Hari itu, matahari bersinar terik di langit. Wajahnya yang terlihat seperti tengah dikejar-kejar sesuatu yang menakutkan. Tubuhnya terasa basah oleh keringat yang bercucuran, membuatnya merasa tidak nyaman. Namun, ia tetap memutuskan untuk mengunjungi rumah kekasihnya itu.Sampai di rumah Rena, Raka mengetuk pintu dengan harapan Rena sudah berada di dalam. Sebelumnya, Rena memberikan pesan singkat bahwa ia tidak ada kelas hari itu dan ingin menghabiskan waktu di rumah. Namun, biasanya Rena pergi keluar untuk mencari makanan. Oleh karena itu, Raka membawa beberapa makanan yang akan mereka nikmati bersama.“Rena …,” panggil Raka terdengar keras. Menekan bel rumah Rena, seraya ia menunggunya dengan penuh kesabaran. Wajah Raka yang tadinya terlihat gelisah, kini berubah menjadi senyum lebar ketika Rena membukakan pintu. Rena terlihat cantik dengan rambutnya yang diikat simpul dan mengenakan baju santai. “Raka?” Rena terkejut ketika melihat Raka berdiri di depan pintu tanpa memberitahun
BAB 88 Semakin Menjadi-jadiSuasana di ruangan Shaka terasa sangat hening. Ia duduk di depan televisi, memperhatikan berita yang tengah disiarkan. Berita itu tentang kasus bunuh diri Nikita, seorang wanita muda yang ditemukan tewas di apartemennya. Namun, yang membuat Shaka semakin gelisah adalah fakta bahwa berita itu juga menyebutkan bahwa Nikita bunuh diri karena depresi akibat putus cinta dengan mantan kekasihnya, yaitu Shaka.Berita itu sudah tersebar-sebar di mana-mana, dan Shaka merasa semakin pusing dengan semua itu. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa ia pernah menjadi bagian dari kehidupan Nikita. Beberapa para klien menelpon, membicarakan kepadanya. Lalu, dengan tegas Shaka membuat semuanya terbungkam untuk sesaat. “Loh? Kenapa beritanya makin viral sih? Padahal aku udah gak terbukti bersalah loh?!” sentak Shaka dan langsung membanting beberapa benda yang berada di depannya. Ia tak terima dengan berita yang tak benar ini. Bahkan beberapa surat kab
Setelah para wartawan meninggalkan rumahnya, Shaka menghela nafas lega. Ia senang Raka bisa menyingkirkan mereka tanpa menggunakan kekerasan atau paksaan apa pun. Sungguh melegakan bagi Shaka karena bisa menangani situasi dengan damai dan tidak mengancam. Ia tahu bahwa keadaan bisa menjadi jauh lebih buruk jika Raka menggunakan segala bentuk agresi terhadap para wartawan.Shaka duduk dengan tatapan kosong, merenungkan kejadian yang baru saja terjadi. Ia merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa setelah menyaksikan kejadian tersebut. Namun, tiba-tiba matanya menangkap gerakan aspri baru yang sedang bekerja di rumahnya. Ia melihat bahwa aspri tersebut terlihat seperti sedang kegeringan, dan hal tersebut membuat Shaka mengerutkan keningnya karena ia merasa khawatir.“Kenapa dia terlihat senang seperti itu?” tanya Shaka pada dirinya sendiri, mencoba memahami situasi tersebut. Meskipun Shaka merasa bingung, ia memilih untuk mengabaikan aspri tersebut dan bergegas menuju kamarnya untu
Cuaca yang sebelumnya tidak terlalu panas, tiba-tiba menjadi gerah dan membuat Kinan merasa tidak nyaman. Suara-suara mereka yang berada di teras rumahnya begitu menggema dan membuat Kinan merasa tidak kuat karena kalimat demi kalimat terlontarkan dengan sangat panasnya. Kinan merasa seperti berada di dalam oven besar yang membuatnya merasa tidak nyaman.Meskipun begitu, Kinan tetap mendengarkan percakapan mereka dengan seksama. Namun, semakin lama ia mendengarkan, semakin gerah dan tidak nyaman ia merasa. Ia telah terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan.Kedua orang yang berbicara di teras rumahnya tidak ada yang mau mengalah hanya karena sebuah cemilan saja. Mereka terus berdebat dan saling melempar argumen satu sama lain. Kinan merasa tidak enak karena situasi tersebut membuatnya merasa tidak nyaman.Kinan mencoba untuk menghentikan perdebatan tersebut dengan mengeluarkan teriakan keras, "Stop!" Namun, teriakannya malah diabaikan oleh Maya dan Rena. Padahal, Maya sempat tert
