"Kemeja itu milik Arwan. Sedangkan celana itu adalah celana Pasien Rumah sakit." potong Hanz."Kenapa begitu Hanz, apa kau mau menceritakannya.?" Azka sangat penasaran melihat penampilan Hanz di foto pengantin mereka itu.Hanz malah tersenyum."Sungguh suatu keajaiban Azka." ucap Hanz."Seminggu sebelum hari pernikahan kita, aku kecolongan. Kamu di culik Gavin , seorang yang menyukaimu dan sakit hati karena penolakanmu. Aku berusaha menyelamatkanmu, tapi naas . Aku tertembak dan koma. Pada saat itu kamu sangat Frustasi sekali. Bahkan di hari pernikahan yang telah kita tentukan kamu tidak mau membatalkannya. Bahkan sekedar untuk mengundurkannya pun kamu tidak mau. Kamu terus menungguku di depan Penghulu. Sampai suatu keajaiban menghampiriku, menyadarkan aku dari komaku, aku seperti orang gila Azka, aku tidak peduli para suster menahanku. Aku terus berlari kembali ke Rumah Utama masih dengan pakaian pasienku. Jadi aku menikahimu dengan menggunakan kemeja Arwan dan tidak sempat mengganti
Pagi itu, Hanzero terbangun dengan senyum merekah yang menghiasi bibirnya. Kebahagiaan menyelimuti hatinya, membuat dirinya penuh semangat. Betapa tidak, begitu ia membuka matanya, hadiah terindah telah tersaji di hadapannya: Azkayra, sang istri yang cantik, tersenyum manis dengan penuh gelora cinta membara. "Pagi Hanz," sapa Azka, sementara aroma harum rambutnya yang basah menyebar di udara."Pagi Azka, kau sudah mandi?" tanya Hanz, seperti masih berada dalam mimpi, terpesona dengan senyuman istrinya."Tentu sudah. Kamu tidak melihat rambutku yang masih basah ini?" sahut Azka sembari mendekatkan diri kepada suaminya."Berarti aku yang kesiangan," gumam Hanz, langsung bangun dan dengan semangat menyibakkan selimutnya. Tiba-tiba, Azka menoleh dengan wajah terkejut, membalikkan badannya sambil berseru, "Hanz, kau sengaja ingin menggoda ku lagi, ya? Aku sudah mandi, Hanz!""Astaga..!" Hanz tersadar bahwa ia masih polos tanpa balutan apapun dan langsung menarik selimutnya kembali, menutu
"Baiklah, kalau begitu untuk beberapa hari ini kau harus menemani istri mu dulu, sambil meningkat kan hubungan kalian. Biar ayah yang ke kantor." ucap Shaka yang memang sangat lah bijaksana itu."Terima kasih Ayah," jawab Hanz mengangguk dan kemudian beranjak menyusul Azka ke kamar nya."Hanz, kita sarapan yuk, Berlinda sudah menyiapkan nya untuk kita. " ucap Azka ketika melihat suami nya sudah melangkah memasuki kamar nya.Hanz hanya mengangguk dan duduk manis di sofa, sementara Azka menghampiri Hanz dengan membawa nakas berisi sarapan pagi yang sudah di antar Berlinda ke kamar nya tadi.Mereka pun menikmati sarapan itu tanpa suara."Hanz, hari ini apa kau mau mengantar ku keluar.?""Memang nya kau mau kemana lagi Azka.?" jawab Hanz meneguk minuman nya."Shoping." jawab singkat Azka."Kau mau mencari apa Azka.? Kebutuhan mu sudah ada yang menyediakan. Kau tinggal duduk manis, jika masih ada yang di perlukan kau bisa menyuruh kan.? " ucap Hanz."Hanz..!!" rengek Azka ,lagi lagi dengan
"Jelas aku mengingatnya Hanz, kamu ini aneh sekali. Aku tidak mungkin melupakan hal itu seumur hidupku .!!" sahut Azkayra sedikit heran dengan pertanyaan Hanzero."Kamu benar l-benar mengingat nllnya.? Kalau begitu apa kau ingat tanggal pernikahan kita.?" tanya Hanz ingin memastikan ingatan Azka, benarkah ingatan Azka sudah kembali atau ini hanya kebetulan saja."Hanz, ya jelas lah aku ingat.. Tanggal 11 Juli bertepatan dengan ulang tahun ku. Dan pada saat itu kamu datang dengan sangat terlambat , dan kamu menemui /ku hanya mengenakan baju pasien , lantas kamu meminjam kemeja Arwan lalu menikahiku. " jawab Azka dengan jelas."Azka, kamu sudah kembali." Hanz tiba-tiba memeluk Azka yang masih bingung."Dokter, ingatan istriku sudah kembali.!!" teriak Hanz menatap Dokter Abraham yang juga menyadari jika Azkayra sudah sembuh dari Amesianya."Hanz," kini Azka mulai sadar dan menatap suaminya."Aku mengingat semuanya Hanz.. Benar..!!! Aku mengingat semuanya...!!" jerit Azka sangat girang.
"Arwan, Kenapa kamu tersenyum-senyum sendiri..? Kamu tidak sedang sakit kan..?" tanya Hanz menatap curiga pada sekretarisnya yang sedari tadi tersenyum sendiri."Tidak Tuan, saya masih sehat. Saya hanya sedang... Ah, Tuan saya seperti sedang bermimpi." sahut Arwan tersipu."Bermimpi.?""Iya Tuan, kemarin yang lalu saya masih ada di rumah Utama untuk mengatur para pengawal dan penjaga, dan sekarang saya berada di perusahaan Samudra sebagai Sekretaris pribadi Tuan Hanzero. Apa itu tidak seperti mimpi.?" curhat Arwan."Kamu tidak menyukainya.?" Hanz menatap sekretaris barunya itu."Tentu saja saya menyukainya Tuan, hanya saya merasa malu pada diri saya sendiri. Bahkan seorang sarjana pun memimpikan posisi saya. Sedang saya yang bukan tamatan apa apa bisa berada di posisi ini. Itu sungguh luar biasa." sahut Arwan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal itu."Kamu pantas mendapatkannya , dan mulai sekarang berjanjilah untuk menjaga kepercayaanlu padamu." ucap Hanz , lagi-lagi menatap A
Pagi buta itu, terlihat Arwan sudah berpakaian rapih dan telah siap di meja makan."Silahkan Tuan sekretaris ," ucap Berlinda menyiapkan sarapan pagi untuk Arwan."Tunggu," Arwan langsung menahan tangan Berlinda."Kenapa kamu memanggilku Tuan.?" ucap nya menatap Berlinda yange menunduk kan wajah nya."Bukan kah memang sudah seharusnya kami semua memanggil begitu, dan sudah menjadi peraturan di rumah ini.. Karena Tuan sekarang adalah Sekretaris Perusahaan Samudra." sahut Berlinda."Tapi peraturan itu tidak berlaku untuk mu. Aku ingin kau memanggil ku seperti biasa." Arwan kini berdiri dihadapan Berlinda."Tapi Tuan, saya tidak enak dengan yang lain. Biar kan saya memanggil Tuan sesuai peraturan yang ada." ralat Berlinda.Arwan berpikir sejenak."Baiklah, tapi hanya di depan yang lain. Jika kita sedang berdua ,aku tidak mau kau memanggil ku Tuan." ucap Arwan.Berlinda hanya mengangguk."Sarapan nya Tuan, nanti kesiangan." ucap Berlinda."Terimakasih,."Berlinda segera berlalu."Tunggu d
Pagi itu di kantor perusahaan.Terlihat Hanzero dan Sang sekretarisnya sedang duduk serius menatap layar televisi yang sedang memutar kaset pemberian sang Dokter wanita kemarin.Wajah Hanzero yang tadinya terlihat bersemangat dan serius tiba tiba berubah menjadi tegang. Ia terlihat menggigit jarinya sambil terus menatap adegan demi adegan yang memperlihatkan berbagai proses kehamilan dan berakhir dengan proses persalinan Normal."Argh.!" Hanz tiba-tiba membungkam mulutnya sendiri tatkala video itu menampak kan betapa payahnya perjuangan seorang wanita yang tengah melahirkan."Ya Tuhan... Seperti itukah.?""Tuan, Anda baik-baik saja.?" tanya Arwan yang sedari tadi menemani tuannya."Arwan, apa kau juga melihatnya.?" Hanz balik bertanya."Iya Tuan," jawab Arwan."Matikan, Arwan. Matikan, aku tidak sanggup melihatnya!" teriak Hanz .Arwan langsung mematikan Televisi itu.Melirik wajah Tuannya yang sangat tegang dan kali kali mengusap wajahnya yang berkeringat."Itu pasti sangat menyakit
Hanzero masih terus meminta maaf pada istri nya yang malah semakin sewot padanya.Tiap kali Hanz ingin memeluk nya, Azkayra terus menolaknya. Sampai Hanz kini kehabisan cara untuk menenangkan hati Azka."Azka, aku sungguh minta maaf." rengek Hanz merebahkan kepalanya di pangkuan Azka."Tolong maafkan aku." Hanz terus memohon.Azka tidak menjawab,"Azka,.. baiklah, kamu boleh memasak sesuka hatimu. Kamu boleh belanja dan bersenang senang dengan para pelayanmu. Tapi maafkan aku..!!" Hanz mengiba."Kamu pasti bohong, kamu hanya sedang merayuku. Pergi sana, aku tidak mau mendengar mulut manismu. Besok kamu akan marah kembali jika aku menyentuh sayuran." ucap Azka."Sungguh Azka, aku janji tidak akan marah lagi. Kau boleh menyentuh sayuran, daging atau Pisau , golok sekalipun. Asal kamu berhenti mendiamkan aku.." kembali Hanz merengek sambil mendongak menatap wajah istrinya yang tertekuk itu."Bohong..!!""Tidak Azka.!!"Hanz langsung meraih tubuh Azka untuk mendekapnya."Tidak mau...!! Le