Nafas Shaka memburu. Pikirannya tak lagi berkesinambungan dengan tubuhnya. Hari ini seperti hari yang begitu amat menyebalkan untuknya. Diganggu oleh mantan, harus bertemu dengan klien yang begitu amat penting. Namun, ia terlambat untuk datang. Dengan langkah mantap, Shaka masuk ke dalam kantornya. Namun, baru beberapa melangkah, ia sudah di sambut dengan Reni. Wajahnya tersenyum menatap ke arah Shaka. “Apa?” tanya Shaka tak berniat. Ia malas harus berhadapan dengan Reni, apalagi ketika ia tengah buru-buru untuk bertemu dengan klien pentingnya. Wajah Reni berubah menjadi masam. Padahal ia hanya ingin menyambut ya saja. Tak ada jawaban dari Reni, membuat Shaka langsung melengang pergi dari hadapannya. Melihat itu Reni berniat untuk mengikuti langkah Shaka kemanapun ia berada. Shaka tak menanggapinya. Ia hanya terus berjalan, menghiraukan Reni yang berada di belakangnya. “Pak?” panggil Reni membuat Shaka langsung menoleh dengan mata yang mengunus tajam kepadanya.Reni menjadi gugup
Suasana malam ini penuh dengan ketegangan yang hinggap di rumahnya. Kinan sedari tadi terus bolak-balik tak tentu arah. Hatinya merasa tak enak. Apalagi ketika melihat jam yang sudah menunjukkan waktu setengah delapan malam. Dengan benda pipih yang berada di tangannya. Ia menatap ke arah pintu utama. Atun yang kebetulan lewat di hadapannya langsung menghampirinya. “Non, kenapa? Kok sedari tadi bolak-balik aja?” tanya Atun dengan wajah kebingungan. “Ini loh, Tun. Masa dari tadi Mas Shaka gak pulang-pulang. Padahal waktu sudah pukul setengah malam. Harusnya Mas Shaka udah pulang ini,” tutur Kinan begitu saja, dengan mata berkaca-kacanya. Atun tertawa kecil melihat Nona Kinan seperti itu. “Mungkin Tuan Shaka tengah sibuk di kantornya Non,” Kinan mengangguk kecil. Ia bingung harus berekspresi seperti apa.“Sudah Nona kembali ke kamar saja, jangan memikirkan Tuan Shaka,” ujar Atun seraya tersenyum manis kepada majikannya itu. “Aku gak bisa tenang, Tun!”“Nona nunggu Tuannya sembari du
Shaka merasa bahwa suasana di pagi hari ini sangatlah aneh. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan istrinya, Kinan. Sudah lama rasanya Shaka tidak makan bersama di meja makan yang sama dengan Kinan. Ia merasa bahwa hubungan mereka tidak seperti biasanya.Di sebelah Shaka sudah ada Kinan yang sedari tadi diam membisu. Padahal seharusnya pagi ini, Kinan harus banyak berceloteh. Shaka memperhatikan setiap gerak-gerik istrinya yang begitu sangat aneh pagi ini. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Kinan.“Hm,” Shaka berdeham sejenak. Ia mencoba untuk mencairkan suasana agar tidak terlalu canggung, namun Kinan malah memberikannya secangkir minuman yang sudah dituangkan olehnya. Shaka merasa sedikit kecewa karena ia berharap dapat berbicara dan berinteraksi dengan istrinya.Shaka melongo. Bukan ini yang ia mau. “Kinan, kenapa diam saja? Aku berbuat salah atau hari ini kau memang tak mood?” tanya Shaka kebingung. Kinan tetap terdiam dan tidak memberikan jawaban yang je
Dengan detak jantung yang semakin cepat dan perasaan tegang yang memenuhi tubuhnya, Kinan dan Shaka duduk di kursi dingin kantor polisi. Mereka berada di tengah-tengah ruangan yang sunyi dan terasa menyeramkan, dengan hanya suara jam dinding yang terus berdetak sebagai pengiring. Wajah mereka terlihat cemas dan khawatir, karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka terdiam, hanya suara gemetar napas yang terdengar di ruangan tersebut. Sebuah rasa cemas dan ketidaknyamanan menyelimuti tubuh mereka, ketika seorang wanita tiba-tiba muncul di depan mereka dengan raut wajah penuh amarah. Air mata yang luruh begitu saja dari matanya, membuat area di sekitar matanya terlihat bengkak dan merah.Polisi kemudian datang dengan membawa berkas-berkas di tangannya, membuat suasana di ruangan semakin tegang. Melirik ke arah Kinan, wajahnya terlihat begitu pucat dan terlihat sangat cemas. Ia seharusnya tidak datang ke sini, dan menyaksikan semua ini. Namun, sekarang sudah terla
'Selamat malam dan selamat datang di siaran televisi kami. Pada hari ini, kami akan membahas sebuah kasus yang tengah viral di media sosial. Seorang selebriti yang terkenal diduga bunuh diri karena depresi yang dialaminya setelah mantannya menikah dengan wanita lain.''Kasus ini telah menarik perhatian publik dan menjadi topik hangat di media sosial. Banyak orang yang merasa sedih dan terkejut dengan berita ini, dan banyak pula yang mempertanyakan mengapa selebriti tersebut sampai mengambil tindakan ekstrem seperti bunuh diri. 'Kinan merasa sedih mendengarkan suara siaran berita yang mengalun di telinganya. Ia duduk bersandar di sofa, memperhatikan layar televisi dengan tatapan yang penuh kekhawatiran. Suara reporter yang memaparkan berita tentang kasus yang sedang viral di media sosial semakin membuat hatinya terasa berat. Terlebih lagi, ia merasa sedikit gugup ketika mendengar nama suaminya, Shaka, yang ikut tersorot dalam pemberitaan tersebut."Kenapa harus masuk ke siaran televis
Pagi-pagi buta, segorombolan reporter yang berpakaian rapi dan membawa kamera berjalan menuju kediaman rumah Shaka dan Kinan. Wartawan tersebut berniat untuk meminta penjelasan langsung dari Shaka dan Kinan tentang kasus bunuh diri Nikita yang beberapa waktu lalu menghebohkan publik.Bi Imah dan Atun sudah bangun lebih awal dari biasanya. Keduanya lantas melirik satu sama lain, saling bertatapan dalam kebingungan. Mereka heran dengan orang-orang yang berada di depan rumah Tuan Shaka.“Darimana mereka tahu rumah Tuan Shaka, ya?” tanya Bi Imah kepada Atun dengan suara pelan. Ia merasa sedikit khawatir dengan kerumunan orang yang sudah berkumpul di depan rumah tersebut.Atun yang merasakan kebingungan yang sama dengan Bi Imah, mengangguk perlahan. Ia merasa kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa di situasi seperti ini. Terlihat beberapa reporter berusaha mendekati rumah Tuan Shaka untuk mencari informasi terbaru tentang kasus yang tengah ramai diperbincangkan.“Aku panggil Nona du
Hari itu, matahari bersinar terik di langit. Wajahnya yang terlihat seperti tengah dikejar-kejar sesuatu yang menakutkan. Tubuhnya terasa basah oleh keringat yang bercucuran, membuatnya merasa tidak nyaman. Namun, ia tetap memutuskan untuk mengunjungi rumah kekasihnya itu.Sampai di rumah Rena, Raka mengetuk pintu dengan harapan Rena sudah berada di dalam. Sebelumnya, Rena memberikan pesan singkat bahwa ia tidak ada kelas hari itu dan ingin menghabiskan waktu di rumah. Namun, biasanya Rena pergi keluar untuk mencari makanan. Oleh karena itu, Raka membawa beberapa makanan yang akan mereka nikmati bersama.“Rena …,” panggil Raka terdengar keras. Menekan bel rumah Rena, seraya ia menunggunya dengan penuh kesabaran. Wajah Raka yang tadinya terlihat gelisah, kini berubah menjadi senyum lebar ketika Rena membukakan pintu. Rena terlihat cantik dengan rambutnya yang diikat simpul dan mengenakan baju santai. “Raka?” Rena terkejut ketika melihat Raka berdiri di depan pintu tanpa memberitahun
BAB 88 Semakin Menjadi-jadiSuasana di ruangan Shaka terasa sangat hening. Ia duduk di depan televisi, memperhatikan berita yang tengah disiarkan. Berita itu tentang kasus bunuh diri Nikita, seorang wanita muda yang ditemukan tewas di apartemennya. Namun, yang membuat Shaka semakin gelisah adalah fakta bahwa berita itu juga menyebutkan bahwa Nikita bunuh diri karena depresi akibat putus cinta dengan mantan kekasihnya, yaitu Shaka.Berita itu sudah tersebar-sebar di mana-mana, dan Shaka merasa semakin pusing dengan semua itu. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa ia pernah menjadi bagian dari kehidupan Nikita. Beberapa para klien menelpon, membicarakan kepadanya. Lalu, dengan tegas Shaka membuat semuanya terbungkam untuk sesaat. “Loh? Kenapa beritanya makin viral sih? Padahal aku udah gak terbukti bersalah loh?!” sentak Shaka dan langsung membanting beberapa benda yang berada di depannya. Ia tak terima dengan berita yang tak benar ini. Bahkan beberapa surat kab
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya