"Benar begitu..?" tanya Azka menatap Hanz dan kini mereka beradu pandangan , sejenak Hanz langsung berusaha menghindari tatapan itu, ia takut Azka akan terus berusaha mengingat nya."Benar Nona, Anda boleh bertanya pada Ayah Nona." sahut Hanz."Lalu di mana Ayah ku sekarang, Aku ingin bertemu.""Berlinda, panggil Tuan besar.!" Hanz segera menyuruh Berlinda untuk memanggil Shaka. Dan Berlinda pun langsung melangkah."Siapa namamu tadi.. Hanz?" Azka kembali menatap Hanz ."Hanzero Nona, anda biasa memanggil saya Hanz." jawab Hanz, perih itu lah hati nya harus berpura pura , kembali menjadi sekretaris Azka. Namun ia harus melakukannya, jika Azka tau kebenaran tentang dirinya, Azka pasti akan terus berusaha mengingat , dan Hanz tidak mau mengambil resiko kemungkinan yang akan terjadi pada Azka istrinya."Apa kita sudah lama saling kenal.?" kembali Azka bertanya."Lama Nona , sangat lama. Saya bahkan selalu bersama Nona, setiap saat. " jawab Hanz, ingin rasa nya Hanz menjerit.Azka... aku
Hanzero mengguyur tubuhnya dengan air dingin dengan sesekali membuang nafas kasarnya. Ia segera menyelesaikan mandi dan kembali ke kamarnya untuk berganti.Menatap dirinya di cermin dan mengusap wajahnya dengan kasar. Kembali mengingat istrinya yang kini benar-benar sudah melupakannya."Secepat ini aku tersingkir dari pikiranmu Azka. Dulu kamu yang terus berusaha mendekatiku, dan kini aku harus berjuang untuk mendekatimu, sedangkan kali ini kamu seperti tidak menyukaiku. Benar-benar berat ujian ini." keluh Hanz.Kini ia duduk di sofa , menyeruput kopi dan memakan beberapa potong kue yang sudah disiapkan seorang pelayan.Hanz meraih Hpnya dan menggeser Layar Hpnya, memperhatikan beberapa foto mesranya dengan Azka."Seberat ini ujian pernikahan kita Azka, saat aku sedang bahagia bahagianya bisa memilikimu, kamu telah melupakan aku." Hanz berkata pada diri nya sendiri.Ia beranjak dari duduk nya dan melangkah keluar menuju kamar Azka, sejenak ia berdiri di depan pintu dan dengan perlahan
"Hanz, " tiba-tiba Azka kembali duduk dan memanggil Hanz yang sudah menyandarkan kepalanya di sofa."Ada apa ?" Hanz langsung menjawabnya."Apa kita punya hubungan spesial sebelum aku lupa ingatan.?" tanya Azka , membuat Hanz bingung untuk menjawabnya."Kita.. Nona , kita memang sangat dekat dan saling Dekat, Dekat sekali." jawab Hanz , kini mereka saling memandang."Benarkah,?" Azka nampak memegang kepalanya. Melihat itu Hanz hendak mendekati Azka, tapi dia segera mengingat ucapan Azka yang tidak ingin dia dekat dekat dengannya.Hanz mundur kembali."Nona, kamu tidak boleh memikirkan apapun, biar lah. Suatu saat nanti Nona akan mengingat kembali semuanya, Nona tidak boleh memaksa untuk mengingatnya. Saat ini yang perlu Nona lakukan hanyalah segera sembuh dan setelah itu Nona bisa belajar mengingat semuanya." ucap Hanz."Apa kecelakaan yang menimpaku terlalu serius? Kepalaku selalu sakit jika aku ingin mencoba mengingat sesuatu.""Iya Nona, maka dari itu Dokter pun melarang Nona untu
"Nona .. Nona pingsan Tuan." ucap Berlinda dengan gugup.Tanpa bertanya lagi Hanzero langsung berlari ke kamar Azka, betapa terkejut nya Hanz melihat Azka yang masih terkapar di lantai di dekat lemari nya."Ya Tuhan, Azka...!!!" Hanz langsung meraih tubuh itu dan memeluk nya."Azka, kau kenapa..? Ya Tuhan... Jangan beri penderitaan pada istri ku, ku mohon Tuhan...!!" bisiknya lirih.Sementara Berlinda hanya bisa terisak menyaksikan Tuannya yang nampak sangat khawatir itu."Maaf kan saya Tuan, ini kesalahan saya. Saya teledor." ucap Berlinda begitu menyesal.Hanz tak menjawab ,lalu ia membopong tubuh Azka dan membaringkannya di ranjang.Memandang wajah istrinya yang terlihat pucat itu."Apa yang terjadi.?" kini Hanz beralih menatap Berlinda."Nona .. Saya sudah berusaha mencegahnya Tuan, Saat Nona ingin membuka lemari, tapi Nona memaksa. Nona melihat baju baju Tuan, dan .. dan Nona berusaha mengingat, lalu Nona pingsan begitu saja. Karena saya panik saya langsung berlari memanggil Tua
"Azka..!!" ucap nya lirih seraya memeluk erat tubuh istri nya. Ia lalu membimbing tubuh istrinya ke ranjang dan mendudukkannya di sana.Tangan Hanz menyeka air mata Azka dan merapikan rambut Azka yang berantakan di wajah nya.Kini kedua pasang mata itu saling menyelami. Sesaat setelah itu Hanz menunduk menghindari tatapan mata Azka yang membuat nya hampir tidak tahan untuk meraih wajah itu dan menghujani nya dengan bibir nya."Hanz, kata kan.!" ucap Azka mengangkat wajah Hanz."Azka, kamu masih sakit. Kami bukan ingin menyembunyikan sesuatu, tapi ini demi kesembuhanmu." sahut Hanz."Ini sama saja Hanz, apa kamu tau dalam diamku, aku memikirkan itu. Katakan apa kamu benar suamiku Seperti yang dikatakan Berlinda waktu itu, dan aku ingat kau pernah mengatakannya ketika aku masih di rumah sakit. Kamu juga mengatakan pada dokter itu kalau aku istrimu.!!" Azka terus mendesak."Azka, dengarkan aku.""Katakan atau aku akan berusaha mencari tau sendiri..!!""Baiklah, tapi kau harus bisa berja
Sudah hampir satu bulan Azkayra kehilangan ingatannya, dan hari-hari Hanzero pun begitu tertekan. Meski kini Azka sudah mengetahui jika dia adalah suaminya, namun sikap Azka masih sedikit dingin padanya. Tak jarang ia menjaga jarak dengan Hanz , meski Azka pun tak menolak jika Hanz mendekatinya bahkan sekedar hanya untuk menciumnya.Hanz hanya bisa bersabar dan berharap Azka akan segera sembuh , Hanz setidaknya bisa mulai berusaha untuk membawa Azka pada ingatan dulu. Meskipun dalam hati Hanz ragu, apakah Azka bisa kembali mengingat kenangan indah cinta mereka dulu. Paling tidak, Hanz harus mencoba untuk membuat Azka bisa kembali jatuh cinta padanya.Berat, ini sungguh berat. Jika dulu Azka yang terus menggoda serta mendekati Hanz dan menyatakan perasaannya ,kini Hanz lah yang harus berjuang menggoda dan mendekati Azka. Padahal tidak dipungkiri oleh Azka sendiri, jika hatinya selalu berdebar saat bersama Hanz, bahkan tubuh nya selalu merespon setiap sentuhan Hanz, namun masih terselip
"Ya aku sedikit ingat," tiba tiba Azka mengingat sesuatu." Ayah menceritakan seorang pria , ya.. Ayah terus menceritakan Pria itu. Setiap bersamaku ,Ayah selalu menceritakan tentangnya padaku. Katanya dia adalah orang kepercayaannya dan yang akan menjagaku setelah Aku di Rumah Utama nantinya. Pria yang sengaja disiapkan untuk menemaniku meneruskan perusahaan Ayah." jelas Azka."Siapa Nama Pria itu Azka..? Apa kamu bisa sedikit saja mengingatnya?"Azka terdiam, ia terus mencoba mengingat nama Pria yang selalu diceritakan Ayahnya dulu padanya."Azka, berusaha lah untuk mengingat nama Pria itu. Ayo Azka.. Sebutkan namanya." Hanz terus berbisik."Namanya.. Ah, " Azka memegangi kening nya dan terus memejamkan matanya."Hanzero..., ya ..Namanya Hanzero. Hanz...!!! Kamu.. kau pria yang diceritakan ayahku kan..?" Azka langsung menoleh ke arah Hanz yang nampak tersenyum senang dengan keberhasilan Azka dalam mengingat pertama kali Azka mengenal namanya."Jadi, aku mengenalmu jauh sebelum aku be
Kini Hanzero kembali melajukan mobilnya."Hanz, kita mau kemana lagi.?" tanya Azka.Hanz terlihat berpikir sambil menatap sebentar wajah Azka yang sekarang terlihat sayu itu.Tidak ada salahnya aku membawa Azka ke taman bunga itu, mungkin ada sedikit harapan di sana."Hanz. !!""Ya, Azka. Apa kamu lelah.?" Hanz menepikan mobil nya dan berhenti.Ia membetulkan jok tempat duduk Azka agar Azka bisa tidur dengan posisi yang baik."Perjalanan kita akan sedikit jauh, tidurlah dulu. Aku akan membangunkanmu jika kita sudah sampai." ucap Hanz merebahkan kepala Azka , Hanz menatap wajah itu dan membelai nya dengan sangat lembut."Hanz, maafkan aku. Aku sudah membuatmu susah." tiba tiba Azka memeluk Hanz dan mencium kening Hanz membuat pria itu semakin sedih."Tidak sayang,.. kamu tidak pernah membuatku susah , sebenarnya tidak penting semua ingatanmu itu. Hanya saja aku merasa ini tidak adil bagimu. Jika aku harus mengingat semua kenangan kita, sedangkan kamu harus hidup dalam keterasingan pik