Share

Bab 4

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-24 04:02:54

Bagai dihantam batu, perasaan Alyssa terluka mendengarnya. Ia seolah seperti wanita murahan yang bisa dengan mudahnya diperintahkan untuk melakukan hal hina seperti itu. Statusnya masih menjadi istri dari pria lain, tetapi kini ia justru disuruh melayani lelaki lain sebab ulah suaminya sendiri. Entah apa salahnya sehingga takdirnya seperti ini. Dalam keadaan saat ini ingin rasanya Alyssa menjerit sekencang-kencangnya untuk meluapkan emosi di dalam dirinya, namun semua itu harus ia tahan demi keamanan dirinya.

Selesai dengan acara minumnya, Roy mengajak Alyssa pulang ke rumahnya. Meski sebenarnya enggan, tapi mau tak mau Alyssa harus menuruti apa yang dikatakan oleh Roy, atau nyawanya yang mungkin nanti akan terancam.

Di dalam mobil, meski Roy dan Alyssa duduk berdekatan, tapi keduanya sama-sama tak ada yang membuka suara. Keduanya sama-sama memilih diam dengan pikiran mereka masing-masing. Sesampainya di kediaman Roy yang tampak sangat megah nan mewah, rumah dengan cat berwarna putih yang dikombinasikan dengan warna coklat muda itu terlihat layaknya rumah-rumah kerajaan yang pernah Alyssa tonton di televisi. Kini, Alyssa bisa tinggal di rumah besar seperti dulu lagi meski dengan keterpaksaan.

“Istirahatlah dulu, tenangkan pikiranmu. Besok pagi, aku tidak mau melihatmu menangis lagi,” kata Roy saat mereka telah masuk ke dalam rumah.

“Antarkan dia ke kamarnya,” titah Roy pada ketua pelayan di rumahnya.

“Baik, Tuan,” ucap ketua pelayan dengan mengangguk patuh. Wanita itu kemudian menoleh pada Alyssa, “Mari, Nyonya,” ajaknya dengan ramah.

Alyssa mengikuti langkah kaki pelayan tersebut hingga tiba-tiba langkah kaki pelayan itu berhenti tepat di depan pintu kamar dengan cat berwarna putih emas. Ketua pelayan yang biasa dipanggil Bi Ningrum itu dengan sigap membukakan pintu kamar tersebut, lalu mengajak Alyssa masuk ke dalam kamar tamu yang kini menjadi kamarnya.

“Baju-bajunya sudah di lemari, Nyonya barangkali Nyonya ingin berganti pakaian,” ucap Bi Ningrum memberitahu, sedangkan Alyssa hanya menjawab dengan anggukan singkat. “Apa Nyonya ingin mandi? Kalau mau mandi biar saya siapkan dulu air hangatnya,” tawar Bi Ningrum dengan ramah.

“Tidak, aku hanya butuh istirahat, tolong tinggalkan aku sendiri,” sela Alyssa.

“Baik, kalau begitu saya keluar dulu, Nyonya. Nanti jika ada yang Nyonya butuhkan bisa panggil saya,” ujar Bu Ningrum seraya tersenyum lembut. Alyssa hanya mengangguk singkat, kemudian mengalihkan pandangannya karena air matanya akan meluncur kembali.

Setelah pintu tertutup, sesuai dugaan, air mata Alyssa seketika mengalir membasahi pipi mulusnya. Make-up yang telah menempel di wajah wanita itu bahkan hampir hilang karena air mata yang tidak henti-hentinya keluar.

Alyssa duduk di pinggir ranjang dengan kedua telapak tangannya yang ia letakkan di depan wajahnya. Dadanya naik turun dengan isakan yang terus terdengar. Pikirannya terus berputar mengingat kenyataan pahit yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin Dio—suaminya, orang yang seharusnya melindunginya justru dengan tega malah menjualnya demi uatng, bahkan Dio sama sekali tidak minta maaf dan menerima uang itu tanpa4asa bersalah kepadanya..

Setelah puas menangis, mata Alyssa seketika terpejam begitu saja. Sangking lelah fisik dan jiwanya, Alyssa tanpa sadar tertidur di atas ranjang tersebut. Wajah wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu kini tampak sangat damai ketika ia tengah tidur dengan nyenyak

***

Pagi hari yang cerah telah menyapa, namun tampaknya Alyssa masih betah dengan mimpinya. Wanita itu hingga setia memejamkan kedua matanya di atas ranjang itu. Bi Ningrum mencoba mengetuk pintu kamar Alyssa beberapa kali, namun tak ada jawaban. Bi Ningrum tampaknya menjadi bimbang antara kembali melanjutkan mengetuk pintu lagi, atau justru berhenti dan menunggu Alyssa bangun dengan sendirinya saja. Setelah mempertimbangkannya, Bi Ningrum memilih kembali melanjutkan mengetuk pintu kamar Alyssa kembali karena hari sudah akan siang. Bi Ningrum takut jika Alyssa nanti jadi sakit karena belum sarapan sejak pagi tadi.

