Sasmaya tersenyum tipis saat melihat sebuah mobil memasuki halaman utama rumah peristirahatan. Dia dapat menduga siapa yang datang di saat malam menjelang.@Ale[Aku dan Javier ke rumah peristirahatan]Pesan dari Ale tadi memperjelas situasinya. Kepala pelayan juga memberitahukan keberadaan Alicia di rumah utama. Beruntung dia tinggal di paviliun sehingga tidak harus bertemu dengan Alicia setiap saat."Pasti akan canggung, apalagi sekarang ada Ale," gumamnya lirih seraya menatap foto yang akhir-akhir ini menjadi foto yang kerap ditatapnya saat dia sedang gelisah.Finn, Chelsea adalah dua orang yang foto-fotonya memenuhi galeri smartphone-nya. Kini bertambah dengan foto Javier dan Ale."Senora!" Seorang gadis pelayan menyapanya dengan sopan. Dia berdiri menundukkan kepalanya, tidak berani menatap langsung Sasmaya yang tengah duduk bertopang dagu dengan santai."Ada apa?" Sahutnya dengan ramah. Dia tidak ingin membuat seluruh penghuni di sini turut merasakan kecanggungan yang kini mulai
Setidaknya itu yang dilihat Ale dan Alicia saat tiba di teras. Alicia yang bergayut mesra dan manja pada lengan Ale harus menegur mereka untuk memberitahukan kehadirannya bersama Ale.Dia berdehem pelan. "Maaf membuatmu menunggu Senora Sasmaya," tegurnya dengan ramah.Sasmaya dan juga Javier mendongak menatap keduanya dan tersenyum. "Tidak masalah Senora," sahutnya dengan santai."Javier mengganggumu?" Ale bertanya padanya. Raut wajahnya menampakkan kekhawatiran. Dia melirik putra sulungnya dan memastikan bocah itu bersikap sopan dan tidak mengganggu tamunya."Sama sekali tidak." Sasmaya menyahut dengan tegas dan berdiri. Merapikan roknya dan memasukkan smartphone-nya ke dalam saku roknya."Javier masuklah." Alicia mengulurkan tangannya pada bocah itu dan memberi isyarat padanya untuk kembali ke kamarnya."Bye Aunty." Javier berpamitan pada Sasmaya dan pergi meninggalkan teras, kembali masuk ke dalam ruangan dari mana tadi dia keluar."Maafkan Javier." Alicia tersenyum tipis. "Mari ki
"Gracias untuk makan malamnya." Sasmaya tersenyum dengan tulus.Dia benar-benar berterima kasih untuk makan malam yang dipenuhi sajian lezat meski suasananya sangat canggung. Namun bagi dia itu bukan masalah. Itu hanya memperjelas situasi mereka bertiga."Pasangan yang aneh," gumamnya saat berjalan seorang diri kembali ke paviliun.Meski Alicia berusaha menahannya untuk menemaninya dan Ale menghabiskan wine tetapi dia menolaknya. Sasmaya tahu benar alasan Alicia yang sebenarnya."Dia hanya ingin menunjukkan hubungannya dengan Ale baik-baik saja dan aku hanya pengganggu semata. Trik basi," gerutunya seraya menendang kerikil di jalan setapak yang dilaluinya.Mungkin karena licin atau sesuatu hal yang lain, dia hampir tergelincir saat menendang kerikil. Hampir saja Sasmaya terjatuh jika saja sepasang tangan Kokoh tidak menangkap tubuhnya."Ale!" serunya, terkejut sekaligus gembira. Setidaknya dia tidak terjatuh dan menjadi sakit."Bagaimana kau ada di sini?" Sasmaya menoleh menatap sekel
Ale terbangun keesokan paginya dan tidak menemukan Sasmaya. Pria itu terduduk di tempat tidur sebentar. Dia sudah tidak terkejut lagi dengan sikap wanita itu yang selalu saja bertindak sesuka hatinya."Dia pergi begitu saja, menghilang tanpa jejak." Keluhnya seraya menatap sekelilingnya.Tidak ada jejak Sasmaya tertinggal selain hanya kenangan bersamanya semalam. Hanya sedikit aroma harum wanita itu yang masih tersisa dan hanya terhirup olehnya."Mungkin dia pergi untuk sarapan atau berjalan-jalan," gumamnya seraya beranjak menuju kamar mandi.Keluar dari kamar mandi dia dikejutkan dengan kehadiran Alicia. Kekasihnya itu duduk dengan santai di kursi seraya menatap taman."Aku harus kembali ke Madrid sekarang. Bagaimana denganmu?" tanyanya seraya beranjak dari kursinya dan mendekatinya."Ada pekerjaan? Ini akhir pekan seharusnya waktunya untuk berlibur bukan?" Ale mengerutkan keningnya menatap wanita yang kini tengah memainkan jari jemarinya di dadanya yang tanpa penutup dan masih sete
"Kenapa denganmu?" Ale menatap Alena dengan tatapan curiga.Sedari pagi tadi Alena membuatnya heran. Sahabat masa kecilnya itu terlihat gugup dan salah tingkah. Entah apa yang membuatnya seakan-akan melihat hantu."Tidak ada apa-apa. Mungkin aku hanya pusing saja," sahutnya dengan lemah.Alena memalingkan wajahnya. Ada perasaan bersalah yang akhir-akhir ini kerap menggayuti benaknya. Apalagi saat sarapan tadi, keakraban Sasmaya dan Javier membuatnya semakin merasa tidak karuan."Benarkah semua baik-baik saja? Kau sedang tidak menyembunyikan sesuatu bukan?" Ale menatapnya lekat-lekat seakan-akan ingin menembus hatinya untuk mengetahui apa yang membuatnya gelisah seperti ini.Alena menggelengkan kepalanya dengan tegas. Dia tidak ingin Ale semakin mencurigainya dan kemudian mencari tahu penyebab sikapnya yang tidak seperti biasanya."Aku hanya merasa khawatir dengan apa yang akan dilakukan Alicia selanjutnya. Sepertinya telah memasang alarm agar Sasmaya menjauhimu." Alena mengungkapkan s
"Oyen! Uyik!" Sasmaya berseru memanggil kedua hewan berbulu kesayangannya. Kedua ekor kucing itu berlarian menyambutnya dan mengeong-ngeong, mengitari kakinya.Satu minggu lebih tidak bertemu dengan kedua ekor kucing kecil itu membuatnya merindukan mereka. Sasmaya menggendong Uyik, sedangkan Oyen mengikutinya masuk ke dalam rumah."Aih Nona sudah pulang?" Bibi Liu terkejut melihat kedatangan Sasmaya yang tiba-tiba."Iya. Bibi sehat? Oyen dan Uyik nakal nggak?" Sasmaya tersenyum dan duduk di kursi."Sehat, mereka nggak rewel kok Non." Bibi Liu tersenyum lembut dan bergegas merebus air panas untuk membuatkan secangkir kopi kesukaan Sasmaya."Jangan kopi Bi. Teh saja dengan lemon." Sasmaya mengingatkan sebelum wanita setengah baya itu menuangkan bubuk kopi ke cangkir yang baru saja diambilnya dari rak."Oke," sahutnya lirih. Sedikit merasa heran karena biasanya Sasmaya selalu memintanya menyiapkan kopi."Aku tidak bisa hidup tanpa kopi. Bagiku kopi adalah canduku." Begitulah wanita cantik
"Mau sampai kapan kau seperti ini?" Enrico Salim menatapnya tak berkedip.Memperhatikan saudara sepupunya yang masih secantik dalam ingatannya. Tentu juga masih keras kepala seperti biasanya. Angkuh dan sedikit meremehkan orang-orang di sekitarnya. Itu yang tertangkap dari sikap dan tindak-tanduknya."Apa yang Abang inginkan? Katakan saja, tidak usah berbelit-belit." Sasmaya menyahut dengan santai.Dia paham betul bagaimana karakter orang-orang yang berada satu nama dengannya. Kedua orang tuanya, kakek dan neneknya, juga sepupunya. Mereka semua tidak akan mudah menundukkan kepala jika tidak berada dalam posisi tidak menguntungkan."Pulanglah!" Enrico pun menjawab dengan lugas tanpa basa-basi.Dia tidak bertanya bagaimana kabar sepupu cantiknya ini. Sasmaya tidak peduli, dia yakin Andrew sudah memberitahu Enrico apa saja yang telah dialaminya sejak memutuskan keluar dari rumahnya sendiri."Untuk apa? Aku lelah melihat drama yang memuakkan." Sasmaya menjawab dengan santai dan tanpa pene
"Ibumu sebenarnya hanyalah wanita biasa. Ayahmu menikahinya atas dasar cinta. Namun sedari awal kakekmu menentangnya." Tante Clarissa mulai bercerita.Sasmaya pernah mendengar kisah ini dari sang ibunda. Wanita yang telah melahirkannya itu tidak henti menjejalinya dengan kisah yang membuatnya sedikit membenci keluarga sang ayah."Keluarga Salim tidak pernah menghargai orang biasa seperti Mama ini. Bagi mereka harta adalah tolok ukur untuk memilih seseorang yang akan menjadi bagian dari keluarga mereka." Salah satu ucapan sang ibunda yang selalu terngiang di benaknya."Alasan sebenarnya kakekmu bukanlah masalah latar belakang ekonomi keluarga ibumu yang memang berasal dari keluarga biasa." Tante Clarissa melanjutkan ceritanya."Namun lebih karena karakter pribadi ibu dan nenekmu."Suara Tante Clarissa melemah saat mengucapkan kata-kata terakhirnya."Maksud Tante?" Sasmaya sedikit terkejut mendengar ucapan wanita yang dahulu sangat dekat dengan mendiang ayahnya."Begini, nenekmu memiliki