Sasmaya menjepit rambutnya dengan sebuah jepit rambut agar rapi dan cantik. Ditatapnya bayangan dirinya yang terpantul pada cermin."Perasaanku saja atau memang berat badanku naik?" gumamnya pelan seraya memutar tubuhnya.Beberapa hari ini dia merasa tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya. Namun tidak ada sakit atau pun keluhan kesehatan. Dia hanya merasa ada yang berubah dan membuatnya tidak nyaman."Ah sudahlah, mungkin perasanku saja," gumamnya lagi. Setelah memastikan penampilannya rapi, dia segera keluar dari kamar menuju ruang makan."Bibi masak apa?" tanyanya pada Bibi Liu yang baru saja menghidangkan sesuatu di atas meja makan."Ada dimsum dan bubur seafood. Non mau kopi?" Wanita itu tersenyum dan menawari Sasmaya kopi.Sasmaya menggelengkan kepalanya dan duduk di kursi. Mengendus aroma sedap masakan Bibi Liu."Jangan kopi, saya mau lemon hangat saja Bi." Sahutnya setelah beberapa saat."Wah sepertinya terapinya berhasil Non. Akhir-akhir ini Mkn jarang minum kopi lho." Bibi Liu
"Ini surat perjanjian yang aku tanda tangani saat hamil pertama kali. Ale memintaku untuk memikirkannya sebelum menandatanganinya." Alicia meletakkan sebuah map di depan pengacaranya."Apakah waktu itu kau tidak didampingi seorang pengacara?" Tanya pria berjas abu-abu itu seraya mengambil map dan membukanya."Tentu saja ada Pengacara Martinez yang mendampingiku saat itu." Sahut Alicia tegas. Disibakkannya rambut panjangnya dengan hati-hati.Alicia Dominguez adalah gambaran wanita latin sesungguhnya. Dia memiliki segala ciri khas kecantikan ala latina. Dengan kulit kecoklatan yang eksotis, rambut hitam legam panjang dan tubuh Indan nan aduhai.Lelaki mana pun pasti akan meliriknya dan mengaguminya. Meski banyak media dan netizen yang mencibir dengan mengatakan dia mendapatkan tubuh aduhai yang diidamkan banyak wanita itu setelah mulai berkencan dengan Alejandro Castillo."Begitu ya. Apakah Martinez tidak mengatakan sesuatu padamu saat itu?" Pria itu mengerutkan keningnya setelah membac
"Kau serius dengan rencanamu ini?" Enrico bertanya padanya. Memperhatikan Sasmaya yang tengah merapikan beberapa berkas dan barang yang hendak dibawanya pergi."Iya, aku sudah membicarakan ini dengan Ko Andrew. Kau tidak perlu khawatir, jika mamaku atau kakakku menemuimu. Semua sudah ada di surat kuasa yang kemarin aku buat bukan?" Sasmaya tersenyum tipis."Aku tidak mengkhawatirkan itu. Aku masih memiliki cukup energi untuk menghadapi ibu dan kakakmu itu. Namun aku mengkhawatirkan dirimu." Enrico menatap saudari sepupunya itu dengan prihatin.Sasmaya adalah putri pamannya yang hampir selalu lari dari rumah tempatnya berlindung untuk menghindari pertengkaran atau konflik dengan ibu dan kakaknya. Sedari kecil dia lebih memilih bersekolah di luar kota atau bahkan luar negeri dan memaksanya tumbuh dewasa tanpa kasih sayang tulus seorang ibu."Aku akan baik-baik saja di mana pun aku berada. Bukankah biasanya selalu begitu?" Sasmaya menutup kopernya dan menguncinya.Tidak banyak yang dibaw
"Selamat pagi," gumam Sasmaya pada dirinya sendiri.Menggenggam secangkir susu coklat panas, Sasmaya duduk di depan jendela dan menatap pemandangan di hadapannya. Jalanan berlapis bebatuan dengan bunga-bunga aneka warna yang baru saja bermunculan di pot yang berjajar rapi di tepiannya. Sangat indah dan menyejukkan matanya di pagi hari di musim semi yang cerah.Kaysersberg, sebuah kota kecil dan komune di Haut-Rhin, Alsace, Prancis. Kota ini menjadi pilihannya sebagai tempat tinggalnya untuk sementara waktu di antara begitu banyak pilihan kota-kota lainnya di Eropa dan Asia."Indah dan tenang," gumamnya lagi seraya menyesap susu coklatnya.Andrea menyewa sebuah rumah mungil di pusat kota kecil itu untuknya. Sebuah rumah dengan gaya arsitektur khas Alsace, terbuat dari kayu dan dicat dengan warna-warni yang meriah."Seperti rumah dongeng!" Begitu reaksinya saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah yang kini dihuninya.Memang benar, tinggal di kota kecil yang dikelilingi perkebunan an
"Kau!" Sasmaya sungguh terkejut dengan kehadiran seseorang yang tidak diharapkannya saat ini."Mi amor!" Ale mendekat dan memeluknya. Sasmaya masih sedikit bingung karena Ale sama sekali tidak memberitahunya akan datang ke Kaysersberg."Kenapa tidak mengabariku?" Sasmaya bertanya dan melepaskan diri dari pelukannya."Aku ingin memberimu kejutan." Ale tersenyum dan menyentuh rambutnya dengan lembut.Ditatapnya wanita cantik yang beberapa hari ini selalu dikhawatirkannya. Sejak mengetahui kehamilan Sasmaya, Ale dilanda kekhawatiran. Bagaimana pun juga dia harus memantau kondisinya."Kau baik-baik saja?" Ale kembali mendekati Sasmaya."Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja dan sehat." Sasmaya tersenyum dan memutar tubuhnya di depan Ale, menunjukkan dirinya baik-baik saja.Ale tertawa dan menangkap lengannya. Kemudian memeluknya dari belakang."Aku merindukanmu," bisiknya lirih, menyusupkan kepalanya ke ceruk leher Sasmaya.Sasmaya hanya tersenyum dan meremas lengan kokoh yang meling
"Aku belum memiliki rencana untuk itu. Sepertinya aku akan melahirkan di sini saja." Sasmaya menatap Ale."Hei, ini hanyalah sebuah kota kecil." Ale mengerutkan keningnya, membalas tatapan Sasmaya."Tidak masalah, meski kita kecil, fasilitas kesehatan di sini cukup bagus. Apalagi kehamilanku baik-baik saja." Sasmaya kembali tersenyum dan meyakinkan Ale."Tidak bisa, kau harus melahirkan di Madrid, agar aku merasa tenang." Ale menggelengkan kepalanya, menolak keinginan Sasmaya."Hei, tidak usah khawatir. Aku dan dia akan baik-baik saja." Sasmaya meraih tangan Ale dan meletakkannya di perutnya."Aku tidak mau mengambil resiko." Ale membelai perutnya pelan."Tidak akan terjadi apa-apa. Tenanglah!" Sasmaya menyentuh lengannya, meyakinkannya semua akan baik-baik saja.Perdebatan mereka mengenai di mana nanti Sasmaya akan melahirkan berlanjut hingga malam, saat mereka duduk bersama di teras kamar utama, di rumah yang ditempati Sasmaya di Kayserberg."Ale, aku lebih senang berada di sini kar
"Jaga dirimu dan juga bayimu ya," bisik Ale lirih seraya mengecup perut Sasmaya.Sasmaya hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Dengan lembut disentuhnya rambut Ale. Ditatapnya pria itu dengan tatapan rumit."Jangan khawatirkan kami berdua. Kami pasti akan baik-baik saja." Sasmaya meyakinkannya agar Ale tidak mencemaskannya juga bayinya."Aku tahu, kau pasti akan menjaganya dengan baik." Ale menegakkan tubuhnya dan memeluknya erat-erat.Sasmaya tersenyum dan menepuk punggungnya dengan lembut. Setelah berpamitan, Ale pergi meninggalkannya karena harus kembali ke Madrid secepatnya."Aku rasa dia menjadi lebih sibuk semenjak pensiun bermain bola," gumam Sasmaya menatap mobil yang membawa Ale menjauh meninggalkan Kayserberg.Sasmaya masih berdiri di dekat jendela dan menatap jalanan yang lengang. Hanya sesekali beberapa pejalan kaki melintas. Tidak banyak, hanya satu atau dua atau serombongan wisatawan.Kayserberg merupakan kota kecil dan berpenduduk sedikit seperti kebanyakan kota-
"Ini yang aku dapatkan mengenai wanita itu." Mikaila mendorong laptopnya ke hadapan Pedro."Apa ini?" Pedro menatap layar laptop dengan seksama."Itu asset yang ditengarai sebagai milik pribadi Sasmaya Emily Salim. Dia salah satu pewaris dari grup Salim. Aku rasa dia mendekati Senor Castillo bukan karena uang." Mikaila menjelaskan."Begitu? Jadi ini murni karena saling ketertarikan? Apakah itu yang ingin kau katakan Mikaila?" Pedro menatap gadis berkacamata itu lekat-lekat."Aku rasa begitu. Senora Sasmaya tidak membutuhkan dukungan seorang pria untuk dapat menikmati hidup mewah seperti wanita-wanita dari tingkat status sosial yang sama dengan dirinya." Kembali Mikaila menjelaskan."Aku mengerti," sahut Pedro pelan. Ditutupnya laptop milik Mikaila."Aku hanya ingin tahu itu saja. Sahabatku itu berhak bahagia dengan segala yang dimilikinya. Meski sekarang orang-orang menganggap hidupnya lebih dari sekadar bahagia, tetapi aku tahu dia menginginkan sebuah kebahagiaan yang sederhana." Ped