Tok Tok Tok

Wanita paruh baya itu menunggu beberapa menit menunggu jawaban dari Alyssa yang ternyata belum ada suara sama sekali, akhirnya bi Ningrum kembali mengetuk pintu itu hingga akhirnya Alyssa bangun juga.

Alyssa lantas berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kamarnya. Tampak bi Ningrum yang sudah menunggunya di depan pintu dengan senyuman ramah yang ia tunjukkan.

“Saya bawakan sarapan, Nyonya, karena hari sudah hampir siang,” ujar Bi Ningrum. “Boleh saya masuk untuk menaruh makanan ini?” lanjutnya mencoba bertanya. Alyssa yang perasaannya belum sepenuhnya baik pun hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda jika dia memperbolehkan wanita itu masuk.

Melihat jawaban Alyssa, bi Ningrum melangkah masuk ke dalam kamar dan meletakkan nampan yang penuh dengan lauk pauk beserta susu dan juga desert untuk Alyssa. Bi Ningrum kemudian berjalan ke arah jendela, tangannya dengan cekatan memegang sisi tirai tebal berwarna coklat muda keemasan, menariknya dengan lembut ke samping hingga terikat rapi di pinggir jendela. Di balik tirai tebal itu, terlihat hordeng tipis berwarna putih yang sengaja dibiarkan terjunta. Silau cahaya menembus hordeng putih itu, menyebar ke seluruh kamar tanpa mengungkapkan bagian dalamnya kepada dunia luar. Suasana kamar tetap privat namun dipenuhi dengan cahaya alami yang menenangkan.

Setelah kepergian Bi Ningrum, Alyssa kembali naik ke atas ranjangnya dan merendahkan tubuhnya lagi. Jika biasanya setiap pagi dirinya akan ke rumah para tetangga untuk mengambil pakaian kotor milik para pelanggannya yang akan dia cuci, kini Alyssa hanya ingin menyendiri menenangkan hatinya yang masih dalam keadaan terluka, lagipun juga pasti dirinya sudah tidak akan bisa bekerja seperti biasanya lagi karena ia sudah dijual oleh suaminya. Kini, Alyssa hanya bisa meratapi nasibnya di dalam kamar barunya yang sangat luas ini.

Matanya menoleh melihat makanan di atas nampan yang tadi dibawa oleh Bi Ningrum. Makanan yang terlihat mewah, namun saat ini nafsu makannya sedang hilang entah ke mana. Sakit di hatinya mengalahkan rasa lapar di dalam perutnya. Wanita itu lebih memilih merenung kembali, melihat langit-langit atas sembari mengingat semua yang telah terjadi di dalam pernikahannya bersama dengan Dio selama beberapa tahun ini.

Air mata tak lagi bisa ia bendung. Hatinya teramat sakit saat mengingat semua yang terjadi di dalam kehidupannya. Mulai dari waktu kebersamaan bersama orang tuanya yang jarang bisa ia rasakan, kemudian saat ia sudah dewasa tiba-tiba dirinya dijodohkan oleh Dio demi bisnis papanya, tak lama setelah pernikahannya justru kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan tunggal, hidupnya jadi miskin gara-gara ulah suaminya, dan yang terakhir Alyssa justru dijual oleh suaminya sendiri hanya demi uang. Lengkap sudah penderitaan Alyssa selama ini. Tak ada lagi harapan bahagia di dalam dirinya. Kini, ia hanya bisa pasrah menerima takdir pahit ini. Isakan tangisan terus keluar dari mulutnya. Alyssa kini benar-benar tidak tahan dengan nasibnya. “Kenapa hidup gue sesial ini, sih?” jerit Alyssa sembari tersedu-sedu.

Bi Ningrum dan para pelayan lainnya yang tengah di lantai bawah, tepatnya di dapur, mereka sampai terkejut saat mendengar ada suara tangisan dari kamar Alyssa. Hati mereka ikut teriris mendengar tangisan pilu itu. Entah apa yang telah terjadi pada Alyssa, tapi dari suaranya terdengar sangat amat sakit.

“Kenapa, ya? Apa terjadi sesuatu?” tanya salah satu pelayan kepada teman-teman pelayan lainnya.

“Apa Nyonya nangis karena Pak Bos?” timpal pelayan lainnya yang juga ikut bertanya.

“Entahlah, aku tidak tahu, tapi mungkin saja, sih,” celetuk salah satu pelayan di antara mereka.

“Huss, sudah, kita jangan ikut campur. Kita semua tidak tahu apa yang telah terjadi pada Nyonya, jadi sebaiknya kita tidak bersikap ceroboh dengan mencari tahu hal-hal yang seharusnya tidak kita ketahui. Berpura-pura tuli lah agar hidup kita aman,” tegur Bi Ningrum selaku kepala pelayan. Setelahnya mereka semua mengangguk patuh dan kembali melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing, sedangkan di dalam kamar Alyssa tak menghentikan tangisnya hingga siang hari.

Pukul 12:00 siang Bi Ningrum ke kamar Alyssa lagi dengan membawakan makan siang untuk wanita yang dia panggil dengan sebutan Nyonya itu, siapa lagi kalau bukan Alyssa. Satu-satunya wanita yang diperbolehkan tinggal di rumah majikannya, bahkan semua pelayan diminta Roy agar memanggil Alyssa “Nyonya.”

Tok Tok Tok!!

Bi Ningrum mengetuk pintu itu perlahan. Suara tangus nampaknya sudah tak terdengar, namun Alyssa sama sekali tidak menjawab ataupun membuka pintu kamarnya.

“Nyonya, saya membawakan makan siang untuk Nyonya. Boleh saya masuk ke dalam?” Hening, tak ada suara apa pun dari dalam kamar Alyssa. “Apa tidur, ya?” batin Bi Ningrum.

Bi Ningrum yang merasa sedikit cemas pun lantas mencoba membuka pintu kamar Alyssa yang ternyata sama sekali tidak dikunci. Dengan perlahan Bi Ningrum melangkah masuk. Matanya melirik melihat Alyssa yang sepertinya masih menangis. Meski suaranya tak terdengar karena Alyssa menutupi kepalanya dengan bantal, namun gerakan badan bagian belakang belakang Alyssa yang terlihat sesegukan itu memperlihatkan kalau Alyssa masih menangis. Bi Ningrum dibuat terkejut saat matanya melihat nampan berisi makanan yang tadi pagi ia bawa ternyata masih utuh dan belum tersentuh sedikit pun.

“Loh, Nyonya tadi pagi gak sarapan?” tanya Bi Ningrum memastikan, meskipun sebenarnya ia sudah tau jawabannya. “Nyonya kenapa gak sarapan, nanti sakit, loh?” Bi Ningrum berusaha mencari cara agar ia bisa akrab dengan Alyssa. Kepala pelayan itu kemudian mencoba duduk di pinggir ranjang, berusaha membujuk Alyssa agar mau makan siang.

Tangan Bi Ningrum terulur mengusap lengan Alyssa. “Nyonya, makan dulu, yuk!” bujuk Bi Ningrum, tapi Alyssa masih tidak merespon sedikit pun. “Nyonya kenapa? Kalau Nyonya mau berbagi cerita sama Bibi, Bibi siap dengerin, kok.”

Alyssa yang merasa belum kenal, juga belum dekat dengan Bi Ningrum itu membuatnya tak mau merespon apa pun. Yang ia butuhkan saat ini hanya menyendiri sampai hatinya lega dan ia bisa menerima semua kenyataan pahit ini.

Bi Ningrum yang melihat Alyssa tak mau meresponnya lantas menoleh pada nampan yang ada di atas nakas sebelah tempat tidur Alyssa. “Makan dulu ya, Nyonya, saya suapin biar Nyonya gak lemas. Kalau Nyonya nggak makan nanti Nyonya bisa sakit, dan saya bisa dipecat sama pak Roy.” Bi Ningrum mau tak mau harus berkata seperti itu agar Alyssa mau makan. Akhirnya, Alyssa menoleh menatap Bi Ningrum dengan mata yang sudah terlihat sembab, bahkan bekas air matanya pun masih tampak jelas di wajah wanita itu.

“Nanti akan saya makan, saat ini saya hanya butuh waktu untuk sendiri,” lirih Alyssa.

“Baiklah, nanti jangan lup makan siangnya dimakan, ya, Bibi lanjutin kerjaan Bibi dulu,” ucap Bi Ningrum seraya tersenyum lembut, sedangkan Alyssa kembali membenamkan wajahnya pada bantal yang ia pegang.

***

Pukul 20:00 malam Roy tiba di rumah. Seperti biasa para pelayan langsung menyambutnya dan mempersilakan Roy untuk makan malam.

“Alyssa sudah makan?” tanya Roy yang tak mendapati Alyssa di ruang makan.

“Maaf, Tuan, Nyonya Alyssa sejak tadi pagi mengurung diri di dalam kamarnya. Saya sudah bawakan sarapan dan makan siang untuk Nyonya, tapi Nyonya sama sekali tidak memakannya. Saya juga sudah bujuk Nyonya dan berinisiatif untuk menyuapi Nyonya, tapi Nyonya tidak mau. Maafkan saya, Tuan,” ungkap Bi Ningrum takut-takut.

“Sekarang di mana dia? Masih di kamarnya?” tanya Roy menoleh sekilas pada Bi Ningrum.

Bi Ningrum dengan cepat mengangguk. “Iya, Tuan.”

Mendengar jawaban Bi Ningrum, Roy lantas berjalan ke arah kamar Alyssa. Langkahnya yang tegas membuat orang-orang di sekelilingnya merasa takut dengan apa yang akan terjadi. Terlihat Roy melinting kemeja pergelangan tangannya sembari kakinya terus melangkah menaiki tangga.

Di sisi lain, Alyssa tampak duduk termenung di pinggir ranjang dengan tatapan kosong. Wanita itu benar-benar terlihat hancur. Kesedihan yang terlalu dalam membuatnya tidak ingin melanjutkan hidupnya, namun takdir masih memintanya untuk tetap hidup di bumi yang abu-abu ini.

Suara pintu terbuka, menampakkan wajah lelaki yang telah membelinya. Lelaki berwajah dingin tanpa ekspresi yang sama sekali tak pernah Alyssa kenali. Roy masuk dengan langkah tenang namun penuh otoritas, terdengar tegas sesuai dengan wajah pria itu.

Alyssa sama sekali tak menggubris siapa yang akan menghampirinya, yang ia inginkan saat ini hanya diam tanpa mau tahu keadaan di sekitarnya. Wanita itu bahkan tampak sangat kucel dan tak terurus. Rambutnya tergerai, namun terlihat kusut, beberapa helaian rambutnya menempel di wajah Alyssa. Matanya bengkak dan merah dengan lingkaran hitam di bawahnya akibat kurang tidur karena menangis yang terlalu lama. Terlihat bekas air mata yang sudah mengering. Wajah wanita itu bahkan tampak pucat dan kusam tak seperti saat Roy bertemu Alyssa tadi malam. Terlihat juga tisu bekas yang berserakan di lantai, selimut dan bantal pun tampak sangat berantakan. Alyssa benar-benar terlihat kacau.

Roy menghampiri Alyssa dan berdiri tepat di samping wanita itu. Meski sebenarnya merasa kasihan, tapi semua ini sudah menjadi kesepakatan antara Roy dengan Dio, dan Alyssa harus menanggung kesepakatan itu karena Roy sudah membayar mahal Alyssa. Pria itu memandang Alyssa dengan wajah datar tanpa ekspresi sedikit pun.

“Kau tidak makan seharian?” tanya Roy saat melihat nampan di atas nakas masih penuh dengan lauk pauk dan semua yang dibawa Bi Ningrum siang tadi.

Hening. Tak ada jawaban sama sekali dari mulut Alyssa. Tak menyerah, Roy kembali bertanya dengan sindiran celetukannya. “Kenapa kau tidak makan? Apa kau berniat untuk berpuasa, atau mencoba bunuh diri?” Alyssa menoleh sekilas, kemudian kembali memandang luar jendela dengan tatapan kosong.

“Makanlah, atau aku yang akan menyuapimu,” pungkas Roy. Namun, Alyssa sama sekali tak mengindahkan ucapan Roy. Roy yang merasa diabaikan lantas dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. “Bawakan makan malam sekarang,” titah Roy pada seseorang di sambungan teleponnya. Tak lama, hanya dalam beberapa menit pintu terbuka lebar menampakkan Bi Ningrum yang membawa nampan berisi makan malam untuk Alyssa. Tenyata yang Roy hubungi adalah nomor telepon rumahnya sendiri dan meminta pelayannya untuk membawa makan malam itu

Bi Ningrum melangkah masuk menaruh nampan yang ia bawa di atas nakas, “Makan malam Tuan mau saya bawakan ke sini juga, Tuan?” tanya Bi Ningrum.

“Tidak perlu. Nanti saya akan makan di sana,” jawab Roy tenang, namun terdengar tegas.

“Baik, Tuan, kalau begitu saya ke bawah dulu.” Roy hanya menjawabnya dengan anggukan singkat.

Roy kemudian mengambil nampan itu, duduk di samping Alyssa dan mulai menyendok makan malam untuk Alyssa. “Buka mulutmu,” titah Roy, namun Alyssa tetap tak menggubrisnya.

“Aku bilang buka mulutmu, atau aku yang akan menyuapimu dengan mulutku,” ancam Roy yang membuat Alyssa menoleh sekilas.

“Aku tidak ingin makan,” cetus Alyssa sambil menatap ke luar jendela.

“Baiklah jika itu maumu, maka jangan menyesal dengan apa yang akan aku lakukan.”

Bab terkait

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 5

    Belum sempat Alyssa menoleh, dengan gerakan yang sangat cepat Roy memindahkan nasi yang telah dikunyah dari mulutnya ke mulut Alyssa menggunakan bibirnya, Alyssa yang terkejut berusaha memberontak, tapi tak bisa karena Roy menahan tengkuknya dengan salah satu tangan pria itu, sedangkan tangan yang lainnya Roy gunakan untuk menekan kedua pipi Alyssa agar wanita itu membuka mulutnya. Setelah makanan itu masuk ke dalam mulut Alyssa, dengan cepat Roy langsung menahan dagu Alyssa agar mulut wanita itu tidak terbuka. “Telan, cepat!” titah Roy dengan halus, namun penuh penekanan bahwa dia tidak mau dibantah.Alyssa menggeleng. Wanita itu ingin memuntahkan makanan di mulutnya, tapi mulutnya tidak bisa ia buka karena ditahan oleh Roy. “Telan, atau aku yang akan memakanmu,” ancam Roy sekali lagi, namun Alyssa tetap menggeleng mencerminkan penolakannya pada Roy.Roy yang kesal lantas kembali mengunyah makanan itu dan memindahkannya ke mulut Alyssa lagi untuk yang ke dua kalinya. Namun, jika yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 6

    Di tempat lain, seorang pria berumur 33 tahun dengan mengenakan kemeja kasual yang dibuka beberapa kancing bagian atasnya, pria itu tampak sedang bersantai di salah satu sofa yang ada di sebuah klub malam. Lampu neon berwarna biru dan ungu memantulkan bayangan pria itu, sementara musik EDM berdentum keras dari speaker di sekitarnya. Di meja depannya, terdapat botol-botol minuman keras disertai gelas-gelas kaca yang telah berjejer rapi. Aroma minuman, rokok, dan wangi parfum yang menusuk hidung bercampur menjadi satu memenuhi udara. Pria itu tampak tertawa lepas bersama beberapa teman lelakinya yang juga terlihat sedang menikmati suasana malam. "Malam ini kita bisa habiskan malam panjang kita bersama wanita-wanita yang kita inginkan. Tinggal pilih mau yang mana, mereka akan dengan senang hati melayani kita sepuasnya, hahahaha." Pria itu tertawa sembari mengangkat tangannya untuk kembali menghisap rokok yang ia selipkan pada jari-jarinya. Di lain sofa, beberapa wanita berpakaian min

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 7

    Keesokan paginya saat Roy sampai di ruang makan, matanya tak melihat keberadaan Alyssa sedikit pun. Pria itu lantas bertanya pada kepala pelayannya—Bi Ningrum. “Alyssa belum bangun?” “Tadi sudah saya bangunkan, Tuan, tapi belum ke bawah juga, sepertinya Nyonya ketiduran lagi, atau mungkin Nyonya sedang bersiap-siap,“ jawab Bi Ningrum tak pasti. “Panggil lagi, bilang sudah saya tunggu di ruang makan,” pungkas Roy tegas. “Baik, Tuan.” Bi Ningrum lantas menuju ke kamar Alyssa lagi. Mengetuk pintu itu beberapa kali sampai Alyssa membukakan pintu kamarnya. “Nyonya, sudah ditunggu Tuan di ruang makan,” ungkap Bi Ningrum. Alyssa menjawab dengan anggukan kepalanya. “Sebentar, saya cuci muka dulu.” Belum sempat Bi Ningrum menjawab, Alyssa langsung berlari ke arah kamar mandi, lalu mencuci wajahnya dan menyikat giginya dengan cepat agar pria itu tidak marah. Selesai menyeka wajahnya dengan handuk kecil, Alyssa lantas buru-buru keluar dari kamarnya. Terlihat Bi Ningrum yang masih berdir

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 8

    “Kau tak ganti baju? Apa mau aku gantikan?” Suara Roy memecah lamunan Alyssa yang sejak tadi bengong dengan rasa keterkejutannya. “Tidak perlu. Aku bisa ganti sendiri,” sahut Alyssa cepat. Wanita itu berbalik berniat mengambil pakaian, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Mmm, Roy?” panggil Alyssa ragu. “Yes, Baby?” jawab Roy seraya tersenyum manis, membuat jantung Alyssa seketika berdisko. “Ak—aku ... aku tidak membawa pakaian,” ungkap Alyssa takut-takut membuat Roy terkekeh kecil. Pria itu tiba-tiba merangkulkan salah satu tangannya pada pinggang Alyssa seraya melangkah maju hingga Alyssa spontan terdorong ke belakang. Roy terus melangkah maju sembari tangan satunya merapikan rambut Alyssa. Tubuh Alyssa terdorong ke belakang sampai akhirnya wanita itu terpentok pada sebuah lemari yang tampak besar dan cukup panjang. Roy menunduk, mensejajarkan mukanya dengan wajah Alyssa, menatap bibir tipis nan seksi itu, sedangkan Alyssa, nafas wanita itu sampai tercekat di tenggorokan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 9

    Alyssa sontak melotot terkejut saat mendengar lenguhan Roy. Pria itu menggosok-gosok lembut hidungnya pada bahu Alyssa, lalu menghirup aroma tubuh bagian tengkuk Alyssa. Alyssa hanya bisa menahan rasa geli akibat yang dilakukan Roy. “R—roy, bisa tolong agak jauhan?” pinta Alyssa hati-hati. “Tidak bisa, Baby. Aku tak bisa jauh darimu,” balas Roy dengan tenang. Pria itu masih tampak nyaman memeluk tubuh Alyssa. “Al, bolehkah aku minta sekarang?” tanya Roy. Deg! Hati Alyssa semakin panik mendengar permintaan Roy. Sepertinya kali ini ia tak akan selamat. Tanpak Alyssa menggigit bibir bawahnya, sedangkan tangannya memilin-milin ujung baju piyamanya untuk menutupi rasa takutnya. “Aku menginginkanmu, ku mohon,” bisik Roy di telinga Alyssa. “Aku janji akan melakukannya dengan lembut,” ucap Roy bersungguh-sungguh. “T—tapi ... eemmhh.” Alyssa merutuki dirinya di dalam hati karena ia kelepasan mengeluarkan desahannya meski ia sudah berusaha semaksimal mungkin menahan rasa geli akiba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    BAB 10

