Ketika Leticia akan mulai membuat desain, tiba-tiba pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya berpenampilan modis menghampiri Mereka.
Mila bangkit dari duduknya. Baru saja dia akan melangkah, pelanggan itu menarik bangku kosong di samping Leticia, hingga membuat Leticia meletakkan buku dan pensil di atas pangkuan.
"Selamat sore, Bibi Mila. Aku ingin mengubah brosku, teman kantorku bilang ini terlalu mewah jika hanya terbuat dari perak." Wanita yang baru saja mendudukkan bokong di atas kursi di samping Leticia itu melepas bros dari blazer krem. Kemudian memberikan bros pada Mila yang duduk di hadapannya.
Leticia yang duduk tepat di samping kiri wanita itu tak bisa untuk tak melihat apa yang diberikan dia pada Mila. Mata Leticia seolah memerhatikan bros
Sementara jauh dari tempat Leticia berada di keesokan harinya. Sinar mentari pagi menembus jendela ruang makan, seolah menambah kehangatan suasana di kediaman Alex di Ragusa.Kehadiran Raymond semalam di rumah besar bercat putih, membuat keluarga Smith terasa lengkap.Ketika Marco pulih total, Arthur, sang Ayah memboyong putranya ke Ragusa sejak satu pekan lalu. Setelah meminta persetujuan Ray, Arthur dan Smith sepakat untuk menjadikan Alex dan Marco sebagai Direktur VR Group.Namun, Alex dan Marco menolak jika Ray belum benar-benar mengambil alih perusahaan. Sehingga kedua orangtua mereka tak berupaya lagi untuk membujuk.Hanya Maxwell yang mematuhi perintah Benito, Ayahnya. Beberapa hari la
"Aku akan menemuinya," kata Ray saat meraih sebungkus rokok dari hoodie hitam. Tak lama kemudian, sebatang rokok yang menyala Ray nikmati begitu santai.Suara Ray tidak tegas atau menekan. Justru sebaliknya, Ray berkata dengan jiwa yang penuh persahabatan.Hanya saja, entah hal apa yang membuat jantung David tiba-tiba berdetak hebat. Tuhan tahu apa yang tersembunyi di balik kegugupan lelaki tua yang penuh sandiwara."Tuan Vanders, sebenarnya Leticia baru saja pergi. Kemarin dia memutuskan melanjutkan pendidikan di Kanada."Untuk kedua kalinya David berbohong pada Ray.Ray tertegun hingga sebatang rokok yang diapit jemarinya terjatuh
"Ayo turun." Mila mencabut kunci mobil dan bergegas turun. Tak lama kemudian, Leticia menyusul.Kedua wanita itu tampak serius ketika bekerja, setelah Leticia menyusun aksesoris dalam etalase lebar. Mila memanggil wanita itu ke ruang rancangan."Bros milik nyonya Alin kapan akan dikerjakan, Cia?" tanya Mila ketika Leticia duduk di atas kursi di depan meja kerja."Akan ku coba sekarang, Bu," jawab Leticia saat meraih bros di depan Mila. Mila mengangguk.Ketika Mila serius memerhatikan Leticia, terdengar suara seorang pelanggan memanggil Mila. Akhirnya, dia pergi meninggalkan Leticia.Di bawah sinar lampu meja dalam ruangan yang
Langkah Ray terasa melayang, begitu sunyi hingga Mila tak menyadari kehadiran pemuda itu. Dengan segenap jiwa raga, Ray bersimpuh di kaki Mila dan membenamkan kepala di pangkuan sang Ibu. Mila membeku mendapati Ray tiba-tiba berada di sisinya. "Aku lelah mencarimu, Bu." Ray terisak pilu dalam dekapan sang Ibu. "Maafkan Ibu,Nak," kata Mila saat mencium pucuk kepala Ray. "Ibu melakukan ini demi melindungimu, Sayang." Suara Mila bergetar dengan air mata yang bersimbah di pipi. Direngkuhnya kepala sang putra hingga Ray mendongak meraih tangan sang Ibu, dicium begitu dalam laksana benda pusaka yang sangat berharga. "Aku masih hidup hingga saat ini. Jangan pergi lagi. Kumohon …," pinta Ray penuh penekanan saat membenamkan kepala di pelukan Mila. Satu dari sekian banyak ikatan yang selama ini menyesakkan dada kini mulai terlepas. Suara isakan Mila membuat Leticia membuka mata menatap langit-langit putih. Dengan napas tak beraturan dia menoleh k
"Pergilah, ini bukan anakmu!" Leticia mengusir Ray dengan tegas. Ray tak menggubris ucapan Leticia, dia menahan bahu wanita itu dan memeluknya dengan erat. "Lepaskan aku, Bajingan!" Leticia meronta-ronta melepas pelukan Ray, tetapi pria itu kian erat mendekapnya. Perut Leticia menjadi tegang hingga terasa keram dan ~"Aah! Perutku." Leticia memekik hingga air matanya mengalir menahan sakit yang tak tertahankan."Leticia." Ray panik saat Leticia terus memegang perut hingga wajah wanita itu menjadi pucat dan berkeringat.Jessy dan Max yang masih berdiri di sana dengan tangkas menangani Leticia. "Ray, tunggu di luar!" Max berdecak kesal kenapa Ray tak mau mengalah. Max tahu Ray serba salah, tetapi kondisi Leticia sedang tidak baik-baik saja saat ini. Akhirnya Ray keluar dengan tak berdaya. Setelah beberapa saat Ray menunggu di luar bersama Mila, Max menyar
Ray terkekeh melihat wajah Leticia yang memerah. Dia mengelus-elus pucuk kepala wanita yang tengah salah tingkah itu dengan sayang."Jadi, mau mengelak lagi?" tanya Ray, tersenyum simpul.Leticia memalingkan wajah, menahan malu serasa tertangkap basah."Cepat pergi, aku lapar." Leticia mencicit pelan.Ray menjawab dengan gumaman sebelum membalikan tubuh dan keluar dari ruangan. Dia tak tahu apa yang Leticia inginkan, tetapi yang Ray ingat saat di Catania, wanita itu sangat menyukai coklat panas.Tentu saja itu menjadi salah satu pilihan, dan sudah dapat dipastikan dia pun memilih susu almond dingin favorit
Keesokan harinya. Leticia bersikeras meminta keluar dari rumah sakit karena memikirkan Mila yang bekerja seorang diri. Ray menolak permintaan Leticia karena khawatir dengan kondisinya. Saat itu ketika Jessy datang untuk memeriksa keadaan Leticia, Ray memilih keluar bersama Max. "Baiklah, kondisimu cukup pulih. Aku mengizinkan kamu pulang, tapi jangan terlalu lelah," kata Jessy setelah memeriksa tekanan darah dan detak jantung Leticia. Leticia mengangguk mengiyakan. "Jess, ada yang ingin aku katakan padamu," ucap Leticia saat Jessy melepas jarum infus di tangan wanita itu. "Hem?" Jessy menjawab dengan gumaman. "Aku akan menikah dengan Ray." Suara Leticia begitu rendah. "Kamu sudah lama berpacaran dengan dia?" tanya Jessy, penasaran. Leticia terdiam lalu menggeleng. Dia menghela napas panjang mendengar pertanyaan Jessy. Mereka tidak berpacaran, bahkan baru bertemu beberapa kali. Jika saja dia tak mengandung~"Tidak, tapi dia ayah dari anak y
Setelah mereka selesai makan siang, Max dan Jenny kembali ke klinik. Saat Ray ke Desa Gella, dia mengendarai motor. Kini Max lah yang mengalah harus mengendarai motor dan membiarkan Jeep-nya dikendarai Ray.Ray membawa Leticia ke toko milik sang ibu, dia benar-benar tak bisa melarang Leticia yang bersikeras ingin pergi bekerja. Kebisuan Leticia sepanjang jalan membuat Ray merasa sepi. Ada sesuatu yang hilang dari wanita bermata itu~Entah kenapa Leticia menjadi tak banyak bicara setelah semalam menyepakati pernikahan dengan Ray."Nona Leticia …." Bariton Ray begitu lembut ketika tangannya memanuver tuas persneling, mengatur kecepatan mobi."Enn." Leticia menjawab dengan gumaman, tatapannya lurus k
Ray menghela napas panjang, dia menutup lembaran dokumen dan beranjak dari kursi di balik meja kerja. Air wajah Ray begitu dingin saat menghadapi Nikita. Dia berjalan dan membuka pintu lebih lebar. "Nikita, jaga batasanmu. Aku masih menghormatimu karena kamu adalah istri adikku. Sekarang cepat pergi, jangan sampai keluargaku salah paham," ucap Ray sambil berdiri di ambang pintu. Nikita tersenyum maut sebelum menyahut, "Ray, kita bisa mengulang hubungan kita diam-diam. Aku tahu kamu masih mencintaiku, lagi pula kamu dan Leticia menikah belum ...."Ucapan Nikita terhenti saat Ray menarik paksa tangannya. Saat Ray akan mendorong keluar, Nikita memutar tubuh dan melingkarkan tangan di leher Ray dan memeluk dengan erat. Wanita itu bahkan dengan berani mencium leher Ray. "Jalang!" bentak Ray sambil mendorong bahu Nikita hingga wanita itu hampir terjatuh. Ray langsung menutup pintu setelah berhasil mendorong Nikita keluar."Sialan," desis Nikita, jengkel. Saat dia memutar badan akan kemba
Saat Ray pulang bekerja malam hari, dia memarkirkan Audy S8 hitam di pelataran. Dari awal masuk gerbang, Ray sudah melihat mobil BMW milik Ayres sudah terparkir di sana. Pria itu menjadi sedikit cemas kala mengingat Nikita pasti ikut bersama. Gegas Ray mempercepat langkahnya sambil menggusur koper ke dalam rumah. Ketika dia tak melihat Leticia ikut berkumpul di ruang keluarga, Ray menjadi semakin gelisah."Bu, Istriku mana?" tanya Ray pada Mila yang sedang berbincang dengan Ayres, Nikita, dan Alfonso. Chery tentu saja sudah tinggal bersama Alex, suamimya. Sedangkan Chico, dia lebih memilih tinggal di apartemennya sendiri. masing-masing. "Dia sedang beristirahat. Sejak sore sudah masuk kamar," jawab Mila dengan lembut. Saat Ray akan menaiki tangga, Ayres tiba-tiba berkata dengan nada sedikit merajuk, "Kak Ray, kamu tidak menyapaku?"Ray melirik Nikita yang duduk di samping Ayres. Hingga saat ini, tak ada yang tahu bahwa Ray pernah menjalin hubungan dengan Nikita. Terutama Ayres, dia
Leticia akhirnya patuh dengan keputusan Ray untuk kembali tinggal di kediaman Ray. Selain mengutus orang untuk mengelola toko perhiasan, Ray juga siaga mengantar jemput Leticia kuliah di tengah kesibukannya mengurus VR Group.Hal itu berlangsung lama hingga usia kandungan Leticia menginjak enam bulan. Leticia sangat bersyukur karena kehamilannya saat ini tak mengalami morning sick terlalu parah. Hanya saja, tubuhnya yang sedikit kecil membuat wanita itu lebih cepat lelah. Setiap akhir bulan, Leticia selalu pergi untuk memeriksa kondisi tokonya. Sesekali dia dan Ray juga pergi ke kediaman Alfonso. Seperti saat ini, sejak pagi Leticia berkunjung ke kediaman mertuanya. "Cia, Ibu selalu mengkhawatirkan kamu akhir-akhir ini. Apa tak sebaiknya kamu menetap di sini saja?" ucap Mila sambil menyiapkan makanan untuk makan malam. "Ray merawatku dengan sangat baik, Bu. Ibu jangan terlalu cemas," sahut Leticia, lembut. "Tapi kandunganmu semakin besar. Ray juga tidak 24 jam berada di rumah." Mi
Leticia menghela napas pelan sebelum menjelaskan pada Mila bahwa dia harus mengurus toko perhiasan di pusat kota. Terlebih lagi, dirinya baru saja memulai kuliah satu bulan lalu. Jarak dari toko miliknya ke universitas hanya butuh waktu lima belas menit perjalanan. Namun, kediaman Alfonso ke universitas terlalu jauh, tidak mungkin Leticia harus menempuh perjalanan pulang pergi selama tiga jam setiap hari. Ray terdiam mendengar ucapan Leticia. Dia baru tersadar, saat itu sudah mengatur rumah, universitas, dan toko perhiasan di pusat kota untuk Leticia. "Sayang, aku akan mengatur orang untuk mengelola toko perhiasan. Jangan terlalu lelah, kamu sedang hamil. Ambil kelas siang hari saja, ya?" Ray akhirnya memusatkan fokusnya pada kehamilan sang istri. Leticia menoleh sambil melambaikan tangan, tak setuju dengan saran sang suami. "Tidak bisa, Ray. Aku masih sanggup menanganinya. Lagi pula kuliahku hanya sampai pukul sepuluh malam," jawab Leticia. Ekspresi Ray berubah dingin mendengar
Ekspresi Ray berubah muram dan tak sedap dipandang. Kecemburuan mulai merebak di matanya. Walaupun Chico adalah adiknya, tetapi dia tahu bahwa Alfonso sempat akan menjodohkan dengan Leticia. Leticia tersenyum simpul melihat wajah Ray yang tiba-tiba murung. 'Apa Ray sedang cemburu?' batin Leticia bertanya-tanya."Ray," kata Leticia saat memegang punggung tangan Ray. "Temani aku memasak untuk makan malam, ya?"Ray membalikkan telapak tangan, menautkan jemarinya dengan jemari Leticia. Tatapan penuh memanjakan perlahan tersebar di manik matanya."Dengan senang hati, Nyonya Ray." Ray menyahut dengan lembut saat berdiri sambil menggandeng pinggang ramping Leticia. Chico mendecakkan lidah melihat kemesraan Ray dan Leticia yang begitu intim. Chico mengakui bahwa dirinya tak kalah tampan dari sang Kakak. Mata hazelnya sama-sama diwarisi dari Alfonso, hidungnya juga mancung dengan bibir tipis. Hanya saja, Chico mengakui bahwa tubuhnya tak setinggi dan segagah Ray. "Cia, biar Ibu saja yang m
Keesokan harinya. Seperti yang Leticia inginkan, Ray membawa Leticia untuk bertemu dengan ayah dan ibunya. Sebenarnya, Leticia meminta Ray mengajaknya semalam. Hanya saja~Semalam Ray tak bisa menahan kerinduan yang sudah memuncak pada Leticia. Jadi, pria itu membawanya kembali ke rumah pernikahan mereka terlebih dulu. Pun demikian dengan Leticia, wanita itu juga tak kalah merindu Ray. Siang ini, di sepanjang perjalanan menuju kediaman Alfonso, bibir Leticia merekah dengan wajah merona. Teringat adegan panas semalam yang mereka lakukan. Ray meminta banyak hal dari Leticia, dan wanita itu memberikan lebih dari apa yang Ray inginkan. Dia ingat betul saat Ray dengan mesra berbisik, "You got it, My Lovely Wife."'Sepertinya aku harus membuat kejutan untuk Ray,' batin Leticia bermonolog sambil tersenyum mesem manis.Lamunan Leticia buyar saat Ray memegang tangannya setelah memanuver persneling, mengatur kecepatan mobil
Leticia berjalan mendekati pria bermata hazel itu hingga berjarak satu langkah. Tatapan mereka beradu di udara untuk beberapa detik. "Jangan digigit terus, kamu bisa terluka." Ray berkata dengan lembut saat mengangkat tangan menyentuh bibir ranum Leticia. Leticia memejamkan mata, dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang tiba-tiba terasa panas. Tubuh wanita itu sedikit gemetaran saat Ray menyentuhnya. "Ray, kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?" Leticia bertanya tanpa mengangkat pandangan, ucapannya terdengar begitu gugup. Ray meraih dagu Leticia agar mendongak menatapnya. Tampaklah butiran bening kristal menumpuk di kelopak mata wanita itu. "Umm?" gumam Ray sebelum bertanya dengan cemas. "Kenapa bersedih?" Leticia tak bisa menahan diri untuk tidak menabrakan diri ke pelukan Ray. Dia terisak-isak di dada bidang pria itu sambil memeluknya dengan erat. "Kenapa tak pernah memberitahuku bahwa Cheryl adalah adikmu?
Satu bulan kemudian.Seperti yang Leticia inginkan, Ray mendaftarkan wanita itu di universitas yang Ray rekomendasikan. Leticia awalnya menolak saat Ray memfasilitasi rumah, mobil, dan toko perhiasan di pusat Kota Ragusa. Meski Leticia pernah mengatakan bahwa dia tak ingin dilupakan, tetapi justru dia lah yang menutup komunikasi langsung dengan Ray. Bahkan, wanita itu sengaja mengganti nomor agar Ray tidak menghubunginya. Leticia tak ingin menjadi bayang-bayang dalam hubungan Ray dan Cheryl. Demi tak ingin menjadi orang ketiga, dan demi kebahagiaan pria itu, dia menutup rapat perasaannya. Rasa cinta yang besar, tak ingin terbagi dan dibagi. "Apa aku hamil lagi?" Leticia bertanya pada diri sini.Resah~Itulah yang Leticia rasakan saat ini. Di tengah kepadatan aktivitasnya mengurus toko di siang hari, dan kuliah di malam hari, Leticia saat ini sedang dilanda rasa gelisah.Sebab, dia kembali terlambat datang bulan setelah berpisah dengan Ray satu bulan lalu. Namun, memang besar harapan
Tiba di depan kamar presidential suite. Leticia sedikit ragu apakah akan melakukan hal itu bersama Ray."Kenapa, umm?" tanya Ray sambil mengulurkan tangan ketika masuk ke kamar hotel.Leticia mengembuskan napas panjang sebelum menjawab, "Tidak, aku hanya …."Ucapan Leticia terhenti saat Ray memeluknya dengan erat."Kamu ragu? Kamu yang mengajakku menghabiskan malam sebelum kita berpisah. Apa sekarang kita akan pulang, umm?" Ray berbisik dengan lembut.Embusan napas Ray begitu hangat membuat debar jantung Leticia menjadi tak karuan.Wanita itu menengadah, melingkarkan lengan di leher pria berwajah tampan di hadapannya.