Sudah satu minggu semenjak Bintang melepas sesuatu yang sangat didambanya dengan penuh rasa ikhlas. Sekarang Bintang sudah menjalani harinya seperti biasa.Langit sendiri selama satu minggu ini memang sengaja tidak pergi ke perusahaan karena ingin menemani dan memastikan kondisi Bintang benar-benar stabil. Dia mengerjakan tugasnya dari rumah, bahkan meeting pun dilakukan secara virtual.“Kamu hari akan masuk kerja?” tanya Bintang. Dia sedang berada di pantry, menyiapkan sarapan untuknya dan sang suami.Langit baru saja keluar dari kamar. Sudah berpakaian rapi dan memakai dasi, hanya belum memakai jas.“Ya, nanti ada perwakilan dari Magnifique Paris yang akan datang, jadi aku harus datang untuk ikut menemui mereka,” jawab Langit sambil berjalan mendekat ke Bintang.“Hm … begitu.” Bintang membalas penjelasan suaminya tanpa memandang ke pria itu, masih sibuk dengan salmon yang sedang dipanggang.Langit sampai di belakang Bintang, lantas memeluk istrinya dari belakang dan meletakkan dagu
Bintang berada di lobi perusahaan menunggu Langit datang. Duduk di ruang tunggu sambil menyilangkan kaki, membaca majalah yang tersedia di sana. “Bin.” Suara Langit membuat Bintang mengalihkan pandangan ke sumber suara. Hingga melihat sang suami yang kini sedang berjalan ke arahnya. Bintang memulas senyum, menutup majalah yang dibaca, lantas berdiri untuk menghampiri suaminya. “Bintang di sini?” Joya terlihat senang melihat menantunya di sana. “Iya, Mi,” jawab Bintang dengan seulas senyum manis di wajah. “Apa aku mengganggu kalian?” tanya Bintang berbasa-basi, terlebih di sana ada perwakilan dari Paris. “Tidak menganggu, kamu malah datang di waktu yang tepat,” jawab Joya. “Iya benar, mau makan siang bersama kami?” tanya Kenzo menimpali ucapan istrinya. Bintang mendadak canggung karena kedua mertuanya sangat terbuka dan tidak membedakan. Langit melirik sang istri, sudah berkata jika Joya dan Kenzo pasti tidak akan keberatan, tapi istrinya saja tadi pagi yang ragu. “Iya, Mi, Pi
“Kenapa kamu memperbolehkannya datang ke apartemen?” tanya Langit sedikit panik juga bingung.Langit sekarang sedang berada di mobil bersama Bintang menuju ke perusahaan. Perwakilan Magnifique Paris langsung kembali ke hotel dengan mobil berbeda, sedangkan Joya dan Kenzo berada di mobil yang berbeda juga.“Memangnya kenapa, El? Lagian dia itu sahabatmu, kamu sendiri yang bilang. Tidak masalah juga sebenarnya mengajak makan malam, tidak tiap hari juga,” jawab Bintang dengan santainya.Bintang menoleh Langit, melihat suaminya yang terlihat kebingungan.“Kenapa kamu tidak mau Steven makan malam di tempat kita. Apa kamu sedang mencemaskan sesuatu?” tanya Bintang sambil menautkan alis, menatap curiga ke Langit.Langit terkejut mendengar pertanyaan Bintang, tapi mencoba bersikap biasa saja.“Tidak, aku tidak mencemaskan sesuatu. Hanya takut kamu tidak nyaman dengan cara bicaranya yang bisa dibilang tanpa filter,” jawab Langit mengelak dari tuduhan Bintang.Bintang pun percaya, apalagi Steve
“Apa ini sudah cukup? Ada yang perlu dibeli lagi?”Langit mengantar Bintang berbelanja karena malam nanti Steven akan datang sesuai dengan janji untuk makan malam.Bintang mengecek barang yang ada di troli, hingga mengangguk.“Sudah semua,” jawab Bintang.Langit pun mengajak Bintang ke kasir karena sudah selesai berbelanja. Banyak barang yang dibeli, sepertinya Bintang tidak ingin mengecewakan Steven, serta tidak mau sahabat suaminya itu berpikiran jika Bintang tidak suka didatangi tamu, sehingga memasak makanan alakadarnya, membuat Bintang akhirnya memilih untuk menyiapkan beberapa menu.Ini weekend, sehingga Langit bisa menemani istrinya, sekalian membantu memasak.Mereka sudah sampai di apartemen. Langit membawa semua barang belanjaan, tidak membiarkan sang istri mengangkat barang berat.“Aku akan meracik bumbunya, bisa bantu membersihkan daging dan juga sayurannya?” tanya Bintang sambil menggulung ujung lengan blouse yang dikenakan.“Tentu saja,” balas Langit semangat, karena mema
Bintang diam menatap Steven, bahkan senyum yang sejak tadi merekah, mendadak hilang menguar entah ke mana.“Kenapa raut wajahmu berubah? Kamu tidak siap? Bukankah kamu bilang tahu bagaimana kelakuan El saat di Paris,” ujar Steven saat melihat ekspresi wajah Bintang.Bintang tersenyum miring menanggapi ucapan Steven. Dia lantas dengan santai memasukkan potongan daging ke mulut, meski rasa kesal bercokol di dada karena pertanyaan Steven.“Kalau begitu aku balik tanya, sebelum menjawab pertanyaanmu.” Bintang menatap Steven sambil mengunyah makanan yang ada di mulut.Steven diam dan menatap Bintang yang terlihat begitu tenang.“Jika kamu sangat mencintai seorang wanita, kemudian pria dari masa lalu wanita itu datang untuk kembali bersamanya, apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana perasaanmu?” tanya Bintang dengan tatapan yang tidak bisa dideskripsikan.Steven terkejut mendengar pertanyaan Bintang, sungguh tidak menyangka jika Bintang akan membalikkan pertanyaan kepadanya.“Aku tidak akan b
“Bin, aku sedang dalam perjalanan pulang. Kamu mau titip sesuatu?”Suara Langit terdengar dari seberang panggilan. Bintang mengapit ponsel dengan telinga dan pundak, kedua tangan sedang sibuk mengeluarkan kue dari oven. Semenjak di rumah dan tidak bekerja, Bintang lebih suka menghabiskan waktu belajar memasak agar bisa membuatkan makanan yang bervariasi untuk suaminya.“Tidak usah, pulanglah segera, aku sudah memasak beberapa menu masakan,” jawab Bintang.Dua bulan berlalu semenjak Steven berkunjung ke apartemen. Ucapan pria itu yang aneh sebelum pergi, dianggap sebagai keisengan saja. Apalagi Langit berkata jika Steven memang suka bercanda.“Baiklah, aku akan segera sampai di apartemen,” ucap Langit dari seberang panggilan.Bintang mengakhiri panggilan. Dia meletakkan loyang berisi kue yang masih panas di atas meja pantry. Sore itu Bintang begitu bersemangat menyiapkan makanan untuk makan malam. Rumah tangganya dengan Langit beberapa bulan ini terasa manis, setelah semua masalah yang
Bintang bangun dari posisi duduk, lantas berdiri berhadapan dengan Langit.Langit menatap Bintang, menunggu istrinya memberikan hadiah yang dijanjikan.“Mana hadiahku?” tanya Langit karena penasaran.Bukannya menjawab pertanyaan Langit, Bintang malah mengalungkan kedua lengan ke leher suaminya. Dia menahan senyum, menatap Langit penuh arti.“Apa, hm?” tanya Langit sambil merengkuh pinggang istrinya.“Hadiahnya aku,” jawab Bintang kemudian menyentuhkan bibir mereka.Langit terkejut mendengar apa yang diucapkan Bintang, tapi memilih membalas pagutan bibir istrinya itu. Keduanya saling melumat, sebelum akhirnya melepas dan saling tatap.“Sudah selesai?” tanya Langit memastikan.Selama dua bulan ini Langit menahan diri karena kondisi Bintang pasca kuret yang memang tidak boleh berhubungan intim. Sabar berpuasa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.“Ya, sudah bersih. Aku sudah memastikannya sejak tiga hari lalu,” jawab Bintang dengan senyum penuh bahagia, tidak sabar ingin melay
“Ada masalah genting seperti ini, kenapa malah telepon aku?” Bintang terlihat bingung sampai tidak tahu harus bangun atau apa. Langit ikut bingung melihat Bintang panik. “Aku bingung harus bagaimana. Cepat kamu ke sini!” Suara Anta terdengar dari seberang panggilan. “El, cepat pakai pakaianmu!” perintah Bintang sambil turun. Bukannya membalas ucapan Anta, Bintang malah bicara dengan suaminya. “Ada apa, Bin?” tanya Langit kebingungan. “Anta mau melahirkan,” jawab Bintang sambil panik mencari alas kakinya. Dia mau ke lemari mengambil pakaian karena saat ini Bintang hanya memakai lingerie. “Hah! Bagaimana ceritanya Anta mau melahirkan?” Langit terkejut bukan main mendengar jawaban istrinya yang panik. Bintang mendesis pelan sambil menepuk jidat karena salah bicara, hingga kemudian menjelaskan. “Laras mau lahiran, ketubannya pecah, tapi si bodoh ini malah panik tidak buru-buru membawa istrinya ke rumah sakit.” Bintang mengomel masih dengan panggilan yang terhubung. Langit bergega