"Signora Sasmaya!" Seorang wanita menyapanya."Hei, Drew!" Sasmaya tersenyum dan mengalihkan perhatiannya dari gadgetnya, menatap wanita yang menjemputnya di bandara."Sudah lama tidak bertemu dengan Anda! Bagaimana kabar Anda, Signora Sasmaya?" Drew tetap berdiri di depannya dengan sikap siaga."Tidak usah sekaku itu, kau tidak perlu menjagaku seperti dulu. Ayo kita ke hotel, mana mobilmu?" Sasmaya menepuk bahu wanita itu dan berjalan mendahuluinya menuju area parkir.Drew hanya menggelengkan kepalanya dan menyusul wanita berambut putih keabuan itu. Penampilannya yang unik cukup menarik perhatian orang-orang di sekeliling mereka. Warna rambutnya terlihat mencolok meski di Eropa warna rambut lebih beragam."Ayo Drew!" Seru Sasmaya tidak sabar. Wanita itu kini menunggunya di sebelah sebuah mobil yang terparkir tepat di depan pelataran parkir."Anda masih mengenali mobil kami!" Drew tersenyum dan membuka pintu belakang mobil untuk
"Signora, bagaimana kabar Anda?" Helena tersenyum semringah menyambut Sasmaya.Wanita setengah baya itu sempat terkejut akan kedatangannya yang tiba-tiba. Andrea sama sekali tidak memberitahukannya mengenai rencana kedatangan wanita cantik itu."Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?" Sasmaya tersenyum dan melepaskan pelukannya."Kakiku sering sakit akhir-akhir ini." Helena mengeluh dan menggandengnya untuk duduk di kursi kayu."Maklumlah usiaku sudah lebih dari setengah abad," lanjutnya seraya terkekeh."Aku akan meminta Athena untuk memeriksamu besok." Andrea menggeser kursi di sebelah Sasmaya dan duduk di sana."Ah itu lebih baik. Kalian ingin makan malam atau menikmati sesuatu yang ringan terlebih dahulu?" Helena bertanya dengan penuh antusias."Aku mau kopi dan tentu saja kue-kuemu. Aku rindu masakan Yunani." Sasmaya tersenyum dan mengedipkan mata pada Helena."Kau ini! Selalu saja merasa kelaparan." Andrea tertawa dan merengkuh bahunya."Hidup hanya sekali dan kita harus menikm
"Selamat pagi Signora!" Diana menyapa Sasmaya saat wanita itu keluar dari kamarnya dan duduk di teras yang menghadap ke laut."Selamat pagi! Bisakah kau memberitahu Helena untuk menyiapkan kopi dan sarapan kami di sini?" Sasmaya meminta tolong pada gadis itu dengan ramah dan sopan."Baik Signora!" Diana menyahut dengan ketus dan bergegas menuju dapur.Sasmaya tertegun melihat sikapnya yang ketus dan tidak bersahabat. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengabaikan sikap gadis itu terhadapnya."Maaf Signor!" Terdengar lagi suara gadis itu. Sepertinya dia berpapasan dengan Andrea."Tidak apa!" Terdengar suara Andrea menyahut dengan nada datar tanpa emosi seperti biasanya."Signor apa Anda ingin sesuatu untuk sarapan?" Kembali terdengar suara gadis itu.Sasmaya menoleh dan menatap mereka dari tempatnya duduk. Nampak gadis itu menundukkan kepalanya dan bersikap begitu sopan dan ramah. Sasmaya baru menyadari pakaian gadis itu cukup terbuka."Astaga!" Hampir saja Sasmaya tertawa tergelak
"Sas, aku serius dengan ucapanku tadi." Andrea menatap Sasmaya yang tengah menikmati kopinya."Aku tahu." Sahut Sasmaya pelan. Sasmaya bukan gadis muda yang naif dan lugu. Jauh sebelum ini, Andrea telah beberapa kali mengungkapkan keinginannya untuk menikahi dirinya."Sekarang kau hidup sendiri. Tidak akan ada yang menghalangi keputusanmu bukan?" Andrea meraih jari jemarinya dan meremasnya pelan.Dahulu, ibunda Sasmaya menentang hubungannya dengan Andrea dengan berbagai alasan. Salah satunya perbedaan adat, budaya dan ras. Sasmaya menganggap wajar opini sang ibunda saat itu, tetapi kini setelah semua yang terjadi dalam hidupnya dia menyadari satu hal.Sedari awal sang ibunda telah memperlakukannya berbeda. Alasannya hanyalah karena Jessica, sang kakak sakit-sakitan dan ringkih sedari kecil. Dia harus selalu mengalah untuknya termasuk saat sang kakak menginginkan hidupnya tak bahagia juga suaminya."Andrea benarkah ada cinta di antara kita?" Sasmaya menatap pria itu lekat-lekat.Jauh d
Beberapa hari di Santorini, membuat Sasmaya terhibur. Dia melupakan kesepiannya dengan menikmati hari-harinya bersama Signora Nora Belucci, ibu kandung Andrea Belucci."Sas, kalian tidak ingin menikah?" Pertanyaan Nora membuat Sasmaya hampir tersedak kejunya."Maksud Tante?" Sasmaya menanggapi dengan hati-hati ucapan wanita itu setelah meneguk segelas besar air mineral."Kalian sama-sama sendiri, kenapa tidak menikah? Kalian sudah cukup lama saling mengenal bukan?" Nora memperjelas ucapannya tadi dengan santai.Wanita tua itu sudah tidak lagi seperti dahulu, seperti di awal-awal kedekatan mereka. Dahulu Nora kerap mempertanyakan hubungan mereka yang menurutnya lebih dari sekadar berteman."Atau kau sudah memiliki pilihan hati? Alejandro Castillo mungkin?" Nora melanjutkan ucapannya dan tersenyum kecil menggodanya."Kenapa Tante berpikir begitu?" Sasmaya menatap wanita di hadapannya seraya tersenyum manis."Aku melihat fo
Kembali ke Singapura, suasana hati Sasmaya semakin tidak karuan. Dia memutuskan untuk menyerahkan masalah tim SoS pada Julian. Sedangkan bisnisnya yang lain kepada Andrew."Aku lelah!" Hanya itu alasan yang dikemukakannya pada Julian dan Andrew.Mereka berdua tidak lagi bertanya. Semenjak meninggalnya Finn dua tahun lalu, Sasmaya bak hidup enggan mati pun segan. Bak mayat hidup yang hanya menjalani kehidupan tanpa jiwa."Beristirahatlah dan nikmati hari-harimu dengan segala hal yang kau sukai dan membuatmu bahagia." Julian menepuk bahunya dengan lembut sedangkan Andrew memeluknya dan mengecup rambutnya dengan sayang."Terima kasih sudah mau mengerti diriku," gumam Sasmaya lirih.Kini seperti yang dikatakan Julian, dia beristirahat di rumah bersama kedua anabul kesayangannya, Oyen dan Uyik. Kedua hewan berbulu itu menjadi teman pelipur laranya."Aih, kalian gemoy sekali!" Serunya seraya menepuk-nepuk kepala Oyen dan menggaruk-garu
Di pagi hari yang cerah, Sasmaya membawa buket bunga Lily kesayangan putrinya. Hari ini dia memutuskan untuk mengunjungi makam Chelsea."Hei anak gadis mami," gumamnya pelan seraya menyentuh nisan berukirkan nama sang putri, Chelsea."Mami rindu padamu," bisiknya lagi. Menatap nisan yang membisu.Terbayang kembali kenangan bersama putri tunggalnya itu. Gadis kecil yang tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Di saat dia menemukan figur ayah dalam diri Finn, Tuhan memintanya untuk kembali ke haribaannya."Mami, terima kasih sudah menyayangi Chelsea. Mami jangan menangis lagi, karena Chelsea tidak akan merasakan sakit lagi." Ucapan terakhir sang putri selalu terngiang di telinganya."Uncle Finn, terima kasih sudah mau menjadi ayah Chelsea. Selamanya hanya Uncle, ayah Chelsea." Gadis itu menggenggam erat tangan keduanya dmsebelum benar-benar menutup mata untuk selamanya."Dunia mami runtuh saat kau pergi, sayang. Tetapi mami harus i
Ale menatap smartphone-nya. Akhir-akhir ini dia kerap menatap alat komunikasi itu, berharap ada sebuah pesan atau bahkan panggilan telepon atau pun video."Ada apa dengannya?" gumamnya perlahan. Sungguh dia merasa kesal karena akhir-akhir ini Sasmaya hampir tidak pernah menghubunginya.Terakhir kali mereka sepakat untuk bertemu jika dirinya memiliki waktu luang. Namun itu tidak pernah terwujud karena setelah itu Sasmaya tidak menghubunginya lagi."Haruskah aku ke sana?" gumamnya lagi. Perlahan diletakkannya benda itu di atas mejanya.Kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Ini bukan pertama kalinya Sasmaya mengabaikan dirinya. Dahulu wanita itu bahkan tidak pernah menganggap serius dirinya."Dia memang kerap mengamatiku tetapi bukan sebagai seorang pria, sebagai pesepakbola yang diincarnya," keluhnya dalam hati mengingat masa-masa Sasmaya kerap memujinya.Ale tertegun sebentar, pada akhirnya dia memilih untuk tidak terlalu