"Kenapa denganmu?" Ale menatap Alena dengan tatapan curiga.Sedari pagi tadi Alena membuatnya heran. Sahabat masa kecilnya itu terlihat gugup dan salah tingkah. Entah apa yang membuatnya seakan-akan melihat hantu."Tidak ada apa-apa. Mungkin aku hanya pusing saja," sahutnya dengan lemah.Alena memalingkan wajahnya. Ada perasaan bersalah yang akhir-akhir ini kerap menggayuti benaknya. Apalagi saat sarapan tadi, keakraban Sasmaya dan Javier membuatnya semakin merasa tidak karuan."Benarkah semua baik-baik saja? Kau sedang tidak menyembunyikan sesuatu bukan?" Ale menatapnya lekat-lekat seakan-akan ingin menembus hatinya untuk mengetahui apa yang membuatnya gelisah seperti ini.Alena menggelengkan kepalanya dengan tegas. Dia tidak ingin Ale semakin mencurigainya dan kemudian mencari tahu penyebab sikapnya yang tidak seperti biasanya."Aku hanya merasa khawatir dengan apa yang akan dilakukan Alicia selanjutnya. Sepertinya telah memasang alarm agar Sasmaya menjauhimu." Alena mengungkapkan s
"Oyen! Uyik!" Sasmaya berseru memanggil kedua hewan berbulu kesayangannya. Kedua ekor kucing itu berlarian menyambutnya dan mengeong-ngeong, mengitari kakinya.Satu minggu lebih tidak bertemu dengan kedua ekor kucing kecil itu membuatnya merindukan mereka. Sasmaya menggendong Uyik, sedangkan Oyen mengikutinya masuk ke dalam rumah."Aih Nona sudah pulang?" Bibi Liu terkejut melihat kedatangan Sasmaya yang tiba-tiba."Iya. Bibi sehat? Oyen dan Uyik nakal nggak?" Sasmaya tersenyum dan duduk di kursi."Sehat, mereka nggak rewel kok Non." Bibi Liu tersenyum lembut dan bergegas merebus air panas untuk membuatkan secangkir kopi kesukaan Sasmaya."Jangan kopi Bi. Teh saja dengan lemon." Sasmaya mengingatkan sebelum wanita setengah baya itu menuangkan bubuk kopi ke cangkir yang baru saja diambilnya dari rak."Oke," sahutnya lirih. Sedikit merasa heran karena biasanya Sasmaya selalu memintanya menyiapkan kopi."Aku tidak bisa hidup tanpa kopi. Bagiku kopi adalah canduku." Begitulah wanita cantik
"Mau sampai kapan kau seperti ini?" Enrico Salim menatapnya tak berkedip.Memperhatikan saudara sepupunya yang masih secantik dalam ingatannya. Tentu juga masih keras kepala seperti biasanya. Angkuh dan sedikit meremehkan orang-orang di sekitarnya. Itu yang tertangkap dari sikap dan tindak-tanduknya."Apa yang Abang inginkan? Katakan saja, tidak usah berbelit-belit." Sasmaya menyahut dengan santai.Dia paham betul bagaimana karakter orang-orang yang berada satu nama dengannya. Kedua orang tuanya, kakek dan neneknya, juga sepupunya. Mereka semua tidak akan mudah menundukkan kepala jika tidak berada dalam posisi tidak menguntungkan."Pulanglah!" Enrico pun menjawab dengan lugas tanpa basa-basi.Dia tidak bertanya bagaimana kabar sepupu cantiknya ini. Sasmaya tidak peduli, dia yakin Andrew sudah memberitahu Enrico apa saja yang telah dialaminya sejak memutuskan keluar dari rumahnya sendiri."Untuk apa? Aku lelah melihat drama yang memuakkan." Sasmaya menjawab dengan santai dan tanpa pene
"Ibumu sebenarnya hanyalah wanita biasa. Ayahmu menikahinya atas dasar cinta. Namun sedari awal kakekmu menentangnya." Tante Clarissa mulai bercerita.Sasmaya pernah mendengar kisah ini dari sang ibunda. Wanita yang telah melahirkannya itu tidak henti menjejalinya dengan kisah yang membuatnya sedikit membenci keluarga sang ayah."Keluarga Salim tidak pernah menghargai orang biasa seperti Mama ini. Bagi mereka harta adalah tolok ukur untuk memilih seseorang yang akan menjadi bagian dari keluarga mereka." Salah satu ucapan sang ibunda yang selalu terngiang di benaknya."Alasan sebenarnya kakekmu bukanlah masalah latar belakang ekonomi keluarga ibumu yang memang berasal dari keluarga biasa." Tante Clarissa melanjutkan ceritanya."Namun lebih karena karakter pribadi ibu dan nenekmu."Suara Tante Clarissa melemah saat mengucapkan kata-kata terakhirnya."Maksud Tante?" Sasmaya sedikit terkejut mendengar ucapan wanita yang dahulu sangat dekat dengan mendiang ayahnya."Begini, nenekmu memiliki
Alicia menatap Mikaila lekat-lekat. Gadis itu duduk dengan tenang berhadapan dengannya di ruang makan. Tidak ada siapa pun selain mereka berdua."Di mana anak-anak?" Alicia bertanya dengan nada dingin seperti biasanya saat berbicara dengan gadis berkacamata itu."Mereka bersama Bibi Luisa, Signora." Sahut Mikaila dengan tenang. Dia sama sekali tidak gugup dengan tatapan sinis kekasih Alejandro Castillo itu."Alena?" Alicia menyedekapkan kedua tangannya di dadanya."Saya rasa Signora Alena sedang menemani Signor Castillo bertemu klien di Barcelona." Mikaila kembali menyahut dengan tenang."Begitu? Apa kau tahu mengenai tamu di rumah peristirahatan di Granada?" Alicia kembali bertanya pada mantan asisten pribadinya itu."Saya tidak tahu Signora. Ada beberapa hal yang tidak menjadi bagian dari pekerjaan saya dan saya tidak bisa ikut campur." Kali ini Mikaila mulai terlihat gelisah.Dia mencium aroma masalah dalam pertanyaan Alicia barusan. Meski tidak tahu persis apakah itu, Mikaila mera
Sasmaya menjepit rambutnya dengan sebuah jepit rambut agar rapi dan cantik. Ditatapnya bayangan dirinya yang terpantul pada cermin."Perasaanku saja atau memang berat badanku naik?" gumamnya pelan seraya memutar tubuhnya.Beberapa hari ini dia merasa tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya. Namun tidak ada sakit atau pun keluhan kesehatan. Dia hanya merasa ada yang berubah dan membuatnya tidak nyaman."Ah sudahlah, mungkin perasanku saja," gumamnya lagi. Setelah memastikan penampilannya rapi, dia segera keluar dari kamar menuju ruang makan."Bibi masak apa?" tanyanya pada Bibi Liu yang baru saja menghidangkan sesuatu di atas meja makan."Ada dimsum dan bubur seafood. Non mau kopi?" Wanita itu tersenyum dan menawari Sasmaya kopi.Sasmaya menggelengkan kepalanya dan duduk di kursi. Mengendus aroma sedap masakan Bibi Liu."Jangan kopi, saya mau lemon hangat saja Bi." Sahutnya setelah beberapa saat."Wah sepertinya terapinya berhasil Non. Akhir-akhir ini Mkn jarang minum kopi lho." Bibi Liu
"Ini surat perjanjian yang aku tanda tangani saat hamil pertama kali. Ale memintaku untuk memikirkannya sebelum menandatanganinya." Alicia meletakkan sebuah map di depan pengacaranya."Apakah waktu itu kau tidak didampingi seorang pengacara?" Tanya pria berjas abu-abu itu seraya mengambil map dan membukanya."Tentu saja ada Pengacara Martinez yang mendampingiku saat itu." Sahut Alicia tegas. Disibakkannya rambut panjangnya dengan hati-hati.Alicia Dominguez adalah gambaran wanita latin sesungguhnya. Dia memiliki segala ciri khas kecantikan ala latina. Dengan kulit kecoklatan yang eksotis, rambut hitam legam panjang dan tubuh Indan nan aduhai.Lelaki mana pun pasti akan meliriknya dan mengaguminya. Meski banyak media dan netizen yang mencibir dengan mengatakan dia mendapatkan tubuh aduhai yang diidamkan banyak wanita itu setelah mulai berkencan dengan Alejandro Castillo."Begitu ya. Apakah Martinez tidak mengatakan sesuatu padamu saat itu?" Pria itu mengerutkan keningnya setelah membac
"Kau serius dengan rencanamu ini?" Enrico bertanya padanya. Memperhatikan Sasmaya yang tengah merapikan beberapa berkas dan barang yang hendak dibawanya pergi."Iya, aku sudah membicarakan ini dengan Ko Andrew. Kau tidak perlu khawatir, jika mamaku atau kakakku menemuimu. Semua sudah ada di surat kuasa yang kemarin aku buat bukan?" Sasmaya tersenyum tipis."Aku tidak mengkhawatirkan itu. Aku masih memiliki cukup energi untuk menghadapi ibu dan kakakmu itu. Namun aku mengkhawatirkan dirimu." Enrico menatap saudari sepupunya itu dengan prihatin.Sasmaya adalah putri pamannya yang hampir selalu lari dari rumah tempatnya berlindung untuk menghindari pertengkaran atau konflik dengan ibu dan kakaknya. Sedari kecil dia lebih memilih bersekolah di luar kota atau bahkan luar negeri dan memaksanya tumbuh dewasa tanpa kasih sayang tulus seorang ibu."Aku akan baik-baik saja di mana pun aku berada. Bukankah biasanya selalu begitu?" Sasmaya menutup kopernya dan menguncinya.Tidak banyak yang dibaw