"Azka..!!" ucap nya lirih seraya memeluk erat tubuh istri nya. Ia lalu membimbing tubuh istrinya ke ranjang dan mendudukkannya di sana.Tangan Hanz menyeka air mata Azka dan merapikan rambut Azka yang berantakan di wajah nya.Kini kedua pasang mata itu saling menyelami. Sesaat setelah itu Hanz menunduk menghindari tatapan mata Azka yang membuat nya hampir tidak tahan untuk meraih wajah itu dan menghujani nya dengan bibir nya."Hanz, kata kan.!" ucap Azka mengangkat wajah Hanz."Azka, kamu masih sakit. Kami bukan ingin menyembunyikan sesuatu, tapi ini demi kesembuhanmu." sahut Hanz."Ini sama saja Hanz, apa kamu tau dalam diamku, aku memikirkan itu. Katakan apa kamu benar suamiku Seperti yang dikatakan Berlinda waktu itu, dan aku ingat kau pernah mengatakannya ketika aku masih di rumah sakit. Kamu juga mengatakan pada dokter itu kalau aku istrimu.!!" Azka terus mendesak."Azka, dengarkan aku.""Katakan atau aku akan berusaha mencari tau sendiri..!!""Baiklah, tapi kau harus bisa berja
Sudah hampir satu bulan Azkayra kehilangan ingatannya, dan hari-hari Hanzero pun begitu tertekan. Meski kini Azka sudah mengetahui jika dia adalah suaminya, namun sikap Azka masih sedikit dingin padanya. Tak jarang ia menjaga jarak dengan Hanz , meski Azka pun tak menolak jika Hanz mendekatinya bahkan sekedar hanya untuk menciumnya.Hanz hanya bisa bersabar dan berharap Azka akan segera sembuh , Hanz setidaknya bisa mulai berusaha untuk membawa Azka pada ingatan dulu. Meskipun dalam hati Hanz ragu, apakah Azka bisa kembali mengingat kenangan indah cinta mereka dulu. Paling tidak, Hanz harus mencoba untuk membuat Azka bisa kembali jatuh cinta padanya.Berat, ini sungguh berat. Jika dulu Azka yang terus menggoda serta mendekati Hanz dan menyatakan perasaannya ,kini Hanz lah yang harus berjuang menggoda dan mendekati Azka. Padahal tidak dipungkiri oleh Azka sendiri, jika hatinya selalu berdebar saat bersama Hanz, bahkan tubuh nya selalu merespon setiap sentuhan Hanz, namun masih terselip
"Ya aku sedikit ingat," tiba tiba Azka mengingat sesuatu." Ayah menceritakan seorang pria , ya.. Ayah terus menceritakan Pria itu. Setiap bersamaku ,Ayah selalu menceritakan tentangnya padaku. Katanya dia adalah orang kepercayaannya dan yang akan menjagaku setelah Aku di Rumah Utama nantinya. Pria yang sengaja disiapkan untuk menemaniku meneruskan perusahaan Ayah." jelas Azka."Siapa Nama Pria itu Azka..? Apa kamu bisa sedikit saja mengingatnya?"Azka terdiam, ia terus mencoba mengingat nama Pria yang selalu diceritakan Ayahnya dulu padanya."Azka, berusaha lah untuk mengingat nama Pria itu. Ayo Azka.. Sebutkan namanya." Hanz terus berbisik."Namanya.. Ah, " Azka memegangi kening nya dan terus memejamkan matanya."Hanzero..., ya ..Namanya Hanzero. Hanz...!!! Kamu.. kau pria yang diceritakan ayahku kan..?" Azka langsung menoleh ke arah Hanz yang nampak tersenyum senang dengan keberhasilan Azka dalam mengingat pertama kali Azka mengenal namanya."Jadi, aku mengenalmu jauh sebelum aku be
Kini Hanzero kembali melajukan mobilnya."Hanz, kita mau kemana lagi.?" tanya Azka.Hanz terlihat berpikir sambil menatap sebentar wajah Azka yang sekarang terlihat sayu itu.Tidak ada salahnya aku membawa Azka ke taman bunga itu, mungkin ada sedikit harapan di sana."Hanz. !!""Ya, Azka. Apa kamu lelah.?" Hanz menepikan mobil nya dan berhenti.Ia membetulkan jok tempat duduk Azka agar Azka bisa tidur dengan posisi yang baik."Perjalanan kita akan sedikit jauh, tidurlah dulu. Aku akan membangunkanmu jika kita sudah sampai." ucap Hanz merebahkan kepala Azka , Hanz menatap wajah itu dan membelai nya dengan sangat lembut."Hanz, maafkan aku. Aku sudah membuatmu susah." tiba tiba Azka memeluk Hanz dan mencium kening Hanz membuat pria itu semakin sedih."Tidak sayang,.. kamu tidak pernah membuatku susah , sebenarnya tidak penting semua ingatanmu itu. Hanya saja aku merasa ini tidak adil bagimu. Jika aku harus mengingat semua kenangan kita, sedangkan kamu harus hidup dalam keterasingan pik
