BAB 88 Semakin Menjadi-jadiSuasana di ruangan Shaka terasa sangat hening. Ia duduk di depan televisi, memperhatikan berita yang tengah disiarkan. Berita itu tentang kasus bunuh diri Nikita, seorang wanita muda yang ditemukan tewas di apartemennya. Namun, yang membuat Shaka semakin gelisah adalah fakta bahwa berita itu juga menyebutkan bahwa Nikita bunuh diri karena depresi akibat putus cinta dengan mantan kekasihnya, yaitu Shaka.Berita itu sudah tersebar-sebar di mana-mana, dan Shaka merasa semakin pusing dengan semua itu. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa ia pernah menjadi bagian dari kehidupan Nikita. Beberapa para klien menelpon, membicarakan kepadanya. Lalu, dengan tegas Shaka membuat semuanya terbungkam untuk sesaat. “Loh? Kenapa beritanya makin viral sih? Padahal aku udah gak terbukti bersalah loh?!” sentak Shaka dan langsung membanting beberapa benda yang berada di depannya. Ia tak terima dengan berita yang tak benar ini. Bahkan beberapa surat kab
Setelah para wartawan meninggalkan rumahnya, Shaka menghela nafas lega. Ia senang Raka bisa menyingkirkan mereka tanpa menggunakan kekerasan atau paksaan apa pun. Sungguh melegakan bagi Shaka karena bisa menangani situasi dengan damai dan tidak mengancam. Ia tahu bahwa keadaan bisa menjadi jauh lebih buruk jika Raka menggunakan segala bentuk agresi terhadap para wartawan.Shaka duduk dengan tatapan kosong, merenungkan kejadian yang baru saja terjadi. Ia merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa setelah menyaksikan kejadian tersebut. Namun, tiba-tiba matanya menangkap gerakan aspri baru yang sedang bekerja di rumahnya. Ia melihat bahwa aspri tersebut terlihat seperti sedang kegeringan, dan hal tersebut membuat Shaka mengerutkan keningnya karena ia merasa khawatir.“Kenapa dia terlihat senang seperti itu?” tanya Shaka pada dirinya sendiri, mencoba memahami situasi tersebut. Meskipun Shaka merasa bingung, ia memilih untuk mengabaikan aspri tersebut dan bergegas menuju kamarnya untu
Cuaca yang sebelumnya tidak terlalu panas, tiba-tiba menjadi gerah dan membuat Kinan merasa tidak nyaman. Suara-suara mereka yang berada di teras rumahnya begitu menggema dan membuat Kinan merasa tidak kuat karena kalimat demi kalimat terlontarkan dengan sangat panasnya. Kinan merasa seperti berada di dalam oven besar yang membuatnya merasa tidak nyaman.Meskipun begitu, Kinan tetap mendengarkan percakapan mereka dengan seksama. Namun, semakin lama ia mendengarkan, semakin gerah dan tidak nyaman ia merasa. Ia telah terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan.Kedua orang yang berbicara di teras rumahnya tidak ada yang mau mengalah hanya karena sebuah cemilan saja. Mereka terus berdebat dan saling melempar argumen satu sama lain. Kinan merasa tidak enak karena situasi tersebut membuatnya merasa tidak nyaman.Kinan mencoba untuk menghentikan perdebatan tersebut dengan mengeluarkan teriakan keras, "Stop!" Namun, teriakannya malah diabaikan oleh Maya dan Rena. Padahal, Maya sempat tert
Dengan perasaan dongkol, Rena pergi begitu saja meninggalkannya Kinan bersama Maya. Hatinya tak terima ketika Kinan malah percaya dengan Maya, si aspri baru yang super-duper menyebalkan. “Kenapa Kinan malah percaya sama dia sih?” gerutu Rena ketika langkahnya menuju keluar dari rumah Kinan. Padahal ia merasa baru sesaat telah menginjakkan kaki dari rumah Kinan dan kini ia telah kembali pulang saja. Menendang-nendang kerikil di jalanan, Rena berusaha untuk membuat hatinya sedikit lebih tenang. Namun, kejadian tadi masih berbekas dipikirannya. Seandainya Rena bisa menghipnotis Maya dan menyuruhnya untuk berbicara jujur kepada Kinan. Akan tetapi, itu hanya sebuah ucapan kecil yang tak akan mungkin terjadi. Tak jauh dari rumah Kinan, suara teriakan Kinan melengking hebat hingga ketelinganya. Rena melirik ke arah belakang. Ternyata memang Kinan yang berteriak seraya melambaikan tangan kearahnya. Ia sedikit berlari membuat hati Rena menjadi kalang-kabut. Langsung saja Rena berlari meng
Waktu sudah mulai berlalu dan matahari masih tinggi di langit. Kinan dan Rena sedang dalam perjalanan menuju ke rumah mereka. Namun, perjalanan mereka terhambat oleh kemacetan yang terjadi di jalan raya yang membuat mereka merasa kesusahan untuk jalan. Mereka terus berusaha untuk sampai ke rumah, namun waktu terus berjalan dan mereka semakin terlambat.Sementara itu, di depan rumah mereka, terdapat banyak reporter yang menunggu. Mereka semua ingin mendapatkan informasi terbaru tentang sebuah kasus yang sedang hangat dibicarakan. Kinan dan Rena tahu bahwa mereka harus segera sampai ke rumah dan menghindari wartawan yang mengejar mereka.“Rena, masih lama nggak? Aku capek banget nih,” ujar Kinan mengeluh. Bagaimana tidak, Rena membawanya dengan dekapan yang begitu amat menyebalkan. “Sebentar lagi kita sampai,” ujar Rena seraya membawanya tetap berjalan lurus ke arah sana. Kakinya telah lelah padahal sewaktu pertama kali ini bergerak jalan, berkeliling di area ini tak terlalu lelah. Hi
Wajah cantik Kinan kini terekspos kala Rena tak sengaja melepaskan dekapannya. Kinan tersenyum dengan wanita itu, namun senyumnya langsung berubah menjadi kaget ketika ia menyadari bahwa wanita itu adalah salah satu reporter yang menjaga rumahnya. Rena merasa sangat terkejut dan panik, karena ia tak pernah menyangka bahwa ada reporter yang mengintai mereka dari sini.Ia berteriak sangat kencang hingga terdengar dengan beberapa reporter yang lain. Rena yang melihat itu langsung membulatkan matanya tak menyangka, mengapa ia begitu sangat bodoh hingga melepaskan Kinan begitu saja. Ia merasa sangat menyesal dan bersalah, karena tindakannya itu membuat Kinan terancam bahaya.Lantas, sebelum mereka semakin dekat, Rena dengan cepat menarik pergelangan tangan Kinan dan membawanya berlari. Dengan langkah yang begitu amat susah, Kinan memulainya secara perlahan, karena ia masih merasa sangat berat untuk berlari ketika berbadan dua. Rena merasa sangat khawatir dan cemas, karena situasinya semaki
Teriknya matahari yang menyengat membuat Raka merasa sangat kesulitan dan kebingungan. Keringat yang bercucuran di wajahnya menjadi saksi akan kebingungannya yang semakin memuncak, karena ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mencari pujaan hatinya dan istri bosnya yang sedang dalam bahaya.Namun, meskipun ia merasa kesusahan dan kebingungan, Raka tidak menyerah begitu saja. Ia terus berusaha mencari tahu tentang keberadaan kekasihnya dan istri bosnya, meskipun itu sangat sulit dilakukan. Ia terus bergerak maju, meskipun terik matahari semakin membuatnya merasa lelah dan kehabisan tenaga.Tadi ketika Raka dan Shaka berada di pengadilan untuk memperjuang kebenaran. Ia mendapat panggilan dari kekasihnya. Awalnya Raka tak mengangkatnya namun, karena ponselnya yang terus-menerus berbunyi membuat ia langsung mengangkat dan mendapatkan kabar yang tak enak. Mereka tengah berlari dari kejaran para reporter yang haus akan berita. Dengan langkah tergesa-gesa, Raka segera mendekati Tuan Shak
Malam itu, suasana di rumah Shaka dan Kinan begitu amat hening. Tidak ada suara yang terdengar, ruangan yang biasa dijadikan tempat bersandar dan bercanda nampak begitu amat sepi. Bahkan beberapa asisten rumah tangga yang tinggal di sana tak terlihat begitu pasti. Hanya ada Bi Imah yang terus mondar-mandir menuju dapur, sibuk menyiapkan beberapa cemilan lezat dan empat gelas minuman untuk tamu-tamunya.Saat ini, Bi Imah berjalan menuju ruangan yang terlihat sangat mencekam. Di dalam ruangan itu, ada Kinan, Shaka, Rena, dan Raka yang sedang duduk dengan memandang satu sama lain, seolah-olah sedang bertukar pikiran lewat tatapan matanya. Meskipun suasana di ruangan itu terasa sangat tegang, Bi Imah tetap berusaha untuk menyajikan makanan dan minuman dengan penuh perhatian.“Permisi Tuan, Nona. Ini minuman yang kalian mau.” Bi Imah dengan sopan menyapa Tuan dan Nona yang duduk di depannya, lalu menaruh dengan hati-hati minuman yang mereka pesan tepat di depan mereka. Suara Bi Imah terden