Dengan sangat hati-hati Hanzero merebahkan tubuh Azkayra di atas tempat tidur dibantu oleh Shaka.Sedangkan Dokter Abraham dan beberapa asistennya pun mulai memasang Alat infus untuk Azka."Apa hanya ini saja.?" tanya Hanz pada Dokter Abraham, mengetahui hanya selang infus saja yang di pasang kan untuk istrinya."Sebenarnya Nona Azkayra sudah tidak membutuhkan perawatan insentif lagi, Nona hanya butuh waktu untuk memulihkan kesehatannya. Kami akan terus mengontrol kondisinya, Anda tidak perlu khawatir, Tuan." jelas Dokter Abraham hanya di balas anggukan ringan Hanz."Lalu kenapa putriku belum juga sadar.?" Ginanjar pun ikut bertanya."Kami memang memberikan obat penenang pada Nona, agar nona bisa sedikit lebih tenang. Tolong jangan membuat Nona kembali berpikir atau terpaksa mengingat sesuatu, itu sangat berbahaya bagi kesembuhan otaknya. Buat Nona Serileks mungkin dan kalau bisa Nona harus selalu senang. Itu akan sangat membantu pemulihannya." kembali Dokter Abraham menjelaskan."Kam
"Benar begitu..?" tanya Azka menatap Hanz dan kini mereka beradu pandangan , sejenak Hanz langsung berusaha menghindari tatapan itu, ia takut Azka akan terus berusaha mengingat nya."Benar Nona, Anda boleh bertanya pada Ayah Nona." sahut Hanz."Lalu di mana Ayah ku sekarang, Aku ingin bertemu.""Berlinda, panggil Tuan besar.!" Hanz segera menyuruh Berlinda untuk memanggil Shaka. Dan Berlinda pun langsung melangkah."Siapa namamu tadi.. Hanz?" Azka kembali menatap Hanz ."Hanzero Nona, anda biasa memanggil saya Hanz." jawab Hanz, perih itu lah hati nya harus berpura pura , kembali menjadi sekretaris Azka. Namun ia harus melakukannya, jika Azka tau kebenaran tentang dirinya, Azka pasti akan terus berusaha mengingat , dan Hanz tidak mau mengambil resiko kemungkinan yang akan terjadi pada Azka istrinya."Apa kita sudah lama saling kenal.?" kembali Azka bertanya."Lama Nona , sangat lama. Saya bahkan selalu bersama Nona, setiap saat. " jawab Hanz, ingin rasa nya Hanz menjerit.Azka... aku
Hanzero mengguyur tubuhnya dengan air dingin dengan sesekali membuang nafas kasarnya. Ia segera menyelesaikan mandi dan kembali ke kamarnya untuk berganti.Menatap dirinya di cermin dan mengusap wajahnya dengan kasar. Kembali mengingat istrinya yang kini benar-benar sudah melupakannya."Secepat ini aku tersingkir dari pikiranmu Azka. Dulu kamu yang terus berusaha mendekatiku, dan kini aku harus berjuang untuk mendekatimu, sedangkan kali ini kamu seperti tidak menyukaiku. Benar-benar berat ujian ini." keluh Hanz.Kini ia duduk di sofa , menyeruput kopi dan memakan beberapa potong kue yang sudah disiapkan seorang pelayan.Hanz meraih Hpnya dan menggeser Layar Hpnya, memperhatikan beberapa foto mesranya dengan Azka."Seberat ini ujian pernikahan kita Azka, saat aku sedang bahagia bahagianya bisa memilikimu, kamu telah melupakan aku." Hanz berkata pada diri nya sendiri.Ia beranjak dari duduk nya dan melangkah keluar menuju kamar Azka, sejenak ia berdiri di depan pintu dan dengan perlahan
"Hanz, " tiba-tiba Azka kembali duduk dan memanggil Hanz yang sudah menyandarkan kepalanya di sofa."Ada apa ?" Hanz langsung menjawabnya."Apa kita punya hubungan spesial sebelum aku lupa ingatan.?" tanya Azka , membuat Hanz bingung untuk menjawabnya."Kita.. Nona , kita memang sangat dekat dan saling Dekat, Dekat sekali." jawab Hanz , kini mereka saling memandang."Benarkah,?" Azka nampak memegang kepalanya. Melihat itu Hanz hendak mendekati Azka, tapi dia segera mengingat ucapan Azka yang tidak ingin dia dekat dekat dengannya.Hanz mundur kembali."Nona, kamu tidak boleh memikirkan apapun, biar lah. Suatu saat nanti Nona akan mengingat kembali semuanya, Nona tidak boleh memaksa untuk mengingatnya. Saat ini yang perlu Nona lakukan hanyalah segera sembuh dan setelah itu Nona bisa belajar mengingat semuanya." ucap Hanz."Apa kecelakaan yang menimpaku terlalu serius? Kepalaku selalu sakit jika aku ingin mencoba mengingat sesuatu.""Iya Nona, maka dari itu Dokter pun melarang Nona untu