Langkah Hanz sudah sampai di depan gubug itu, ia terus melangkah membawa Azka menaiki gubug.Dan menurunkan Azka di sana.Azka masih tampak kebingungan untuk mengingat tempat itu, ia memilih menyandarkan tubuh nya di tiang gubug itu dan sementara Hanz terus memperhatikan istrinya dengan seksama.Hanz menghampiri Azka, dan duduk tepat disisi kaki Azka."Azka, duduklah." Hanz meraih tangan Azka yang kemudian menurut saja duduk di samping Hanz.Hanz menggeser pantatnya untuk lebih merapatkan tubuhnya pada Azka, lalu meraih tubuh Azka dan mendekapnya dari belakang."Azka, lihat lah aku. Aku akan memberitahu mu sesuatu." Hanz meraih dagu istri nya agar menatapnya.Kedua pasang mata suami istri itu saling menatap dalam."Disini kita belum menyatakan perasaan kita Azka, tapi disini lah pertama kali nya kita saling menyalurkan perasaan kita. Sayang sekali hari ini cuaca sangat cerah, karena pada waktu itu hari hujan dan di penuhi angin yang membuat mu kedinginan. Lalu aku berusaha menghangatk
Hanzero dengan telaten menyuapi Azkayra makan malam dengan sesekali membetulkan rambut Azka yang masih terurai itu."Hanz, kamu juga makan geh..!" ucap Azka, sejak tadi ia tidak melihat Hanz menyuap dirinya sendiri."Setelah kamu menyelesaikan makanmu Azka." sahutnya."Lagi Azka,." kembali Hanz menyuapkan makanan ke mulut istrinya."Hanz, aku sudah kenyang..?" rengek Azka."Baiklah, minum dulu." Hanz beralih mengambilkan minum untuk istri nya. Sementara Azka terus menatap suaminya itu.Kamu begitu sabar mengurusku Hanz. bagaimana aku tidak mencintaimu, meskipun aku tidak mengingatmu. Kau tampan ,lembut dan perhatian sekali."Kenapa kamu menatapku seperti itu Azka,? Apa aku menyebalkan.?" tanya Hanz menyadari jika istrinya terus memperhatikannya."Kamu tampan Hanz.. Dan sama sekali tidak menyebalkan." jawab Azka."Kamu selalu mengatakan begitu. Padahal aku tidak tampan tampan amat." jawab Hanz, kini ia berganti menyuap dirinya sendiri."Hanz, aku ke kamar mandi dulu ya.?" ucap Azka.H
"Kemeja itu milik Arwan. Sedangkan celana itu adalah celana Pasien Rumah sakit." potong Hanz."Kenapa begitu Hanz, apa kau mau menceritakannya.?" Azka sangat penasaran melihat penampilan Hanz di foto pengantin mereka itu.Hanz malah tersenyum."Sungguh suatu keajaiban Azka." ucap Hanz."Seminggu sebelum hari pernikahan kita, aku kecolongan. Kamu di culik Gavin , seorang yang menyukaimu dan sakit hati karena penolakanmu. Aku berusaha menyelamatkanmu, tapi naas . Aku tertembak dan koma. Pada saat itu kamu sangat Frustasi sekali. Bahkan di hari pernikahan yang telah kita tentukan kamu tidak mau membatalkannya. Bahkan sekedar untuk mengundurkannya pun kamu tidak mau. Kamu terus menungguku di depan Penghulu. Sampai suatu keajaiban menghampiriku, menyadarkan aku dari komaku, aku seperti orang gila Azka, aku tidak peduli para suster menahanku. Aku terus berlari kembali ke Rumah Utama masih dengan pakaian pasienku. Jadi aku menikahimu dengan menggunakan kemeja Arwan dan tidak sempat mengganti
Pagi itu, Hanzero terbangun dengan senyum merekah yang menghiasi bibirnya. Kebahagiaan menyelimuti hatinya, membuat dirinya penuh semangat. Betapa tidak, begitu ia membuka matanya, hadiah terindah telah tersaji di hadapannya: Azkayra, sang istri yang cantik, tersenyum manis dengan penuh gelora cinta membara. "Pagi Hanz," sapa Azka, sementara aroma harum rambutnya yang basah menyebar di udara."Pagi Azka, kau sudah mandi?" tanya Hanz, seperti masih berada dalam mimpi, terpesona dengan senyuman istrinya."Tentu sudah. Kamu tidak melihat rambutku yang masih basah ini?" sahut Azka sembari mendekatkan diri kepada suaminya."Berarti aku yang kesiangan," gumam Hanz, langsung bangun dan dengan semangat menyibakkan selimutnya. Tiba-tiba, Azka menoleh dengan wajah terkejut, membalikkan badannya sambil berseru, "Hanz, kau sengaja ingin menggoda ku lagi, ya? Aku sudah mandi, Hanz!""Astaga..!" Hanz tersadar bahwa ia masih polos tanpa balutan apapun dan langsung menarik selimutnya kembali, menutu
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya