Roy menatap Alyssa yang mengalihkan pandangannya. Pria itu tahu kalau Alyssa pasti sedang sedih dengan pikiran yang bersarang di kepala wanita itu. “Makanlah. Sarapan dulu, buka mulutmu.” Roy menyodorkan sendok di tangannya ke mulut Alyssa. Alyssa menoleh. “Aku bertanya, Roy,” ujar Alyssa menatap wajah pria di sampingnya. Tanpa menjawab, Roy kembali menyodorkan sendok di tangannya. “Makan dulu. Aaaaaa.” Alyssa membuka mulutnya dengan pandangan yang masih tertuju pada Roy. “Habiskan dulu makananmu, baru aku jawab pertanyaanmu,” pungkas Roy tak ingin dibantah. Akhirnya, mau tak mau Alyssa harus menahan rasa penasaran di dalam dirinya hingga sarapan itu habis nanti. Dengan patuh Alyssa memakan sarapan itu sampai habis, lalu menelan obat yang disodorkan Roy dengan diakhiri minum air mineral. Setelahnya Roy menaruh nampan itu di atas nakas, lalu membaringkan badannya di samping Alyssa dengan posisi miring ke arah Alyssa. Tangannya merapikan rambut Alyssa dengan lembut. “Apa yang
Di kamar Roy, Bi Ningrum duduk di pinggir ranjang setelah sebelumnya ia mengetuk pintu dan meminta izin pada Alyssa untuk masuk ke dalam. Kini, wanita paruh baya itu menemani Alyssa sambil mengajak Alyssa mengobrol. Membicarakan banyak hal yang menarik untuk dibahas. Meski awalnya Alyssa masih agak canggung, tapi lama-kelamaan Bi Ningrum mampu mengambil hati Alyssa dan mereka bisa mengobrol dengan seru. “Oh iya, Bi, ini kamar Roy, ya?” tanya Alyssa pada Bi Ningrum. Bi Ningrum lantas mengangguk. “Iya, Nyonya.” “Oh, pantes banyak foto dia.” Alyssa manggut-manggut. “Trus kenapa saya dibawa ke sini, Bi?” tanya Alyssa kemudian. “Sprei Nyonya kemarin basah, jadi Tuan pindahin Nyonya ke sini,” ungkap Bi Ningrum. “Tapi sekarang sudah bisa dipake, kok, spreinya sudah Bibi ganti.” “Syukurlah, nanti saya bisa balik ke kamar kalau sudah tidak begitu lemas.” *** Di sisi lain, mobil Roy yang sudah sampai di depan bangunan besar yang biasa Roy jadikan basecamp sekaligus tempat penjar
POV Roy. Aku tidak tau lagi harus bagaimana. Entah apa yang harus kulakukan agar Alyssa bisa menerimaku. Jujur aku mencintainya sejak pandangan pertama, tapi aku tahu saat itu Alyssa sedang terpuruk karena ditinggalkan oleh suaminya bersamaku. Aku tahu Alyssa bukanlah wanita biasa karena auranya begitu terpancar hingga membuatku tertarik dan melabuhkan hati ini padanya. Setiap melihatnya, rasanya aku jatuh cinta berkali-kali lipat padanya. Dia satu-satunya wanita yang mampu membuatku jatuh cinta. Dia juga yang mampu membuatku jadi bucin begini. Setiap hari aku selalu mengajak Alyssa makan bersama, tak jarang juga aku meminta Bi Ningrum untuk memanggil Alyssa agar segera turun dan makan bersamaku di ruang makan. Aku selalu berusaha mencari topik pembicaraan agar kami bisa mengobrol, tapi ia selalu menjawab dengan singkat sambil tersenyum tipis. Namun, aku tak pernah menyerah untuk mendapatkan hatinya. Aku bahkan selalu membawakan sesuatu setiap kali aku sampai rumah seusai pergi
Roy berjalan masuk ke dalam toko bunga tersebut. Tercium harum yang sangat wangi dengan aroma bunga yang berbeda-beda dan penuh warna. Penjual bunga yang melihat kedatangan seorang pria dengan setelan mahal nan keren, lantas menghampiri pria tersebut yang tak lain adalah Roy. “Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan ramah. “Saya ingin membeli bunga yang istimewa untuk istri saya. Tolong pilihkan bunga yang bisa membuat mood-nya menjadi lebih baik.” “Baik. Apakah ada bunga favorit yang disukai istri Bapak?” “Saya tidak tahu. Pilihkan saja bunga yang spesial dengan warna yang cantik untuknya,” pungkas Roy, masih dengan wajah yang datar. “Baik, Pak. Saya pilihkan dulu bunga-bunganya, nanti Bapak tinggal pilih yang cocok untuk diberikan pada istri Bapak. Mohon menunggu sebentar ya, Pak.” Wanita itu lantas bergegas memilihkan bunga-bunga yang spesial untuk pelanggannya, sedangkan Roy duduk menunggu bunga yang ia pesan sembari memainkan ponselnya. Selang
Dengan sedikit panik Roy keluar dari kamarnya, berjalan cepat menuruni anakan tangga menuju ke lantai bawah, tepatnya ke dapur tempat para pelayan sedang menyiapkan makan siang untuknya dan Alyssa. “Bi, Alyssa ke mana?” tanya Roy to the point. Bi Ningrum yang mendengar suara majikannya lantas langsung meninggalkan pekerjaannya begitu saja, lalu menghampiri tuannya, sedangkan kerjaannya spontan langsung digantikan oleh pelayan lainnya atas inisiatif dari teman sesama para pelayan di sana. “Maaf, Tuan, Nyonya tadi minta pindah ke kamarnya, jadi saya antarkan Nyonya ke kamar beliau,” jawab Bi Ningrum menunduk. “Oh ….” Roy menggantung kalimatnya. “Oke,” lanjutnya kemudian. Pria itu lantas berbalik, berjalan menaiki tangga sembari memikirkan sesuatu. Bi Ningrum yang melihat tuannya sepertinya sudah puas dengan jawabannya pun lantas kembali masuk ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun, baru saja Bi Ningrum akan melanjutkan pekerjaannya, tiba-tiba suara Roy kembali terdengar
“Ck, bisa jalan yang bener gak, sih!” omel Alyssa dengan kesal. Wanita itu benar-benar malu karena tak sengaja menabrak badan Roy, ditambah lagi ia terkejut saat mendengar pertanyaan random dari mulut pria dingin di hadapannya itu. Roy terkekeh. “Makanya kalau jalan yang fokus, lihat ke depan.” “Ini juga tadi udah fokus, kamunya aja yang tiba-tiba berhenti gak bilang-bilang,” sahut Alyssa. Roy yang melihat Alyssa mengomel justru tersenyum. Pandangannya fokus pada bibir Alyssa yang terlihat menggemaskan. Andai ia tak mengendalikan dirinya seperti sekarang, sudah pasti Roy langsung melahap habis bibir wanita di hadapannya itu. Alyssa yang menyadari Roy justru fokus pada bibirnya, seketika wanita itu langsung merinding takut. Ia tak ingin dirinya digarap oleh Roy lagi. Dengan cepat Alyssa berjalan keluar dari kamarnya meninggalkan Roy begitu saja, sedangkan Roy justru terkekeh melihat Alyssa yang sedang menghindarinya. “Bi, makan malamnya kalian makan aja, saya dan Alyssa mau ma
Suasana di dalam ruangan terlihat luas nan mewah. Hanya dengan melihatnya sekilas saja sudah tampak jelas jika ruangan itu adalah ruangan eksklusif yang tidak sembarang orang bisa memasukinya. Desain interior yang dirancang dengan material berkualitas tinggi, dinding tampak di marmer serta dihiasi dengan panel kayu dan sedikit tambahan wallpaper premium. Lampu gantung kristal dengan cahaya lembut yang mampu menciptakan atmosfer hangat nan intim, juga tak tertinggal terdapat lukisan seni dan bunga segar yang dapat memberikan sentuhan estetika. Meja makan berbahan kayu yang panjangnya sekitar dua setengah sampai tiga meter, di atasnya sudah dipasang table runner atau yang biasa disebut dengan taplak meja. Tampak aksesoris seperti napkin kain, piring porselen, dan gelas kristal yang sudah tertata rapi di atas meja. Bangku-bangku saling berhadapan tampak sejajar dan rapi. Berbagai hidangan juga telah disajikan di atas meja. Alyssa menoleh pada Roy, “Mau makan sama siapa saja?” tan
“Bantu apa?” tanya Alyssa bingung. “Bantu membuatmu melupakan masa lalumu yang menyakitkan itu,” jawab Roy sungguh-sungguh. Alyssa tak menjawab. Wanita itu kembali memalingkan wajahnya menatap hamparan luas pemandangan di luar restoran. Kembali terjadi keheningan di antara mereka. Keduanya sama-sama menatap pemandangan dengan pikiran mereka masing-masing. “Alyssa,” panggil Roy dengan tenang. Alyssa menoleh, menatap wajah yang tampak tak sedatar biasanya. “Apa selama kau bersamaku, aku belum bisa membuatmu nyaman sedikit pun?” tanya Roy sembari menatap dalam mata Alyssa. Alyssa tersenyum kecut. “Aku tidak bisa menjawabnya,” ujar Alyssa memalingkan wajahnya. “Kenapa?” sahut Roy dengan dahi berkerut. “Jawabannya ada di dirimu sendiri.” “Maksudmu?” tanya Roy tak mengerti. Bukannya menjawab, Alyssa malah bangkit dari tempat duduknya dan bersiap pergi. Roy yang melihat Alyssa akan pergi lantas ikut berdiri, lalu memegang pergelangan tangan Alyssa. “Mau ke mana?” tanya R
Mobil mewah memasuki halaman rumah yang tampak begitu megah, berhenti di depan pintu dengan jarak sekitar lima meter. Roy menoleh, menatap wajah cantik Alyssa yang bersandar di bahunya dengan mata yang terpejam. Tampaknya ia ragu untuk membangunkan Alyssa, sementara supirnya sudah membukakan pintu untuknya. Akhirnya, Roy mengangkat Alyssa dengan perlahan supaya Alyssa tak terbangun. Seorang pelayan dengan sigap menghampiri mobil tuannya, berdiri di depan Jerry dengan memegang payung besar guna memayungi majikannya. Roy keluar dari mobilnya dengan menggendong Alyssa ala bridal style, sedangkan Bi Ningrum memayungi keduanya hingga sampai di depan pintu, lalu memberikan payung itu pada pelayan yang lain untuk disimpan di tempat semula, sementara Bi Ningrum menyiapkan minuman untuk majikannya. Begitu minuman yang ia bikin sudah siap, Bi Ningrum dengan dibantu pelayan lainnya, lantas meletakkan minuman-minuman itu di atas nampan-nampan yang telah mereka siapkan, satu untuk Roy, dan sat
Pria itu kemudian sedikit menjauhkan badannya dari Alyssa, mengusap air mata itu dengan lembut, menatapnya dengan raut wajah bersalah. “Alyssa?” panggilnya berbisik. Suaranya bahkan hampir tak terdengar saking pelannya. “Apa sakit? Maaf jika aku mencium 'mu terlalu kasar. Sakit, ya?” Roy meniup pelan bibir Alyssa yang terlihat sedikit bengkak akibat ulahnya. “Maafkan aku.” Roy kembali meminta maaf merasa bersalah pada Alyssa. Namun, Alyssa justru meremas baju di bagian dadanya seakan memberitahu jika dadanya teramat sakit menerima takdir pahit yang selalu datang kepadanya. Mata Roy tak lepas dari gerak-gerik yang dilakukan Alyssa, ia menggenggam halus tangan Alyssa sambil bertanya, "Kenapa? Apa yang sakit?" Namun, Alyssa hanya diam, matanya tetap terpejam dengan diiringi air mata yang terus keluar. "Hey, please ... jangan nangis, dong? Tolong jangan bikin aku panik, Alyssa." Roy mengusap lembut pipi Alyssa, ia menatap sedih pada wanita di hadapannya yang terlihat sangat hancur.
Lagi-lagi Alyssa hanya menggeleng. Roy spontan mengepalkan satu tangannya melihat respon Alyssa yang jelas terlihat kalau Alyssa sedang tidak baik-baik saja. Pria itu menoleh ke arah Tiffany, meminta jawaban dari sikap Alyssa yang tampak badmood, namun Tiffany hanya menggeleng sebagai jawaban kalau dia tidak tahu Alyssa kenapa. “Mau pulang?” tanya Roy. Tangannya mengusap lembut rambut Alyssa dengan penuh kasih sayang, tatapannya sangat terpancar jika pria itu benar-benar mencintai Alyssa. “Beri aku waktu sebentar,” tukas Alyssa tanpa ingin dibantah. Roy mengangguk, lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki. Satu tangannya masih terus membelai lembut rambut Alyssa, berharap wanita di sampingnya kembali ceria seperti saat mereka berlatih tadi. “Tak usah memikirkan hal yang tidak penting, Baby. Cukup nikmati hidupmu di samping ku, maka akan ku pastikan kau bahagia bersamaku selamanya,” bisik Roy yang kemudian mengecup singkat pucuk kepala Alyssa cukup lama, sedangkan A
Dengan cepat wanita itu menggeleng, “Maaf, saya tidak tahu, Nyonya.” “Oh … ya sudah kalau gitu, biar saya tunggu di sini saja.” Alyssa mendudukkan pantatnya pada kursi yang ada di gazebo tersebut. “Baik, Nyonya. Saya akan jaga Nyonya dari situ,” ucapnya sambil menunjuk bangku yang tidak begitu jauh dari Alyssa. Alyssa spontan menoleh cepat, melihat pelayan itu berjalan ke arah bangku yang tidak jauh darinya. “Mbak, gak perlu jagain saya gak apa-apa, kok. Mbak lanjut kerja aja,” seru Alyssa yang merasa sedikit tak enak hati. “Gak apa-apa, Nyonya, sudah tugas saya untuk menemani pelanggan.” Wanita itu lantas mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang ada di gazebo, tentunya tidak jauh dari Alyssa untuk tetap menjaga Alyssa, hanya berjarak dua meter dari kursi yang Alyssa duduki. “Bosnya gak marah Mbak, kalau Mbak nemenin saya?” tanya Alyssa. Ia takut kalau nanti pelayan itu dimarahi oleh bosnya karena menemani dirinya. “Tidak, Nyonya. Bos saya justru akan marah kalau saya tida
“Jadi benar kau selingkuh dariku?” Alex menatap Tasya dengan penuh emosi. Tasya menoleh, menatap Alex sambil tersenyum miring. “Selingkuh? Dia calon suamiku, dan aku tidak pernah mengkhianatinya,” tukas Tasya melirik sinis. “Jadi selama ini kau mempermainkanku?” seru Alex dengan wajah yang telah memerah menahan amarah. Tasya terkekeh pelan, “Hidup itu memang seperti permainan. Kita tinggal memilih, menjadi pemainnya, atau yang dimainkan,” celetuk Tasya. Alex yang semakin terbawa emosi lantas mengepalkan kedua tangannya, lalu menarik-nariknya dan berusaha mengeluarkan tangannya dari ikatan besi yang menjeratnya. Namun, sayangnya hal itu sia-sia baginya. Tasya dan pria di sampingnya berbalik menghadap Roy, “Tugas saya sudah selesai, King. Kami izin untuk kembali berjaga,” pamit Tasya dengan membungkukkan sedikit badannya kepada Roy, lalu keduanya keluar dari ruangan itu setelah Roy memberi kode lewat gerakan telunjuknya. Tatapan Alex terkejut, “Jadi, dia orang suruhan Roy?” batin
Di sebuah ruang bawah tanah yang agak gelap, terlihat seorang pria terikat di dinding berwarna abu-abu. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai besi yang berat, memaksa tubuhnya tetap bersandar tegak pada dinding. Wajahnya penuh luka dan lebam, bekas pertarungan atas perlawanannya saat akan ditangkap oleh anak-anak buah Roy. Matanya memancarkan kelelahan, tetapi ada kilatan amarah yang belum padam. Terlihat darah yang telah mengering di bagian pelipis dan sudut bibirnya. Di sekelilingnya tak terdengar suara apapun, sangat sunyi dan sepi. Dalam kesunyian, pria itu tampak merencanakan sesuatu, menunggu momen yang tepat untuk membebaskan dirinya dari rantai-rantai yang mengikatnya. Namun, dia tidak tahu bahwa tepat di balik pintu tebal itu, dua penjaga berpakaian serba hitam berdiri dengan wajah tanpa ekspresi, dan tangan mereka masing-masing menggenggam senjata api. Dari jauh, terdengar suara langkah pelan namun tegas. Seorang pria dengan setelan santai namun tetap terlihat el
