dia mengajak Lena makan malam romantis di salah satu restoran Italia terbaik di kota. Restoran itu dikenal dengan suasana yang intim, dengan lampu-lampu kecil yang menciptakan nuansa hangat di sekitar meja-meja kayu yang dilengkapi dengan lilin.Ketika mereka tiba di restoran, aroma harum pasta segar dan saus tomat menyambut mereka. Oliver dan Lena duduk di meja yang terletak di sudut, di bawah cahaya lembut lilin. Suara gemerincing gelas dan percakapan pelan memberikan latar belakang yang sempurna untuk makan malam romantis mereka.Oliver tersenyum dan mengangkat gelasnya. "Untuk merayakan kesabaranmu yang bersedia melakukan pemeriksaan luka yang pasti menyakitkan."Lena merahasiakan senyum di balik gelasnya. "Terima kasih, Oliver. Aku benar-benar merasa lega setelah pemeriksaan tadi. Aku sedikit merasa bersalah karena tak terlalu memperhatikan luk
Esme melihat paket yang datang ke kantor dan mengangkat alisnya dengan keheranan. Dia masuk ke ruangan kerja Oliver tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu dan bergegas menghampiri Oliver yang duduk di meja kerjanya, menatapnya dengan tatapan penasaran. "Oliver, sebenarnya untuk apa pemutar musik klasik dan piringan hitam ini?" tanyanya dengan rasa ingin tahu yang menggelitik. "Yang aku tahu kau bahkan hampir tidak pernah mendengarkan musik, tapi sekarang membeli piringan hitam? Apa ini sungguh dirimu yang asli?"Oliver tersenyum lebar, matanya berbinar-binar saat dia mengangkat kotak-kotak tersebut. "Oh, ini adalah bagian dari rencana untuk kencan romantis dengan istriku, Lena," jawabnya dengan antusias.Esme tercengang mendengar jawaban Oliver. Baginya, menyenangkan melihat Oliver begitu ceria setelah kembali berbaikan dengan Lena, tapi sungguh dia terkejut karena ternyata Oliver yang biasanya terlihat serius dan kaku tiba-tiba memiliki sisi romantis yang tak terduga. "Wow, Oliver, a
Oliver baru saja tiba di lobi kantornya saat dia mengernyit bingung melihat Esme yang justru berjalan menuju tangga darurat. Dia melihat Esme yang sepertinya sedang terburu-buru dan tak seperti biasanya, sehingga tanpa ragu dia pun bergerak cepat mengikuti Esme menuju tangga darurat."Esme, apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Oliver, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat dia mengejar Esme. "Bukankah kau harus menggunakan lift agar bisa segera ke lantai atas? Menaiki tangga satu per satu hanya akan membuat kakimu sakit dan itu sangat melelahkan."Esme terkejut ketika mendengar suara Oliver memanggilnya. Dia berhenti sejenak dan berbalik, mencoba menutupi kecanggungannya. "Oh, Oliver, aku hanya ingin... eh, memeriksa sesuatu di lantai atas," jawabnya dengan canggung, berusaha menemukan alasan yang masuk akal.Oliver menatap Esme dengan curiga, sepertinya dia merasa ada sesuatu yang Esme sembunyikan. Namun, dia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. "Baiklah, hati-hati di t
Lena sedikit terkejut ketika mendengar agenda penting yang akan dihadiri oleh Oliver di luar kota dan pria itu akan mengajaknya. Dia penasaran apa agenda penting yang sebenarnya ingin Oliver hadiri sampai-sampai harus membawanya ikut serta.Mereka melaju dalam kecepatan sedang dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Perjalanan yang lama itu membuat Lena beberapa kali tertidur karena lelah dan bosan."Apa tujuan kita masih jauh? Apa kamu yakin kita harus pergi sejauh ini ketika kamu bilang kalau agenda ini tak ada hubungannya dengan pekerjaan?" tanya Lena memastikan. Kali ini dia mengambil satu buah onigiri yang Oliver beli di minimarket rest area."Sebentar lagi kita akan tiba," jawab Oliver.Mobil keluar dari jalan tol dan butuh beberapa waktu perjalanan lagi sampai tiba-tiba saja Oliver justru mengemudi menuju ke sebuah rumah sakit besar dan berhenti di sana."Olaf," panggil Lena mendadak khawatir. "Kenapa kita datang ke tempat seperti ini, apa kamu sakit?"Oliver mematikan mesin mob
Tengah malam, ketika hening menyelimuti kamar hotel, Lena terlihat tenang dalam tidurnya, bibirnya yang lembut sedikit terbuka, dan napasnya yang teratur menandakan dia tengah dalam mimpi yang damai. Oliver merasakan kehangatan di hatinya saat melihat istrinya itu tertidur dengan nyenyak, meskipun dia tahu Lena sedang melewati masa-masa yang sulit. Dengan hati-hati, Oliver duduk di tepi ranjang, berusaha agar tidak membuat suara yang bisa mengganggu tidur Lena. Sejenak dia memperhatikan wajah Lena dengan penuh kasih sayang. "Semoga malam ini dia bisa tidur dengan tenang," gumamnya pelan dalam hati. Dengan langkah kakinya yang ringan, Oliver mengambil ponselnya dan menelpon pelayanan kamar dengan pelan. "Maaf mengganggu, bisakah Anda membantu saya dengan sesuatu?" bisik Oliver dengan suara lembut, berharap tidak membangunkan Lena. Saat pelayanan kamar menjawab, Oliver dengan hati-hati menjelaskan situasinya. "Apakah Anda bisa membantu saya dengan membersihkan tong sampah di kamar say
Sebastian semakin gencar mendekati Esme, dan kini dia bahkan dengan terang-terangan menunjukkan perhatiannya. Meskipun pria itu tetap mempertahankan ekspresi datarnya yang khas, namun tindakannya yang penuh perhatian terhadap Esme cukup mencolok bagi setiap orang yang melihatnya, sehingga membuat mereka menyadari bahwa Sebastian sedang berusaha mendekati Esme. Esme merasa tak nyaman dengan perhatian yang berlebihan dari Sebastian. Setiap kali dia berpapasan dengannya di koridor kantor, dia merasa seperti diawasi dengan seksama oleh mata pria itu. Meskipun dia mencoba untuk tetap tenang dan tidak menunjukkan ketidaknyamanannya, namun dalam hati Esme merasa risih dan tidak nyaman. "Nona Esme, apakah kamu ingin makan siang bersamaku hari ini?" tanya Sebastian dengan suara lembut saat mereka bertemu di ruang kopi. Esme menatapnya dengan ragu, mencoba mencari alasan untuk menolak tawaran tersebut. "Maaf, Sebastian, aku sudah memiliki rencana untuk makan siang hari ini," jawabnya dengan s