    Dengan cepat Roy mengangkat tubuh Alyssa dan membawanya ke atas ranjang. Roy mencoba menyadarkan Alyssa dengan cara menekan dada Alyssa berharap bisa memompa keluar air yang telah memenuhi paru-paru wanitanya. Setelah beberapa kali mencoba dan Alyssa belum tersadar juga, Roy yang sudah diambang keputusasaan dengan rasa panik yang luar biasa, pria itu meneteskan air matanya merasa takut kehilangan Alyssa. “Sayang, tolong bangunlah, Baby. Jangan buat aku panik seperti ini,“ pinta Roy dengan suara serak. “Alyssa, aku mohon jangan tinggalkan aku,” rengek pria itu dengan tangan yang masih terus menekan dada Alyssa. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya usaha Roy membuahkan hasil. Air mengalir keluar dari mulut Alyssa. Roy lantas mengusap pipi Alyssa dengan lembut. “Syukurlah kamu udah sadar, baby.” Baru saja Roy merasa lega, di detik berikutnya rasa panik kembali merasukinya saat tiba-tiba Alyssa kembali memejamkan kedua matanya. “Sayang? Al, kamu jangan bikin aku khawatir lagi, d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    BAB 11

    Roy yang mendengar penjelasan Rendy bagai dihantam batu besar. Ia tak menyangka jika kesedihan Alyssa sedalam itu. “Jadi selama ini dia gak baik-baik aja? Aku kira dia udah melupakan suaminya,” batin Roy yang mengira Alyssa terluka hanya karena dijual oleh suaminya. Usai meletakkan stetoskop ke dalam tas medis, Rendy bangkit ranjang yang ia duduki. “Gua kasih resepnya ke Dita, nanti biar dia yang nebus obatnya dan bawa langsung ke sini,” ucap dokter Rendy sembari berjalan mengitari ranjang. “Gua pulang dulu.” Dokter Rendy menepuk bahu Roy beberapa kali untuk menguatkan Roy. Setelahnya ia kembali ke rumah sakit untuk memeriksa pasien lainnya. Setelah dokter Rendy dan Bi Ningrum sudah benar-benar pergi dari kamarnya, seketika air mata Roy kembali luruh. “Al, kamu sebenarnya kenapa? Apa aku belum bisa bikin kamu bahagia selama di sini? Apa aku kurang perhatian, atau karena aku terlalu sibuk? Maafin aku kalau aku belum bisa bikin kamu bahagia selama ini, tapi tolong lupakan masa lalu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    BAB 12

    Roy menatap Alyssa yang mengalihkan pandangannya. Pria itu tahu kalau Alyssa pasti sedang sedih dengan pikiran yang bersarang di kepala wanita itu. “Makanlah. Sarapan dulu, buka mulutmu.” Roy menyodorkan sendok di tangannya ke mulut Alyssa. Alyssa menoleh. “Aku bertanya, Roy,” ujar Alyssa menatap wajah pria di sampingnya. Tanpa menjawab, Roy kembali menyodorkan sendok di tangannya. “Makan dulu. Aaaaaa.” Alyssa membuka mulutnya dengan pandangan yang masih tertuju pada Roy. “Habiskan dulu makananmu, baru aku jawab pertanyaanmu,” pungkas Roy tak ingin dibantah. Akhirnya, mau tak mau Alyssa harus menahan rasa penasaran di dalam dirinya hingga sarapan itu habis nanti. Dengan patuh Alyssa memakan sarapan itu sampai habis, lalu menelan obat yang disodorkan Roy dengan diakhiri minum air mineral. Setelahnya Roy menaruh nampan itu di atas nakas, lalu membaringkan badannya di samping Alyssa dengan posisi miring ke arah Alyssa. Tangannya merapikan rambut Alyssa dengan lembut. “Apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 20

    Alyssa yang takut, lantas membuka kedua matanya dengan cepat, menatap mata Roy dengan takut-takut. Air matanya hampir tumpah, namun sebisa mungkin Alyssa tetap menahan dirinya agar tidak menangis di depan Roy. “Kenapa kau tidak mau meminum obatnya? Aku hanya memintamu minum obat, Alyssa, bukan menyuruhmu melakukan yang lain. Ini juga demi kesembuhanmu, kenapa sepertinya kau sangat sulit diberitahu?” ucap Roy setengah berbisik. “M–maafkan aku.” Hanya itu kalimat yang mampu keluar dari bibir Alyssa, bahkan saat berbicara, Alyssa pun tak berani menatap mata Roy. Alyssa kemudian memalingkan wajahnya menatap ke arah lain. Air matanya sudah hampir keluar, sebab itulah ia tak berani menatap mata Roy. “Aku tidak butuh permintaan maafmu, Alyssa. Aku hanya ingin kau meminum obatmu, itu saja. Bisa, ‘kan?” Alyssa mengangguk tanpa menatap Roy. Roy yang melihatnya lantas mengangkat salah satu tangannya, memegang dagu Alyssa dan mengarahkannya agar menatapnya kembali. Tes! Tanpa Roy s

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    bab 19

    “Bantu apa?” tanya Alyssa bingung. “Bantu membuatmu melupakan masa lalumu yang menyakitkan itu,” jawab Roy sungguh-sungguh. Alyssa tak menjawab. Wanita itu kembali memalingkan wajahnya menatap hamparan luas pemandangan di luar restoran. Kembali terjadi keheningan di antara mereka. Keduanya sama-sama menatap pemandangan dengan pikiran mereka masing-masing. “Alyssa,” panggil Roy dengan tenang. Alyssa menoleh, menatap wajah yang tampak tak sedatar biasanya. “Apa selama kau bersamaku, aku belum bisa membuatmu nyaman sedikit pun?” tanya Roy sembari menatap dalam mata Alyssa. Alyssa tersenyum kecut. “Aku tidak bisa menjawabnya,” ujar Alyssa memalingkan wajahnya. “Kenapa?” sahut Roy dengan dahi berkerut. “Jawabannya ada di dirimu sendiri.” “Maksudmu?” tanya Roy tak mengerti. Bukannya menjawab, Alyssa malah bangkit dari tempat duduknya dan bersiap pergi. Roy yang melihat Alyssa akan pergi lantas ikut berdiri, lalu memegang pergelangan tangan Alyssa. “Mau ke mana?” tanya R

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 18

    Suasana di dalam ruangan terlihat luas nan mewah. Hanya dengan melihatnya sekilas saja sudah tampak jelas jika ruangan itu adalah ruangan eksklusif yang tidak sembarang orang bisa memasukinya. Desain interior yang dirancang dengan material berkualitas tinggi, dinding tampak di marmer serta dihiasi dengan panel kayu dan sedikit tambahan wallpaper premium. Lampu gantung kristal dengan cahaya lembut yang mampu menciptakan atmosfer hangat nan intim, juga tak tertinggal terdapat lukisan seni dan bunga segar yang dapat memberikan sentuhan estetika. Meja makan berbahan kayu yang panjangnya sekitar dua setengah sampai tiga meter, di atasnya sudah dipasang table runner atau yang biasa disebut dengan taplak meja. Tampak aksesoris seperti napkin kain, piring porselen, dan gelas kristal yang sudah tertata rapi di atas meja. Bangku-bangku saling berhadapan tampak sejajar dan rapi. Berbagai hidangan juga telah disajikan di atas meja. Alyssa menoleh pada Roy, “Mau makan sama siapa saja?” tan

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 17

    “Ck, bisa jalan yang bener gak, sih!” omel Alyssa dengan kesal. Wanita itu benar-benar malu karena tak sengaja menabrak badan Roy, ditambah lagi ia terkejut saat mendengar pertanyaan random dari mulut pria dingin di hadapannya itu. Roy terkekeh. “Makanya kalau jalan yang fokus, lihat ke depan.” “Ini juga tadi udah fokus, kamunya aja yang tiba-tiba berhenti gak bilang-bilang,” sahut Alyssa. Roy yang melihat Alyssa mengomel justru tersenyum. Pandangannya fokus pada bibir Alyssa yang terlihat menggemaskan. Andai ia tak mengendalikan dirinya seperti sekarang, sudah pasti Roy langsung melahap habis bibir wanita di hadapannya itu. Alyssa yang menyadari Roy justru fokus pada bibirnya, seketika wanita itu langsung merinding takut. Ia tak ingin dirinya digarap oleh Roy lagi. Dengan cepat Alyssa berjalan keluar dari kamarnya meninggalkan Roy begitu saja, sedangkan Roy justru terkekeh melihat Alyssa yang sedang menghindarinya. “Bi, makan malamnya kalian makan aja, saya dan Alyssa mau ma

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 16

    Dengan sedikit panik Roy keluar dari kamarnya, berjalan cepat menuruni anakan tangga menuju ke lantai bawah, tepatnya ke dapur tempat para pelayan sedang menyiapkan makan siang untuknya dan Alyssa. “Bi, Alyssa ke mana?” tanya Roy to the point. Bi Ningrum yang mendengar suara majikannya lantas langsung meninggalkan pekerjaannya begitu saja, lalu menghampiri tuannya, sedangkan kerjaannya spontan langsung digantikan oleh pelayan lainnya atas inisiatif dari teman sesama para pelayan di sana. “Maaf, Tuan, Nyonya tadi minta pindah ke kamarnya, jadi saya antarkan Nyonya ke kamar beliau,” jawab Bi Ningrum menunduk. “Oh ….” Roy menggantung kalimatnya. “Oke,” lanjutnya kemudian. Pria itu lantas berbalik, berjalan menaiki tangga sembari memikirkan sesuatu. Bi Ningrum yang melihat tuannya sepertinya sudah puas dengan jawabannya pun lantas kembali masuk ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun, baru saja Bi Ningrum akan melanjutkan pekerjaannya, tiba-tiba suara Roy kembali terdengar

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 15

    Roy berjalan masuk ke dalam toko bunga tersebut. Tercium harum yang sangat wangi dengan aroma bunga yang berbeda-beda dan penuh warna. Penjual bunga yang melihat kedatangan seorang pria dengan setelan mahal nan keren, lantas menghampiri pria tersebut yang tak lain adalah Roy. “Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan ramah. “Saya ingin membeli bunga yang istimewa untuk istri saya. Tolong pilihkan bunga yang bisa membuat mood-nya menjadi lebih baik.” “Baik. Apakah ada bunga favorit yang disukai istri Bapak?” “Saya tidak tahu. Pilihkan saja bunga yang spesial dengan warna yang cantik untuknya,” pungkas Roy, masih dengan wajah yang datar. “Baik, Pak. Saya pilihkan dulu bunga-bunganya, nanti Bapak tinggal pilih yang cocok untuk diberikan pada istri Bapak. Mohon menunggu sebentar ya, Pak.” Wanita itu lantas bergegas memilihkan bunga-bunga yang spesial untuk pelanggannya, sedangkan Roy duduk menunggu bunga yang ia pesan sembari memainkan ponselnya. Selang

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 14

    POV Roy. Aku tidak tau lagi harus bagaimana. Entah apa yang harus kulakukan agar Alyssa bisa menerimaku. Jujur aku mencintainya sejak pandangan pertama, tapi aku tahu saat itu Alyssa sedang terpuruk karena ditinggalkan oleh suaminya bersamaku. Aku tahu Alyssa bukanlah wanita biasa karena auranya begitu terpancar hingga membuatku tertarik dan melabuhkan hati ini padanya. Setiap melihatnya, rasanya aku jatuh cinta berkali-kali lipat padanya. Dia satu-satunya wanita yang mampu membuatku jatuh cinta. Dia juga yang mampu membuatku jadi bucin begini. Setiap hari aku selalu mengajak Alyssa makan bersama, tak jarang juga aku meminta Bi Ningrum untuk memanggil Alyssa agar segera turun dan makan bersamaku di ruang makan. Aku selalu berusaha mencari topik pembicaraan agar kami bisa mengobrol, tapi ia selalu menjawab dengan singkat sambil tersenyum tipis. Namun, aku tak pernah menyerah untuk mendapatkan hatinya. Aku bahkan selalu membawakan sesuatu setiap kali aku sampai rumah seusai pergi

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    BAB 13

    Di kamar Roy, Bi Ningrum duduk di pinggir ranjang setelah sebelumnya ia mengetuk pintu dan meminta izin pada Alyssa untuk masuk ke dalam. Kini, wanita paruh baya itu menemani Alyssa sambil mengajak Alyssa mengobrol. Membicarakan banyak hal yang menarik untuk dibahas. Meski awalnya Alyssa masih agak canggung, tapi lama-kelamaan Bi Ningrum mampu mengambil hati Alyssa dan mereka bisa mengobrol dengan seru. “Oh iya, Bi, ini kamar Roy, ya?” tanya Alyssa pada Bi Ningrum. Bi Ningrum lantas mengangguk. “Iya, Nyonya.” “Oh, pantes banyak foto dia.” Alyssa manggut-manggut. “Trus kenapa saya dibawa ke sini, Bi?” tanya Alyssa kemudian. “Sprei Nyonya kemarin basah, jadi Tuan pindahin Nyonya ke sini,” ungkap Bi Ningrum. “Tapi sekarang sudah bisa dipake, kok, spreinya sudah Bibi ganti.” “Syukurlah, nanti saya bisa balik ke kamar kalau sudah tidak begitu lemas.” *** Di sisi lain, mobil Roy yang sudah sampai di depan bangunan besar yang biasa Roy jadikan basecamp sekaligus tempat penjar

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    BAB 12

    Roy menatap Alyssa yang mengalihkan pandangannya. Pria itu tahu kalau Alyssa pasti sedang sedih dengan pikiran yang bersarang di kepala wanita itu. “Makanlah. Sarapan dulu, buka mulutmu.” Roy menyodorkan sendok di tangannya ke mulut Alyssa. Alyssa menoleh. “Aku bertanya, Roy,” ujar Alyssa menatap wajah pria di sampingnya. Tanpa menjawab, Roy kembali menyodorkan sendok di tangannya. “Makan dulu. Aaaaaa.” Alyssa membuka mulutnya dengan pandangan yang masih tertuju pada Roy. “Habiskan dulu makananmu, baru aku jawab pertanyaanmu,” pungkas Roy tak ingin dibantah. Akhirnya, mau tak mau Alyssa harus menahan rasa penasaran di dalam dirinya hingga sarapan itu habis nanti. Dengan patuh Alyssa memakan sarapan itu sampai habis, lalu menelan obat yang disodorkan Roy dengan diakhiri minum air mineral. Setelahnya Roy menaruh nampan itu di atas nakas, lalu membaringkan badannya di samping Alyssa dengan posisi miring ke arah Alyssa. Tangannya merapikan rambut Alyssa dengan lembut. “Apa yang

DMCA.com Protection Status