“Tempat memanah? Untuk apa kita ke sini?” tanya Alyssa bingung. Roy menoleh, menatap wajah Alyssa seraya tersenyum lembut. “Untuk apa lagi? Ayo!” pungkas Roy menaikkan dagunya, memberi kode pada Alyssa agar masuk ke lapangan tempat bermain panah. “T--tapi ... aku tidak bisa bermain panah. Aku belum pernah mencobanya,” ucap Alyssa ragu. “Maka aku yang akan mengajarimu sampai kau bisa,” sela Roy. Pria itu terlihat cukup antusias untuk mengajari Alyssa bermain panah, olahraga yang belum pernah Alyssa coba. Keduanya berjalan memasuki lapangan tempat khusus untuk memanah. Roy menerima busur dan anak panah yang diberikan oleh anak buahnya, lalu meletakkan tas kulit berisi beberapa anak panah ke samping tubuhnya. “Aku tidak yakin bisa melakukannya,” ucap Alyssa pesimis. “Tapi aku yakin kau bisa melakukannya,” sela Roy penuh percaya diri. Pria itu lantas berdiri di belakang badan Alyssa, menggenggam kedua tangan Alyssa, lalu menuntunnya untuk memegang busur dan anak panah yang se
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya sang pemilik toko emas.“Saya ingin menjual gelang emas ini, Pak.” Dio menyodorkan gelang yang ia bawa.Pemilik toko emas lantas mengamati gelang tersebut dengan seksama. “Gelang ini bagus, kenapa dijual, Mas?”“Saya lagi butuh duit, makanya terpaksa harus saya jual ini gelang istri saya,” ujar Dio dengan ekspresi memelas supaya pria di hadapannya percaya dan kasihan kepadanya.“Oh, gitu.” Pria itu mengangguk paham. “Ya sudah, saya cek kadar emasnya dulu ya kalau gitu. Tunggu sebentar.” Pemilik toko emas itu lantas mulai memeriksa gelang yang Dio bawa menggunakan mesin penguji emas dan juga timbangan untuk memastikan kadar dan berat gelang tersebut.Setelah mengecek gelang itu beberapa saat, pria itu kembali menghadap Dio dengan tangannya membawa gelang yang akan dijual Dio tadi. “Gelang ini kadar emasnya 24 karat, dan beratnya 10 gram. Kalau sekarang harga pasarnya sekitar Rp1.533.000 per gram. Jadi totalnya sekitar Rp15.330.000. Bagaimana, mau?”Dio
Roy menoleh terkejut, menatap Alyssa dengan lekat, tatapan matanya terlihat jelas ada kesedihan sekaligus emosi secara bersamaan yang tengah pria itu sembunyikan.“Apa yang harus aku lakukan agar kau tidak pergi meninggalkanku?” tanya Roy.Tampaknya Roy mulai bingung harus bagaimana lagi agar ia bisa mengambil hati Alyssa.Alyssa memalingkan wajahnya menatap lain, menghindar dari tatapan Roy. “Aku lebih bahagia hidup sendiri. Aku ingin melupakan semua hal-hal buruk yang pernah terjadi selama hidupku,” ungkap Alyssa.Satu tangan Roy spontan mengepal, menahan emosi yang ingin meledak saat ia mendengar ungkapan sedih Alyssa. Rasanya ia ingin membunuh orang-orang yang telah membuat hati Alyssa hancur.Roy mengangkat tangannya yang lain, merangkul pinggang Alyssa, menariknya sedikit hingga badan keduanya saling bersentuhan. Tarikannya tak terlalu kuat, tetapi cukup untuk menyampaikan rasa takut kehilangan yang tersembunyi di dalam hatinya.Pria itu kemudian menundukkan kepala, wajahnya ia