Teriknya matahari yang menyengat membuat Raka merasa sangat kesulitan dan kebingungan. Keringat yang bercucuran di wajahnya menjadi saksi akan kebingungannya yang semakin memuncak, karena ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mencari pujaan hatinya dan istri bosnya yang sedang dalam bahaya.Namun, meskipun ia merasa kesusahan dan kebingungan, Raka tidak menyerah begitu saja. Ia terus berusaha mencari tahu tentang keberadaan kekasihnya dan istri bosnya, meskipun itu sangat sulit dilakukan. Ia terus bergerak maju, meskipun terik matahari semakin membuatnya merasa lelah dan kehabisan tenaga.Tadi ketika Raka dan Shaka berada di pengadilan untuk memperjuang kebenaran. Ia mendapat panggilan dari kekasihnya. Awalnya Raka tak mengangkatnya namun, karena ponselnya yang terus-menerus berbunyi membuat ia langsung mengangkat dan mendapatkan kabar yang tak enak. Mereka tengah berlari dari kejaran para reporter yang haus akan berita. Dengan langkah tergesa-gesa, Raka segera mendekati Tuan Shak
Malam itu, suasana di rumah Shaka dan Kinan begitu amat hening. Tidak ada suara yang terdengar, ruangan yang biasa dijadikan tempat bersandar dan bercanda nampak begitu amat sepi. Bahkan beberapa asisten rumah tangga yang tinggal di sana tak terlihat begitu pasti. Hanya ada Bi Imah yang terus mondar-mandir menuju dapur, sibuk menyiapkan beberapa cemilan lezat dan empat gelas minuman untuk tamu-tamunya.Saat ini, Bi Imah berjalan menuju ruangan yang terlihat sangat mencekam. Di dalam ruangan itu, ada Kinan, Shaka, Rena, dan Raka yang sedang duduk dengan memandang satu sama lain, seolah-olah sedang bertukar pikiran lewat tatapan matanya. Meskipun suasana di ruangan itu terasa sangat tegang, Bi Imah tetap berusaha untuk menyajikan makanan dan minuman dengan penuh perhatian.“Permisi Tuan, Nona. Ini minuman yang kalian mau.” Bi Imah dengan sopan menyapa Tuan dan Nona yang duduk di depannya, lalu menaruh dengan hati-hati minuman yang mereka pesan tepat di depan mereka. Suara Bi Imah terden
Hari itu, suasana di rumah Kinan terasa lebih sepi dan hening daripada biasanya. Shaka, suaminya, telah pergi ke kantor sejak pagi hari dengan tergesa-gesa, memiliki pertemuan penting dengan klien baru yang membutuhkan perhatiannya. Sementara itu, Bi Imah dan Atun, para pembantu rumah tangga yang setia, sedang pergi ke pasar untuk membeli keperluan dapur yang telah habis.Kinan, yang sedang berbaring dengan lembut di kasurnya, sambil memainkan ponselnya, tiba-tiba merasakan kehausan yang tak tertahankan. Ia menghela nafas sejenak, meletakkan ponselnya dengan lembut di nakas, dan berusaha bangkit dengan hati-hati. Namun, kandungannya yang semakin membesar membuatnya sedikit kesulitan untuk bergerak dengan leluasa.Dengan langkah yang penuh kehati-hatian, Kinan melangkah keluar dari kamarnya menuju dapur. Ia mencari-cari keberadaan Atun dan Bi Imah, berharap mereka sudah kembali, namun sayangnya mereka belum pulang. Kinan memutuskan untuk mengambil minuman sendiri, merasa bahwa kehausan
Di suatu siang, "Hanz.. Bagaimana pertemuanmu dengan Partner kita dari Australia tadi? Apakah ada kendala?" Shaka bertanya pada Hanzero.Saat ini Hanzero telah menggantikan ayahnya untuk menjadi Sekretaris Shaka sekaligus orang kepercayaannya."Semua berjalan lancar, Tuan. Mereka menyetujui kerja sama kita tentang proyek pembangunan Villa di Danau pelangi itu." Jawab Hanz yang kini sudah berusia matang. "Kamu benar-benar menjadi seperti yang Ayahmu inginkan Hanz, sangat pandai dalam menaklukkan rekan bisnis. Aku salut dengan Ayahmu, dia bisa mempersiapkan penerusnya yang sempurna sepertimu."Puji Shaka. Hanzero ini memang sangat bisa diandalkan, bahkan bisa lebih pintar dan cekatan dibanding dengan Raka sang ayah."Terima kasih Tuan, saya hanya mengikuti saran Ayah saya yang mengharuskan saya untuk selalu setia terhadap keluarga AdiWiguna ini. " jawab Hanz. "Lalu, bagaimana rencanamu untuk pulang ke kampung halamanmu. Apa kamu akan segera berangkat? " tanya Shaka menatap Pria mu
Pagi ini Hanz telah bersiap untuk kembali ke kota, setelah kemarin sore ia usai berziarah ke makam Kedua orang tuanya dan juga ke makam Neneknya. Semalaman ia pun telah melepaskan rindu nya kepada Paman dan Bibinya. "Kenapa kamu tidak tinggal untuk beberapa hari saja disini Hanz? " Tanya bibinya, merasa masih berat untuk kembali berpisah dengan keponakannya itu. "Hanz sangat sibuk Bu, kita jangan mengganggu pekerjaannya. " timbal Sang Paman menenangkan hati istrinya. "Bukan begitu Paman, Bibi. Nona Azkayra akan segera kembali ke rumah Utama, aku sudah harus berada di sana sebelum kedatangannya. Nona Azka akan menjadi tanggung jawab baruku. Aku tidak mau ada kesalahan sedikit pun yang nantikan akan membuat Tuan Shaka kecewa. " jawab Hanz, dia memeluk Bibi dan berganti memeluk Pamannya. "Iya.. bibi mengerti. Sering-sering datang kemari ya? " ucap bibi mengusap air matanya. "Tentu Bi, " jawab Hanz memasuki mobilnya. "Hati-hati Hanz.... Kamu harus kembali kesini dengan calon istrim
"Hah... Dari mana kamu mempelajari semua tentang aku?" tanya Azkayra heran. "Dari Tuan Hanz.. Ya... Tuan Hanzero yang memberitahu saya semua tentang Nona." jawab Annabel. Hanz? Huh, sudah kuduga. Padahal dia sendiri belum tahu bagaimana aku, paling juga tahu dari cerita ayah."Nona.. Apa Nona tahu, kalau Tuan Hanzero lah yang telah menyiapkan semua ini untuk Nona, dari para pengawal, pelayan kamar Nona, dan tentunya saya sendiri yang terpilih dari sebuah audisi yang sangat panjang. Melalui banyak rintangan dan cobaan. Hingga terpilihlah orang-irang andalan dan hebat seperti saya ini contohnya. Hehe.." celoteh Annabel dengan centilnya. Azkayra tertawa kecil melihat kecentilan Annabel ini. Tapi dia merasa sedikit terhibur."Saya merasa sangat beruntung bisa terpilih menjadi Asisten pribadi Nona dan bisa menyingkirkan puluhan pesaing saya, hebat kan saya Nona. .!" celoteh Annabel membanggakan diri. "Benarkah seperti itu? " tanya Azka, dia belum mengerti dengan yang dimaksud ole
Pagi ini Hanzero sudah terlihat rapi dengan kaos putih panjang dan celana jeans. Dia sengaja menggunakan pakaian santai, kemudian mengendarai mobilnya. "Annabel pasti bisa diandalkan. Aku tidak harus khawatir. Hari ini aku ingin mencari udara segar dulu. " ucap Hanz pada dirinya sendiri. Selang beberapa waktu Hanz menghentikan mobilnya di dekat sebuah Danau buatan. Itu adalah sebuah danau buatan proyek milik Perusahaan Adiwiguna yang kini sedang ditangani oleh Hanzero sendiri. Ia segera turun dari mobil dan melangkahkan kakinya menyusuri tepi danau dengan sesekali merentang tangannya dan menghirup dalam-dalam udara segar dan membuangnya berkali-kali. Matanya memandang ke setitik awan yang bergantung di Langit biru. Sekelebat bayangan Nona Azkayra melintas di khayalannya. Ia tersenyum sendiri."Secantik apa Nona Azka sekarang ya? " Tanyanya dalam hati. Tiba-tiba Hanz jatuh tersungkur, sepertinya kakinya tak sengaja telah tersandung sesuatu. "Heiii... Kamu buta ya?" Teriak seoran
Azkayra telah sampai kembali ke rumahnya kembali dengan menumpangi sebuah Taksi lagi. Dia segera disambut oleh ayahnya dengan tatapan kekhawatiran. "Darimana kamu Azka, kenapa pergi tanpa pamitan? Kamu tau, disini berbahaya untukmu berkeliaran di luar sana!" Shaka bertanya, penuh ketakutan yang dalam."Ayah.. Azka hanya ke taman. Toh belum ada yang mengenali Azka, jadi menurut Azka ini masih belum berbahaya." jawab Azka berusaha membela diri memberi alasan agar sang Ayah tidak terlalu khawatir. "Tetap saja Azka, kamu tidak boleh sembrono!" Seru Ayahnya. "Iya Ayah. Maaf. Azka tidak akan mengulanginya lagi. " jawab Azkayra dia tidak ingin membantah lagi. "Baiklah, kali ini Ayah memaafkanmu, tapi jika kamu sembrono lagi, Ayah akan menghukummu. Sekarang masuklah ke kamarmu, jika kamu ingin makan biar pelayan yang akan mengantarkan makanan ke kamarmu." ucap Ginanjar. Azka mengangguk patuh, segera kembali ke kamarnya. Ia mengerti akan kekhawatiran Ayahnya. Shaka memang sangat takut j