"Nona .. Nona pingsan Tuan." ucap Berlinda dengan gugup.Tanpa bertanya lagi Hanzero langsung berlari ke kamar Azka, betapa terkejut nya Hanz melihat Azka yang masih terkapar di lantai di dekat lemari nya."Ya Tuhan, Azka...!!!" Hanz langsung meraih tubuh itu dan memeluk nya."Azka, kau kenapa..? Ya Tuhan... Jangan beri penderitaan pada istri ku, ku mohon Tuhan...!!" bisiknya lirih.Sementara Berlinda hanya bisa terisak menyaksikan Tuannya yang nampak sangat khawatir itu."Maaf kan saya Tuan, ini kesalahan saya. Saya teledor." ucap Berlinda begitu menyesal.Hanz tak menjawab ,lalu ia membopong tubuh Azka dan membaringkannya di ranjang.Memandang wajah istrinya yang terlihat pucat itu."Apa yang terjadi.?" kini Hanz beralih menatap Berlinda."Nona .. Saya sudah berusaha mencegahnya Tuan, Saat Nona ingin membuka lemari, tapi Nona memaksa. Nona melihat baju baju Tuan, dan .. dan Nona berusaha mengingat, lalu Nona pingsan begitu saja. Karena saya panik saya langsung berlari memanggil Tua
"Azka..!!" ucap nya lirih seraya memeluk erat tubuh istri nya. Ia lalu membimbing tubuh istrinya ke ranjang dan mendudukkannya di sana.Tangan Hanz menyeka air mata Azka dan merapikan rambut Azka yang berantakan di wajah nya.Kini kedua pasang mata itu saling menyelami. Sesaat setelah itu Hanz menunduk menghindari tatapan mata Azka yang membuat nya hampir tidak tahan untuk meraih wajah itu dan menghujani nya dengan bibir nya."Hanz, kata kan.!" ucap Azka mengangkat wajah Hanz."Azka, kamu masih sakit. Kami bukan ingin menyembunyikan sesuatu, tapi ini demi kesembuhanmu." sahut Hanz."Ini sama saja Hanz, apa kamu tau dalam diamku, aku memikirkan itu. Katakan apa kamu benar suamiku Seperti yang dikatakan Berlinda waktu itu, dan aku ingat kau pernah mengatakannya ketika aku masih di rumah sakit. Kamu juga mengatakan pada dokter itu kalau aku istrimu.!!" Azka terus mendesak."Azka, dengarkan aku.""Katakan atau aku akan berusaha mencari tau sendiri..!!""Baiklah, tapi kau harus bisa berja
Sudah hampir satu bulan Azkayra kehilangan ingatannya, dan hari-hari Hanzero pun begitu tertekan. Meski kini Azka sudah mengetahui jika dia adalah suaminya, namun sikap Azka masih sedikit dingin padanya. Tak jarang ia menjaga jarak dengan Hanz , meski Azka pun tak menolak jika Hanz mendekatinya bahkan sekedar hanya untuk menciumnya.Hanz hanya bisa bersabar dan berharap Azka akan segera sembuh , Hanz setidaknya bisa mulai berusaha untuk membawa Azka pada ingatan dulu. Meskipun dalam hati Hanz ragu, apakah Azka bisa kembali mengingat kenangan indah cinta mereka dulu. Paling tidak, Hanz harus mencoba untuk membuat Azka bisa kembali jatuh cinta padanya.Berat, ini sungguh berat. Jika dulu Azka yang terus menggoda serta mendekati Hanz dan menyatakan perasaannya ,kini Hanz lah yang harus berjuang menggoda dan mendekati Azka. Padahal tidak dipungkiri oleh Azka sendiri, jika hatinya selalu berdebar saat bersama Hanz, bahkan tubuh nya selalu merespon setiap sentuhan Hanz, namun masih terselip
"Ya aku sedikit ingat," tiba tiba Azka mengingat sesuatu." Ayah menceritakan seorang pria , ya.. Ayah terus menceritakan Pria itu. Setiap bersamaku ,Ayah selalu menceritakan tentangnya padaku. Katanya dia adalah orang kepercayaannya dan yang akan menjagaku setelah Aku di Rumah Utama nantinya. Pria yang sengaja disiapkan untuk menemaniku meneruskan perusahaan Ayah." jelas Azka."Siapa Nama Pria itu Azka..? Apa kamu bisa sedikit saja mengingatnya?"Azka terdiam, ia terus mencoba mengingat nama Pria yang selalu diceritakan Ayahnya dulu padanya."Azka, berusaha lah untuk mengingat nama Pria itu. Ayo Azka.. Sebutkan namanya." Hanz terus berbisik."Namanya.. Ah, " Azka memegangi kening nya dan terus memejamkan matanya."Hanzero..., ya ..Namanya Hanzero. Hanz...!!! Kamu.. kau pria yang diceritakan ayahku kan..?" Azka langsung menoleh ke arah Hanz yang nampak tersenyum senang dengan keberhasilan Azka dalam mengingat pertama kali Azka mengenal namanya."Jadi, aku mengenalmu jauh sebelum aku be
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya