Langit tidak kembali ke perusahaan karena mencemaskan kondisi Bintang. Bintang tertidur setelah sangat lama menangis, wajahnya sembab dan sesekali terisak meski sambil memejamkan mata.Dia menatap wajah Bintang, melihat banyaknya kesedihan dari pancaran wajah istrinya itu. Langit benar-benar sedih, terpukul, juga sakit melihat istrinya seperti ini.Mengecup kening Bintang dengan lembut. Langit pun bangkit dari ranjang untuk membuatkan Bintang susu juga roti. Sejak siang Bintang belum makan apa pun, hal itu membuat Langit mencemaskan kondisi Bintang.Langit memasukkan roti ke alat pemanggang, lantas menyiapkan air panas untuk membuatkan susu ibu hamil yang biasa Bintang minum. Meski kecil kemungkinan janin di rahim sang istri bisa berkembang, tapi Langit tidak ingin mematahkan impian sang istri dengan menyerah begitu saja.Saat sedang menunggu roti matang, Langit memilih menghubungi sang mimi untuk meminta solusi karena dirinya pun tidak bisa berpikir jernih sekarang.“Halo, El. Ada ap
“Apa yang terjadi dengan Bintang?” tanya Annetha dengan wajah panik.Annetha langsung datang ke rumah sakit begitu dihubungi Langit.Langit sendiri menghubungi Annetha karena merasa jika mertuanya itu berhak tahu akan kondisi Bintang.Bintang sendiri sudah dirawat inap karena kondisinya yang terus menurun.Saat Langit akan menjelaskan, Joya datang bersama Kenzo.“Gimana kondisi Bintang, El?” tanya Joya langsung begitu bertemu Langit di depan ruang inap.Langit dan Annetha memang berada di depan kamar agar perbincangan mereka tidak mengganggu istirahat Bintang.Annetha dan Langit menoleh, melihat Joya yang bertanya dengan ekspresi wajah panik.“Masih istirahat, Mi.” Langit memilih menjawab pertanyaan Joya dulu.Annetha panik karena kondisi Bintang kali ini benar-benar buruk.“Sebenarnya ada apa sih, El? Kenapa Bintang sampai seperti ini?” tanya Annetha benar-benar penasaran.Langit mengajak Annetha duduk, sedangkan Joya dan Kenzo berdiri mendengarkan.“Mi, Bintang syok karena kondisi
“Bagaimana?” tanya Annetha saat menemui Langit di luar ruang inap.Annetha dan Joya keluar untuk memberi ruang kepada Arlan agar bisa menenangkan Bintang. Mereka bertemu Langit dan Kenzo yang baru saja menemui dokter.Langit menoleh Kenzo, hingga sang papi mengangguk dan meminta putranya yang menjelaskan.“Dokter bilang jika kondisi Bintang akan terus memburuk, kalau masih mempertahankan janinnya. Selain fisiknya yang lemah, mentalnya pun akan terpengaruh akan kondisi janin itu. Hingga dokter menyarankan agar janinnya dikeluarkan sesegera mungkin,” ujar Langit menjelaskan sesuai dengan yang dikatakan oleh dokter.Annetha benar-benar terkejut karena semua harus berakhir seperti ini. Joya pun terkejut meski sudah menebak akan seperti ini, belum lagi kondisi Bintang yang benar-benar tidak memungkinkan untuk hamil.“Dokter juga bilang kalau kandungan Bintang sangat lemah, menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, bahkan bisa mengakibatkan keguguran juga, misal nantinya bisa bertahan,” ungk
“Papi bicara apa saja dengan Bintang?” tanya Annetha yang berada di luar bersama Arlan, Joya, dan Kenzo. Keempat orang tua itu tentunya sedih dan bingung memikirkan kondisi Bintang yang terus menurun. Arlan menarik napas panjang, kemudian menjawab pertanyaan Annetha. “Hanya menasihati, agar Bintang paham serta tahu mana yang seharusnya perlu dipertahankan atau tidak,” jawab Arlan. Annetha diam karena sedih, begitu juga dengan Kenzo dan Joya. “Meski janin itu sangat berharga baginya, tapi kondisinya sekarang tidak memungkinkan untuk dipertahankan. Aku tidak memaksanya memilih, hanya saja memberi pengertian jika ada yang lebih berharga dari apa yang sedang ditangisinya sekarang. Dirinya, suami, dan juga kita yang menunggunya sehat serta bisa tertawa seperti semula,” ucap Arlan kemudian. “Ya, kesehatan Bintang lebih berarti. Meski kita pun mengharapkan semuanya baik-baik saja, tapi kita juga tidak bisa menentang ketentuan Tuhan yang sudah menggariskan seperti itu,” timpal Joya. Mes
“Sudah mendingan?” tanya Orion yang sore itu datang ke rumah sakit untuk menjenguk kakaknya.Dia ada sidang siang itu, sehingga tidak bisa langsung datang ketika mendapat kabar tentang kondisi sang kakak. Cheryl sendiri menunggu Orion karena harus menjemput sebelum berangkat bersama.“Lumayan,” jawab Bintang sambil merekahkan senyum. “Terima kasih karena sudah datang ke sini,” ucap Bintang kemudian.“Untuk apa berterima kasih, sudah sewajarnya aku datang untuk melihat kakakku yang manja ini,” ucap Orion yang gemas sambil mencubit hidung Bintang.“Ion, sakit.” Bintang memekik dan melepas paksa tangan Orion dari hidungnya.Orion terkekeh, Cheryl pun tertawa kecil melihat kedekatan adik-kakak itu.“Kapan operasinya?” tanya Cheryl.“Besok pagi,” jawab Bintang dengan senyum getir di wajah.Orion tahu jika sang kakak sedih atas kejadian yang menimpa. Dia pun pernah merasa di posisi seperti Langit, di mana harus melihat sang istri terpukul dan sedih sampai menangis berjam-jam karena kehilang
Pagi itu, Bintang sudah bersiap untuk dibawa ke ruang operasi. Meski masih berat kehilangan calon bayinya, tapi Bintang berusaha melepas, mengingat jika itu yang terbaik untuknya dan keluarganya.“Takut?” tanya Langit saat melihat Bintang yang menarik napas dan mengembuskan berulang kali.Bintang menoleh Langit, lantas menggelengkan kepala.“Tidak takut, hanya sedikit gugup,” jawab Bintang.Langit mendekatkan wajah, mengecup kening sang istri agar tenang dan tidak perlu mencemaskan apa pun.Dua perawat masuk kamar Bintang, semua orang yang menunggu di sana berdiri karena sudah waktunya Bintang masuk ruang operasi.Annetha mencemaskan Bintang, takut jika tiba-tiba kondisi putrinya itu drop saat menjalani operasi.Bintang menoleh sang mami lantas memberi senyuman, agar sang mami tidak mencemaskannya. Dia berbaring di ranjang, dua perawat mendorong ranjang untuk keluar dari kamar inap.“Bintang pasti baik-baik saja, jangan terlalu mencemaskannya,” ucap Joya yang juga ada di sana.Annetha
Sudah satu minggu semenjak Bintang melepas sesuatu yang sangat didambanya dengan penuh rasa ikhlas. Sekarang Bintang sudah menjalani harinya seperti biasa.Langit sendiri selama satu minggu ini memang sengaja tidak pergi ke perusahaan karena ingin menemani dan memastikan kondisi Bintang benar-benar stabil. Dia mengerjakan tugasnya dari rumah, bahkan meeting pun dilakukan secara virtual.“Kamu hari akan masuk kerja?” tanya Bintang. Dia sedang berada di pantry, menyiapkan sarapan untuknya dan sang suami.Langit baru saja keluar dari kamar. Sudah berpakaian rapi dan memakai dasi, hanya belum memakai jas.“Ya, nanti ada perwakilan dari Magnifique Paris yang akan datang, jadi aku harus datang untuk ikut menemui mereka,” jawab Langit sambil berjalan mendekat ke Bintang.“Hm … begitu.” Bintang membalas penjelasan suaminya tanpa memandang ke pria itu, masih sibuk dengan salmon yang sedang dipanggang.Langit sampai di belakang Bintang, lantas memeluk istrinya dari belakang dan meletakkan dagu
Bintang berada di lobi perusahaan menunggu Langit datang. Duduk di ruang tunggu sambil menyilangkan kaki, membaca majalah yang tersedia di sana. “Bin.” Suara Langit membuat Bintang mengalihkan pandangan ke sumber suara. Hingga melihat sang suami yang kini sedang berjalan ke arahnya. Bintang memulas senyum, menutup majalah yang dibaca, lantas berdiri untuk menghampiri suaminya. “Bintang di sini?” Joya terlihat senang melihat menantunya di sana. “Iya, Mi,” jawab Bintang dengan seulas senyum manis di wajah. “Apa aku mengganggu kalian?” tanya Bintang berbasa-basi, terlebih di sana ada perwakilan dari Paris. “Tidak menganggu, kamu malah datang di waktu yang tepat,” jawab Joya. “Iya benar, mau makan siang bersama kami?” tanya Kenzo menimpali ucapan istrinya. Bintang mendadak canggung karena kedua mertuanya sangat terbuka dan tidak membedakan. Langit melirik sang istri, sudah berkata jika Joya dan Kenzo pasti tidak akan keberatan, tapi istrinya saja tadi pagi yang ragu. “Iya, Mi, Pi