Ini sudah sebulan semenjak Bintang dan Langit liburan. Hari itu Langit sedang memakai dasi untuk bersiap ke perusahaan seperti biasa.“Bin, kamu belum selesai di kamar mandi? Kita kesiangan, jangan sampai kamu telat sarapan.”Langit meneriaki Bintang karena masih di kamar mandi cukup lama.“Ya, aku sudah selesai. Pergilah ke ruang makan dulu, aku akan menyusul!” Suara Bintang terdengar dari kamar mandi.Langit menoleh ke kamar mandi, lantas memilih pergi ke ruang makan sambil menunggu sang istri menyusul untuk sarapan.Langit duduk sambil menikmati kopi, belum makan karena terbiasa makan bersamaan dengan Bintang.“Tumben kamu lama sekali di kamar mandi?” tanya Langit ketika melihat Bintang yang baru saja datang.“Perutku tba-tiba mulas, entah apa aku salah makan,” jawab Bintang. Dia menarik kursi samping Langit, lantas mengambil gelas berisi susu yang biasa diminumnya.Langit sedang menyesap kopi ketika mendengar jawaban Bintang, hingga menatap sang istri yang memang terlihat kurang s
Bintang berusaha tersenyum meski sedikit panik dan gugup. Ditatapnya wanita yang kini mendekat ke arahnya.“Bin, apa yang kamu lakukan di sini?” Joya menatap Bintang yang panik.“Mimi sendiri kenapa di rumah sakit? Mimi sakit?” tanya Bintang untuk mengalihkan perhatian Joya darinya.“Oh, mimi baru saja check up kesehatan,” jawab Joya sambil menunjuk ke poliklinik yang biasa didatanginya.Bintang mengangguk-anggukan kepala, hingga melihat Joya kini memandangnya.“Kenapa kamu di rumah sakit? Check up juga? Di mana El? Kenapa biarin kamu kontrol sendirian?” tanya Joya bertubi.“Itu, Mi ….” Bintang ingin bicara, tapi terhenti karena Joya kembali bicara.“Biar mimi telepon El. Dia seharusnya ngantar kamu, apalagi kalau buat kontrol. Memangnya pekerjaan lebih penting dari kamu.” Joya mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Langit.“Mi, jangan.” Bintang panik dan mencegah Joya yang hendak menghubungi Langit.Joya keheranan dan menatap Bintang yang panik.“Kenapa?” tanya Joya bingung.Bintang m
“Bagaimana rapatnya tadi?”Langit langsung melontarkan pertanyaan itu ketika sudah di apartemen bersama Bintang.Bintang terkejut mendengar pertanyaan Langit. Semenjak pulang tadi, Bintang memang terlihat tegang.Langit keheranan melihat istrinya sampai bergidik karena terkejut.“Kamu baik-baik saja?” tanya Langit mendekat. Meminta Bintang menghadap ke arahnya, dia lantas menatap Bintang yang gelisah.“Ada apa, hm?” tanya Langit dengan suara lembut.“Tidak ada, aku hanya lapar, jadi tadi terkejut saat kamu bicara,” kilah Bintang sambil menggaruk pelipis.Langit tersenyum menanggapi ucapan Bintang, hingga kemudian berkata, “Kenapa tidak bilang dari tadi? Kalau kamu bilang waktu lagi jalan, kita bisa makan di luar sekalian.”Bintang tersenyum kikuk, lantas membalas, “Aku merasa lapar saat baru saja masuk apartemen.”Langit lagi-lagi tersenyum, membuat Bintang semakin salah tingkah.“Kamu mau makan apa? Biar aku masak apa yang kamu inginkan. Kamu bisa mandi dulu.” Langit melepas jas dan
Siang tadi, Langit baru saja turun ke lobi untuk pergi ke kantin. Dia menunggu Bintang tapi ternyata tidak mengirim pesan atau menghubungi sama sekali. Langit sendiri tidak ingin menghubungi dulu karena takut jika Bintang sibuk.“El.”Langit baru saja menginjakkan kaki di lobi, saat mendengar suara Joya memanggil. Dia menoleh dan melihat sang mama berjalan mendekat.“Mau ke mana?” tanya Joya saat sudah sampai di depan Langit.“Makan siang,” jawab Langit sambil menunjuk ke kantin, “Mimi dari mana?” tanya Langit kemudian.“Check up,” jawab Joya, “makan di ruangan mimi saja. Mimi juga bawa makan siang.” Joya menunjukkan makanan yang dibawanya.Langit mengangguk menanggapi ajakan sang mimi, lantas kembali masuk lift dan pergi menuju ruang kerja ibunya.Di ruangan Joya, Langit makan bersama sang mimi. Sang mimi masih bekerja sebagai desainer di sana.“Mimi ga ngajak Papi makan siang? Dia pasti cemburu kalau tahu Mimi malah ngajak aku makan siang bersama bukan dia,” celoteh Langit mengajak
Langit menatap Bintang yang sudah tidur pulas. Dia mengusap lembut kening dan pipi istrinya itu, melihat senyum manis di wajah Bintang yang tidur, membuat perasaan Langit begitu tenang.Langit baru saja mengingat ucapan sang mimi siang tadi. Andai Joya tidak mengajaknya bicara terlebih dulu, mungkin saat ini Langit tidak bisa tidur dan masih bertengkar karena syok mengetahui Bintang hamil.“El.” Bintang terbagun dan melihat suaminya yang masih duduk dan belum tidur.“Hm, ada apa?” Langit membelai rambut Bintang dengan lembut.“Kenapa tidak tidur?” tanya Bintang sedikit mendongak untuk bisa memandang istrinya.Langit membaringkan tubuh di samping Bintang, setelah mendengar pertanyaan istrinya itu. Dia lantas berbaring miring saling berhadapan dengan Bintang.“Baru selesai mengecek beberapa berkas yang tadi belum selesai,” jawab Langit sambil memeluk Bintang.Bintang masih memperhatikan suaminya, hingga kemudian menenggelamkan wajah saat Langit memeluknya.“El.”“Hm ….”“Kamu benar-bena
Bintang dan Langit benar-benar ke rumah sakit lagi. Tentu saja karena Langit yang ingin melihat calon bayi mereka. Hal ini membuat Bintang sangat bahagia saat Langit menerima kehamilannya.Langit menoleh ke kanan dan kiri, melihat beberapa pasang suami-istri yang menunggu giliran dipanggil.“Ternyata banyak yang hamil,” ucap Langit malah keheranan sambil memandangi satu per satu.Bintang tertawa kecil mendengar ucapan suaminya. Dia lantas menautkan jemari mereka, menatap suaminya dengan penuh kebahagiaan.“Kamu menggemaskan sekali,” ucap Bintang yang merasa kalau suaminya lucu karena keheranan.“Apanya menggemaskan?” tanya Langit keheranan, bahkan mata sampai menyipit memandang istrinya.Bintang melebarkan senyum, kemudian mencubit hidung suaminya.“Kamulah, masa suami orang,” seloroh Bintang menjawab pertanyaan Langit.Tentu saja sikap Bintang dan Langit mengundang perhatian beberapa pasang suami-istri yang ada di sana. Mungkin berpikir jika keduanya pengantin baru dan masih mesra-me
“Kenapa aku merasa kalau sekretarismu tidak menyukaiku?” Bintang merasa sensitif setelah Lani tidak membalas sapaannya sama sekali.Langit menoleh dan mengerutkan dahi mendengar ucapan Bintang. Dia menarik tangan istrinya itu agar lebih dekat dengannya yang duduk di kursi, memegang telapak tangan Bintang sambil mengulas senyum.“Sejak kapan kamu peduli pada pandangan orang tentangmu?” tanya Langit keheranan karena Bintang mengeluh soal sikap Lani.Bintang sedikit menunduk untuk bisa menatap Langit.“Ya, aku peduli karena dia setiap hari berinteraksi denganmu. Sebagai sekretaris, aku rasa penampilannya berlebihan, terlalu minim dan ….” Bintang sengaja menjeda ucapannya sambil memutar bola mata malas.Langit ingin membalas ucapan Bintang, tapi urung karena mendengar suara ketukan pintu.Lani masuk membawa berkas yang diminta Langit, berjalan mendekat dengan ekspresi wajah malas.“Ini berkas yang Anda minta, Pak.” Lani meletakkan berkas itu di meja.“Ya,” balas Langit tanpa senyum, atau
Langit dan Bintang menoleh. Mereka melihat siapa yang memanggil. Bahkan orang yang memanggil kini sudah tersenyum hangat ke arah keduanya. "Bintang juga di sini?" tanya Kenzo saat melihat menantunya di perusahaan itu. Bintang tidak pernah ke sana, ini adalah pertama kalinya bagi Bintang mendatangi perusahaan suaminya. Kenzo dan Joya baru saja keluar dari lift yang berbeda dengan Langit dan Bintang, membuat mereka langsung menyapa begitu melihat anak dan menantunya itu. "Iya, Pi. Tadi kami dari rumah sakit, terus mampir sebentar karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," jawab Langit menjelaskan. Joya menatap Bintang dan Langit bergantian, sedikit cemas jika keduanya ke rumah sakit bukan untuk membahas soal kehamilan Bintang, tapi ada hal lainnya. "Kalian mau makan siang bersama? Mimi dan Papi mau makan di kantin hari ini," ajak Joya. Dia sekalian ingin memastikan apakah hubungan Langit dan Bintang baik-baik saja. Langit menoleh Bintang, melihat istrinya menganggukkan kepal