Dengan perasaan dongkol, Rena pergi begitu saja meninggalkannya Kinan bersama Maya. Hatinya tak terima ketika Kinan malah percaya dengan Maya, si aspri baru yang super-duper menyebalkan. “Kenapa Kinan malah percaya sama dia sih?” gerutu Rena ketika langkahnya menuju keluar dari rumah Kinan. Padahal ia merasa baru sesaat telah menginjakkan kaki dari rumah Kinan dan kini ia telah kembali pulang saja. Menendang-nendang kerikil di jalanan, Rena berusaha untuk membuat hatinya sedikit lebih tenang. Namun, kejadian tadi masih berbekas dipikirannya. Seandainya Rena bisa menghipnotis Maya dan menyuruhnya untuk berbicara jujur kepada Kinan. Akan tetapi, itu hanya sebuah ucapan kecil yang tak akan mungkin terjadi. Tak jauh dari rumah Kinan, suara teriakan Kinan melengking hebat hingga ketelinganya. Rena melirik ke arah belakang. Ternyata memang Kinan yang berteriak seraya melambaikan tangan kearahnya. Ia sedikit berlari membuat hati Rena menjadi kalang-kabut. Langsung saja Rena berlari meng
Waktu sudah mulai berlalu dan matahari masih tinggi di langit. Kinan dan Rena sedang dalam perjalanan menuju ke rumah mereka. Namun, perjalanan mereka terhambat oleh kemacetan yang terjadi di jalan raya yang membuat mereka merasa kesusahan untuk jalan. Mereka terus berusaha untuk sampai ke rumah, namun waktu terus berjalan dan mereka semakin terlambat.Sementara itu, di depan rumah mereka, terdapat banyak reporter yang menunggu. Mereka semua ingin mendapatkan informasi terbaru tentang sebuah kasus yang sedang hangat dibicarakan. Kinan dan Rena tahu bahwa mereka harus segera sampai ke rumah dan menghindari wartawan yang mengejar mereka.“Rena, masih lama nggak? Aku capek banget nih,” ujar Kinan mengeluh. Bagaimana tidak, Rena membawanya dengan dekapan yang begitu amat menyebalkan. “Sebentar lagi kita sampai,” ujar Rena seraya membawanya tetap berjalan lurus ke arah sana. Kakinya telah lelah padahal sewaktu pertama kali ini bergerak jalan, berkeliling di area ini tak terlalu lelah. Hi
Wajah cantik Kinan kini terekspos kala Rena tak sengaja melepaskan dekapannya. Kinan tersenyum dengan wanita itu, namun senyumnya langsung berubah menjadi kaget ketika ia menyadari bahwa wanita itu adalah salah satu reporter yang menjaga rumahnya. Rena merasa sangat terkejut dan panik, karena ia tak pernah menyangka bahwa ada reporter yang mengintai mereka dari sini.Ia berteriak sangat kencang hingga terdengar dengan beberapa reporter yang lain. Rena yang melihat itu langsung membulatkan matanya tak menyangka, mengapa ia begitu sangat bodoh hingga melepaskan Kinan begitu saja. Ia merasa sangat menyesal dan bersalah, karena tindakannya itu membuat Kinan terancam bahaya.Lantas, sebelum mereka semakin dekat, Rena dengan cepat menarik pergelangan tangan Kinan dan membawanya berlari. Dengan langkah yang begitu amat susah, Kinan memulainya secara perlahan, karena ia masih merasa sangat berat untuk berlari ketika berbadan dua. Rena merasa sangat khawatir dan cemas, karena situasinya semaki
Teriknya matahari yang menyengat membuat Raka merasa sangat kesulitan dan kebingungan. Keringat yang bercucuran di wajahnya menjadi saksi akan kebingungannya yang semakin memuncak, karena ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mencari pujaan hatinya dan istri bosnya yang sedang dalam bahaya.Namun, meskipun ia merasa kesusahan dan kebingungan, Raka tidak menyerah begitu saja. Ia terus berusaha mencari tahu tentang keberadaan kekasihnya dan istri bosnya, meskipun itu sangat sulit dilakukan. Ia terus bergerak maju, meskipun terik matahari semakin membuatnya merasa lelah dan kehabisan tenaga.Tadi ketika Raka dan Shaka berada di pengadilan untuk memperjuang kebenaran. Ia mendapat panggilan dari kekasihnya. Awalnya Raka tak mengangkatnya namun, karena ponselnya yang terus-menerus berbunyi membuat ia langsung mengangkat dan mendapatkan kabar yang tak enak. Mereka tengah berlari dari kejaran para reporter yang haus akan berita. Dengan langkah tergesa-gesa, Raka segera mendekati Tuan Shak
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya