Efek obat yang dikonsumsinya, Noura tertidur di dalam mobil. Hal itu pun memudahkan Nader untuk membawanya ke dalam apartment.Derrtz. Ponsel Nader bergetar.Nader membuka pesan di ponselnya. Pesan itu dikirimkan oleh Omar. [Tuan, Ronald sudah bicara sedikit dan mengatakan jika nyonya Heba berniat membunuh Noura dan juga anak yang dilahirkannya. Untuk alasannya, aku belum bisa bertanya, Ronald masih belum bisa banyak berbicara.]"Apa lagi ini?" Nader mencengkram ponsel di tangannya. Permasalahannya mulai mendapat titik terang, tapi dia tak habis pikir dengan perbuatan ibu sambungnya. "Kenapa ibu tega ingin membunuh Ronald hanya karena dia ingin menghalangimu, Bu?" Nader ingin melampiaskan amarahnya, tapi tersadar jika ibu dan ayahnya sedang berada di luar negeri. "Apa selama ini ibu juga hanya mengarang cerita tentang Noura agar aku semakin membencinya?" Nader merasa buruk memikirkan semuanya. Dia terlalu jahat pada Noura hingga wanita itu mendapat penderitaan bertubi-tubi.Dengan
Paham dengan apa yang dirasakan Noura saat ini, Nader hanya bisa pasrah. Dia diam dan membiarkan Noura meninggalkan apartment tersebut."Aku minta maaf, Noura," Nader bergumam pelan sambil menatap kepergian Noura. "Bahkan aku terlalu buruk untuk mendapatkan maaf darimu," Nader mengucapkannya dengan suara yang pelan. "Apa aku harus mundur dan membiarkanmu bahagia dengan memilih jalan hidupmu sendiri?"Rasa sakit dan penderitaan yang dialami Noura selama ini tentu tidak sebanding dengan rasa sakit Nader akibat penolakan Noura saat ini.*Kebahagiaan Reghab tidak terbendung lagi. Senyum dan tawa bahagia itu selalu terpancar di wajah yang sudah mulai menua itu. "Jadi Noura yang kutemui tadi malam adalah anak kandungku?" Reghab kembali memandangi sebuah foto dalam ponsel Gibran. Setelah mendengarkan penjelasan mantan tukang kebunnya itu, dia meminta foto Noura untuk membuktikan rasa penasarannya."Tuan sudah bertemu dengannya?" Gibran tidak menyangka jika pria di depannya sudah lebih dul
Siang itu, Nader mengurungkan niatnya yang ingin menyambangi Noura. Permohonan maaf dan kerelaan hatinya untuk wanita itu juga ditunda. Dia meninggalkan tempat itu dengan perasaan bahagia."Walau pun kamu tidak mengakui secara langsung perasaanmu, tapi aku tahu kalau rasa cinta itu masih tersisa untukku," ucap Nader di dalam mobilnya. Dia terlihat bersuka cita untuk itu."Aku tidak akan menikahi Malini, jangan khawatir tentang itu, Noura!" Nader bergumam sendiri, lalu menghidupkan mesin mobilnya. "Hanya kamu yang berhak menjadi istriku, tidak ada yang bisa menggantikan posisimu di hatiku, dari dulu, kini hingga nanti, hanya kamu seorang." Nader dalam fase berbunga-bunga saat ini. Hingga tiba di kediaman Othmani, pikirannya masih tertuju pada Noura. Saat mengingat ekspresi Noura yang tengah cemburu pada Malini, senyumnya kembali mengembang. Bahkan ketika berjalan menuju kamarnya, Nader tengah bersiul menirukan lagu favoritnya. Saking seriusnya, dia tidak menyadari jika sudah ada ban
"Tahanan 201 ...!" Sipir penjara memanggil penghuni rutan dengan lantang. Seorang gadis bernama Noura Sarah buru-buru mengangkat tubuh dari pembaringannya. Dengan semangat yang masih membara, dia segera berdiri menghampiri petugas. Sambil berpegangan pada jeruji besi penghalang mereka, dia bertanya dengan tergesa-gesa, "Siapa yang berkunjung hari ini?" "Seorang wanita, aku rasa dia adalah ibumu," sang sipir menjawab dengan acuh. Noura langsung tertunduk lesu. Api semangat yang menggebu-gebu itu sirna seketika. Dia sedikit kecewa, karena yang ditunggu-tunggu tidak sesuai harapan. Bukan menolak kehadiran ibu angkatnya, tapi dia sudah lama menunggu kehadiran Nader, sang kekasih yang diharapkan sebagai penyelamatnya dari segala tuduhan. "Kenapa?" petugas itu mencibir melihat diamnya Noura. "Apa kamu berubah pikiran dan tidak ingin menemui ibumu?" "Tidak, aku tidak berubah pikiran, aku akan menemuinya." Sudah hampir satu bulan lamanya mendekam di dalam penjara, tidak mungkin Noura m
Pada saat makan malam, Noura sudah merasakan mual sebelum menghabiskan makanannya. Dia segera berlari ke arah wastafel di ujung ruangan. Di sana, dia memuntahkan seluruh isi dalam perutnya. "Hweeek ... hweeek ...!" Suara muntahan Noura sontak membuat tahanan lainnya merasa jijik. Seorang wanita yang paling disegani lebih dulu mendekati Noura.Wanita itu bernama Rachel. Dia berdiri di samping Noura. "Hei ... tidak bisakah kau muntah di tempat lain saja? Apa kau tidak punya mata, apa kau tidak melihat kita semua sedang makan?"Ketika pandangan Noura menyapu orang-orang di sekitarnya, dia terdiam. Sambil memegang perutnya, Noura pun berusaha menahan mual di perutnya. Hampir semua orang menatap Noura dengan pandangan yang sama, jijik dan juga marah."Maaf, aku tidak sengaja," ucap Noura lesu, kemudian meninggalkan semua orang.Akan tetapi, baru beberapa langkah saja, tangan Noura telah ditarik paksa dari belakang. Dia terpaksa menoleh pada Rachel yang tengah didampingi oleh empat wanita
Mengetahui sang kekasih telah bersedia mengunjunginya, Noura tidak bisa membendung rasa sukacitanya. Aura positif, keceriaan terlihat kembali menghiasi wajahnya yang semakin tirus. Kesedihan, kebencian dan kecurigaan yang pernah terlintas juga seketika menghilang."Nader datang padaku?" Noura memastikan. Dia tidak sabar untuk memberitahu keadaannya saat ini."Cepat keluar, tidak usah banyak drama!" seru sipir dengan suara yang keras.Sembari berjalan mengikuti sipir tahanan, Noura mengelus perutnya yang rata. 'Dia pasti bahagia mengetahui kehamilanku. Dia pasti akan membantuku,' pikirnya."Nader ...!" panggil Noura setelah tiba di ruang kunjungan. Dia segera duduk dengan bersemangat.Noura hanya melihat punggung Nader yang tengah berbicara dengan seorang pria lainnya. Namun dia yakin jika pria itu akan segera membebaskannya dari segala tuduhan.'Kenapa dia tidak langsung melihatku?' pikir Noura dan dia mulai bimbang. 'Apa dia tidak merindukanku? Apa dia tidak menginginkanku lagi?''Ah
Setelah sadar dari pingsannya, Noura kembali bertemu dengan Mike, sang dokter yang telah memeriksa kesehatannya untuk kedua kalinya."Berapa lama aku pingsan?" Noura bertanya acuh. Dari sorot matanya tampak jika dia sudah tidak peduli dengan apapun. Dunia seperti sudah hancur baginya. Mike duduk tepat di sebelah Noura, lalu menjawab. "Kurang lebih lima jam, dan kabar baiknya kamu bisa melewati pendarahan dengan baik. Calon anakmu masih bisa diselamatkan," kata Mike dengan jujur.Noura tidak memberi tanggapan apapun tentang bayinya. Apa yang harus dibanggakan dengan itu? Bukan hanya sekedar menyadari kebodohannya yang sudah terperdaya oleh bujuk rayu Nader, kini dia juga menaruh dendam pada pria itu."Lima jam ya...?" Noura justru tertawa hambar, meledek dirinya sendiri. Dia jijik membayangkan kondisi fisiknya yang sekarang, melemah akibat memikirkan Nader, akan tetapi pria itu tidak peduli sama sekali. Dia telah membuang-buang waktu, tenaga, dan pikiran untuk pria yang tidak bertangg
Masih bertahan dengan rasa sakitnya, Noura hanya bisa meludah ke depan, membuang darah yang mengalir ke mulutnya. Rasa sakit ini tidak seimbang dengan rasa sakit hatinya yang telah dicampakkan oleh Nader. "Sekarang giliran kalian!" Rachel mempersilakan ketiga temannya untuk menganiaya musuh mereka.Sasaran utama mereka tentu saja sama, yaitu wajah cantik Noura.Brugh ... bragh ....Setiap satu orang pun telah mendapatkan bagian masing-masing.Kepala Noura semakin pusing saja. Hantaman dari ke empat wanita itu telah melumpuhkan pertahanannya. Di saat seperti itu, dia ternyata tidak bisa berdiam diri lagi. Jika tubuhnya yang sudah matang saja tidak sanggup menerima penganiyaan, bagaimana dengan janin yang tidak bersalah dalam perutnya? Tiba-tiba Noura merasa buruk jika membiarkan calon bayinya ikut teraniaya.Tepat ketika Rachel ingin menendang perutnya, Noura mulai melakukan perlawanan. Kedua tangannya menangkap kaki Rachel, dan dengan brutal mendorong wanita itu hingga terjungkal ke