Mereka sampai di Surabaya jam sebelas siang, sepanjang perjalanan Naima tidak bicara sedikit pun. Dia jengkel, dua pria dewasa itu tidak ubahnya seperti anak kecil, saling berebut siapa yang ingin duduk paling dekat dengan Naima di dalam taksi, dan diakhiri dengan pindahnya Naima ke samping kursi pengemudi, meninggalkan dua pria yang beradu tatap seolah-olah mau berperang.Naima juga kerepotan dengan Rangga yang mengadu perutnya tidak nyaman dan kepalnya pusing, awalnya Naima menyangka itu hanya akal-akalan Rangga untuk menarik perhatiannya, tapi melihat wajah panik itu, laki-laki itu tidak berbohong. Atas perintah Naima, Yuda memberikan obat mabuk kendaraan dengan wajah terpaksa.Naima menghempaskan tubuhnya di atas ranjang hotel, pinggangnya cukup pegal dan dia benar benar lelah. Riset akan dimulai besok pagi, sekarang dia butuh tidur sejenak.Naima membuka jilbabnya, menyisir rambut dan membiarkannya tergerai. Baru saja dia berniat memejamkan mata, pintu diketuk pelan."Bahkan mere
Mereka bertiga lagi makan siang di luar hotel, Naima memiliki selera dalam negri, perutnya tidak akan kenyang jika hanya diberi makanan hotel yang terlalu cantik untuk dimakan.Rangga dan Yuda masih menampakkan permusuhan. Yuda berusaha membuat Rangga kesal dengan menjauhkan seluruh lauk yang tersedia di meja makan restoran Padang itu.Rangga menanggapi sikap kekanak- kanakan Yuda dengan mencuil lauk di piring Naima. Yuda semakin geram, Rangga membalas dengan tersenyum mengejek, dia takkan kalah dengan laki-laki itu.Naima tidak peduli, dia asik dengan pikirannya sendiri, kilas balik aksi memalukannya kembali terbayang di pikirannya.Sekarang dia memiliki kesadaran seratus persen, sungguh dia sangat malu dengan apa yang diperbuatnya kepada Rangga satu jam yang lalu. Untung saja Rangga tidak curiga sedikit pun. Laki-laki itu bangun tanpa menanyakan apa-apa, dia hanya mengeluh haus dan lapar. Naima merasa tengah membawa balita saat ini."Naima, kau demam? Wajahmu memerah." kata Yuda, R
Rangga melangkah perlahan , wajah datarnya tidak bisa berbohong kalau saat ini dia marah, marah pada Naima yang tidak tau betapa liciknya Yuda, dia sengaja memancing amarah Rangga supaya Rangga terpojok dan dia mendapatkan perhatian Naima. Rangga mengingat dengan jelas bagiamana senyum licik mengejek di wajah Yuda saat Naima menggandengnya menuju hotel.Naima memandang wajah itu, rahangnya mengeras, tak ada senyum konyol di wajahnya. Naima tahu apa penyebabnya, apa lagi kalau bukan masalah perkelahian tadi."Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dulu?"Rangga tidak menanggapi, dengan santai dia tidur di ranjang Naima."Tidak bisakah kau lebih mempedulikan suamimu daripada selingkuhanmu? Kau membuatku terlihat menyedihkan." Wajah Rangga masih dingin"Berhenti menyebutnya adalah selingkuhanku, kau membuatku malu dengan bertingkah seperti preman pasar.""Preman pasar? Kau juga menyebutku preman pasar? Dia lebih dahulu menghinaku dan kau malah membelanya." Rangga tertawa miris."Kau t
Naima merebahkan ke palanya di bahu Rangga, setelah pernyataan cintanya, Rangga memutuskan untuk pulang lebih dulu."Aku berangkat malam ini." Rangga mengusap kepala Naima."Itu lebih baik, aku takut kau dan Yuda kembali berkelahi.""Ya, dan sekarang aku takkan mengkawatirkan apapun, karena aku yakin kau bisa menjaga dirimu dengan baik." Rangga tersenyum."Aku ini wanita berumur tiga puluh tahun, bukan lagi remaja labil." Naima mengangkat wajahnya."Kenapa kau memutuskan pulang?""Berdekatan terus denganmu selama lima belas hari ke depan tidak baik untuk kita, kita bisa melanggar kesepakatan," jawab Rangga. Naima menggangguk, wajahnya agak memerah karena malu."Kau harus mengabari aku, jika Yuda macam-macam padamu, aku akan mematahkan lehernya.""Kenapa kau suka sekali kekerasan?" "Bukan suka, tapi aku harus memiliki pertahanan diri yang kuat supaya orang tidak seenaknya padaku.""Ya ya ya, pria muda sepertimu memang memiliki semangat berkelahi yang membara."Naima menganggukkan kepal
Naima sekarang sedang makan malam dengan Yuda, setelah berkutat seharian dengan pekerjaan, mereka memutuskan untuk singgah sebentar untuk mengisi perut. Sepanjang perjalanan Yuda berusaha untuk mencairkan suasana tapi tidak begitu di tanggapi oleh Naima.Yuda berfikir, ketika Rangga sudah tidak ada di antara mereka, maka dia akan menikmati waktu romantis dengan Naima, tapi setelah kepergian Rangga, Naima malah berubah menjadi wanita yang sangat dingin."Kapan kau akan berikan kepastian padaku?" Yuda meletakkan sendoknya, menatap penuh harap pada Naima."Kepastian? Bukankah aku sudah mengatakan bahwa kita hanya berteman." Yuda memijit pangkal hidungnya, membuka kaca matanya dan tertawa hambar."Kau tau pasti bahwa aku masih mencintaimu."Naima mengusap mulutnya, baru sehari dia berpisah dengan Rangga tapi dia sangat merindukan suaminya itu. Dia tidak tertarik dengan percakapan ini."Yuda, delapan tahun sudah kita berpisah, hubungan kita berakhir delapan tahun yang lalu dan tidak mungk
Naima sampai di apartementnya jam tiga sore, dijemput oleh Rangga lebih cepat dari apa yang dia perkirakan, mereka saling berpelukan melepas kerinduan, Rangga sepanjang jalan menuju apartement bersiul-siul kecil, hatinya sangat bahagia saat ini, menghitung hari seperti orang gila, dan menghitung jam saat hari ini tiba.Naima menyandarkan kepalanya ke bahu Rangga, memeluk erat pinggang liat itu, dia ingat apa perjanjian mereka hari ini, Naima memejamkan mata, membayangkan saja dia sudah malu.Rangga meletakkan koper Naima di sudut ruangan, mengamati istrinya yang terlihat cantik setiap hari, rasanya seperti bertahun-tahun tidak berjumpa. Naima membuka sepatunya, memandang Rangga dengan senyum lembutnya. *******Naima memandang takjub rumah pohon mereka, mereka sengaja ke sini selepas Isya, lampion-lampion kecil bergelantungan, aroma pinus yang sangat kuat. Ruangan itu dilengkapi dengan ranjang kecil dan dilapisi seprai warna putih, Naima menganga tak per
Pukul empat dini hari, Rangga terbangun lebih dulu, dia mengguncang bahu Naima selembut mungkin membangunkan istrinya, satu hal yang terlupakan di rumah pohon, tidak adanya kamar mandi yang layak, air hanya diperoleh dari sungai yang berjarak beberapa meter dari rumah pohon, dan sangat tidak sopan jika mereka mandi wajib di sana. "Sayang.""Hm.""Kita harus pulang untuk mandi," bisik Rangga, Naima mulai membuka matanya, memasang pakaiannya kembali."Aku hampir lupa, ada sidang skripsi pagi ini di kampus, ayo!" Naima berdiri lebih dulu, mengabaikan rasa tak nyaman sisa malam pertama mereka.Rangga membimbingnya menuruni tangga rumah pohon yang jauh lebih aman dibandingkan tangga yang dahulu.Naima menyerahkan kunci mobilnya pada Rangga."Aku masih punya waktu untuk tidur, kan?" katanya parau, lalu merebahkan tubuhnya di kursi belakang. Rangga tersenyum, mengusap kepala Naima yang memakai jilbab secara asal. Dia sangat kelelahan, Rangga menghela nafas berat, sekarang pernikahan mereka
Mereka pulang ke rumah orang tua Naima pukul lima sore, untung saja Naima berangkat dengan motor Rangga, ketika macet suaminya itu menyalib lihai dan tidak perlu terjebak terlalu lama dijalan. Naima tidak mengkawatirkan lagi pendapat orang-orang tentang mereka, lambat laun semua orang pasti akan tau juga kalau mereka sudah menikah, Naima hanya perlu menunggu waktu yang pas untuk mengadakan syukuran dan mengundang rekan kerjanya dan beberapa orang mahasiswa.Sejak pertemuannya dengan Yuda kemaren, laki-laki itu menjauhinya dan mulai menampakkan aura permusuhan, Naima harus berhati- hati jika saja Yuda punya niat terselubung untuk menyakitinya, Naima sangat bersyukur hubungannya berakhir delapan tahun yang lalu dengan Yuda, dia laki-laki yang penuh kepalsuan, pantas saja Yuda tidak berniat menyentuhnya saat mereka pacaran dulu, tanpa diketahui Naima, Lusi siap melayani laki-laki itu kapan saja. Mengingat semua itu Naima ingin muntah, betapa menjijikkan mereka berdua.Naima mensyukuri a
Saat ini mereka bedua pergi konsultasi dengan Dokter Kandungan, usia kehamilam Naima sudah memasuki delapan bulan. Naima masih aktif mengajar dan melakukan berbagi aktifitas. Syukurnya bayi mereka tidak banyak tingkah, palingan minta dibelikan bubur ayam setiap malam, permintaan yang begitu enteng.Mereka sama-sama melihat layar monitor, takjub dengan bayi yang sudah terbentuk sempurna. Jenis kelaminnya laki-laki. Dia bergerak aktif di perut Naima sehingga membuat permukaan perut itu bergelombang."Duh, lincahnya," kata Dokter wanita itu sambil tersenyum."Selincah saya, Dok," jawab Rangga yang dikasih pelototan galak oleh Naima."Nah, mulai sekarang Bu Naima lebih banyak makan buah dan sayur, kurangi makan karbohidrat, karena berat bayinya sudah melebihi berat seharusnya."Apa yang dikatakan dokter itu benar, Naima dan makanan adalah pasangan yang tidak bisa dipisahkan, dia menyukai apa saja. Makan di tengah malam sudah berjalan rutin selama beberapa bulan ini."Baik, Dok," jawab Nai
Galeri Rangga resmi dibuka hari ini, banyak pengunjung yang penasaran dengan karya Rangga yang dinilai unik dan berbeda dari pelukis lainnya. Sebagian besar karya Rangga adalah sketsa hitam putih yang terlihat detail dan sempurna. Rangga cukup puas dengan para pengunjung yang rata rata adalah penikmat karya seni dan pengusaha.Semua ini berkat kegesitan Naima dalam berselancar di dunia maya untuk mempromosikan galeri milik Rangga. Banyak juga pengunjung yang langsung tertarik dan minta dilukis secara khusus, bahkan pesanaan itu berasal dari luar negri."Selamat, ya." Naima mengulurkan tangan, mereka baru saja beristirahat setelah melayani pengunjung seharian. Sebenarnya Rangga melarang istrinya itu terlalu sibuk dengan acara ini, namun dasarnya Naima yang keras kepala, dia mencari alasan agar keinginanannya terlibat diacara ini dikabulkan Rangga."Kalau yang mengucapkan selamat adalah kamu, harus disertai dengan hadiah," goda Rangga."Kau mau apa? Komik Doraemon?" ejek Naima. Rangga m
Kedua keluarga itu berkumpul bersama di rumah pohon, bapak Rangga tertawa terkekeh saat ayah Naima kalah terus main kartu. Sekali kalah hukumannya adalah berlari lima puluh kali keliling pekarangan rumah Naima yang luas, ayah Naima sudah banjir keringat, namun dia tidak mau berhenti, terus saja mengajak main kartu dan bertekad akan berhenti jika dia berhasil mengalahkan bapak Rangga.Rangga sibuk dengan komiknya, sedangkan Naima duduk bersama dengan ibu Rangga dan ibunya. Mereka baru saja selesai membakar ikan, merayakan hari Wisuda Rangga yang berakhir beberapa jam yang lalu.Jika ditanya siapa yang paling bahagia, maka bapak Ranggalah orangnya, dia sangat membangga- banggakan Rangga saat selesai acara sambil memuji anaknya itu, padahal Rangga sudah berdehem karena sang Bapak tidak berhenti membuatnya malu, seisi kampus tau dia adalah mahasiswa paling tua yang terancam DO dan diselamatkan oleh Naima, tapi sang Bapak terus saja memuji seakan dia adalah manusia terhebat di dunia yang a
Pada dasarnya laki-laki dan perempuan terjaga sebelum menikah bukanlah orang yang memiliki kadar nafsu lebih rendah dari orang yang biasa berhubungan bebas tanpa ikatan pernikahan. Mereka malah cendrung lebih dominan dan lebih agresif karena keinginan primitif yang tersimpan rapi dan belum tersalurkan di jalan yang sah. Naima dan Rangga adalah manusia terjaga, mengenal arti gairah setelah mereka menikah, berciuman setelah menikah dan berhubungan seksual pun setelah menikah. Hubungan yang dikatakan surga dunia bagi manusia itu, tidak berakhir begitu saja hanya dengan pelepasan paling indah di antara keduanya, hubungan tempat tidur yang dimulai dengan berwudhuk, membaca doa untuk menyingkirkan syetan-syetan yang ingin ikut menontonnya, akan menjadi tabungan amal tersendiri.Naima dan Rangga terkapar tak berdaya dengan tubuh berenang dengan keringat, cinta bertaut, tubuh menyatu, keringat membaur. Apa yang lebih indah dari bercinta setelah menikah? tak ada yang lebih indah dari itu.Ran
Hari ini adalah hari yang paling spesial bagi Rangga, karena hari ini adalah pertarungan puncak meraih gelar sarjana yang selama ini diidam- idamkam sang Bapak dan keluarganya. Rangga mengikuti sidang skripsi beberapa menit lagi, selama itu pula dia menempel pada Naima di ruangan istrinya itu, berulang- ulang dia membolak-balik buku dan lembaran skripsinya."Bu Naima yang seksi, doakan saya biar berhasil, ya," katanya, Naima sekarang sedang duduk di pangkuan Rangga sambil bermanja-manja, sejak hamil ini bawaannya ingin menempel terus dengan suaminya itu."Yang jelas kau harus percaya diri menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan tim penguji, jangan gugup, jawab semua pertanyaan dengan penuh keyakinan, kuasai dirimu dengan baik "Rangga menempelkan kepalanya kebahu Naima, menghela nafas dan membuangnya perlahan."Siap, Bos.""Ayo, sepuluh menit lagi kau harus berada di ruang sidang."Naima melangkah keluar lebih dulu, wajah manja itu sudah berubah datar seperti biasa, tidak ada senyu
Pagi ini Naima dan Rangga kembali ke apartement. Sebelum pulang Naima menyempatkan diri untuk mampir ke apotek, membeli alat tes kehamilan dengan merk yang berbeda sebanyak lima buah. Ketika Rangga bertanya, Naima beralasan dia tengah membeli obat dan suplemen agar tubuhnya kembali membaik. Rangga tidak bertanya lagi, dengan bersiul-siul kecil, laki-laki tampan itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.Sesampainya di apartemen, Naima langsung mengeluarkan sarapan pagi yang sempat dibawanya dari rumah ibunya, membuatkan kopi kesukaan Rangga, sedangkan suaminya itu sudah duduk manis di kursi meja makan sambil membaca buku."Kenapa kopi ini lebih enak dari biasanya, mungkin istriku ini menambahkan bumbu cinta kedalamnya," goda Rangga, dia senang istrinya itu sudah kembali tersenyum dan ketus seperti biasa."Pagi-pagi sudah gombal," jawab Naima sambil meletakkan piring di atas meja makan."Kau semakin hari semakin cantik." Naima memutar bola matanya. "Aku menjadi kenyang dengan r
Keadaan Naima mulai membaik, untuk menghilangkan rasa traumanya, Rangga berinisiatif membawa Naima ke rumah orang tuanya, sekaligus melanjutkan pembangunan rumah pohon yang sempat tertunda.Orang tua Naima sama sekali tidak mengetahui kejadian yang menimpa anaknya, Rangga sengaja menjaga perasaan istrinya itu agar tidak semakin malu, tiga hari ini Naima tidak ke kampus, ia hanya menghabiskan waktu di rumah.Sekarang Naima sedang duduk dengan ibunya, wanita tegas yang selama ini mendidiknya dengan keras, sedangkan Rangga dan Bapaknya sibuk memasang pintu rumah pohon yang tinggal tiga puluh persen lagi."Kau beruntung mendapatkan suami sepertinya, dia benar-benar laki-laki yang baik," puji ibunya, Naima tersenyum mengamati suaminya yang berkelakar dengan sang ayah, mereka sangat cocok dalam segala hal, sama- sama memiliki selera humor yang tinggi."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau sudah hamil?" tanya ibunya, Naima terdiam, dia tidak pernah berfikir ke situ dan melupakan belum mendapatk
Mereka sudah sampai beberapa menit yang lalu di apartement, Naima masih bungkam dan tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rangga tidak memaksa istrinya itu untuk bercerita banyak, dia memaklumi dan memberikan Naima waktu untuk menenangkan diri. Wanita cantik itu bergelung dalam selimut setelah mandi dan membersihkan bagian yang sempat disentuh oleh Yuda.Rangga sendiri mendapat jahitan di beberapa bagian tubuhnya, dia sempat membuat laporan kekepolisian bersama Naima berkaitan dengan tindakan pemerkosaan yang dilakukan Yuda.Laki-laki bejat itu dirawat dan diawasi oleh polisi, banyak mahasiswa yang menghujat tindakan Dosen yang kesehariannya tampak kalem dan tidak banyak bicara.Rangga mengelus rambut Naima, mengecup kening istrinya sejenak, berusaha membuat Naima senyaman mungkin dan merasa kembali diterima seolah-olah tak terjadi apa apa padanya.Naima beringsut meletakkan kepalanya di atas paha Rangga, air matanya kembali mengalir, dia merasa jijik dengan semua yang dilakukan Yuda,
Rangga harus mencari tau sendiri, kegelisahan hatinya menandakan sesuatu yang tidak baik menimpa istrinya itu, tuhanlah yang membisikkan kehatinya agar tidak lagi menunggu, tidak biasanya seorang Naima terlambat lima belas menit tanpa ada informasi apa pun, kalaupun ada keperluan, dia akan menelpon salah satu mahasiswanya agar memulai pelajaran dengan diskusi."Ke mana, Bro?" seru kawannya yang duduk di belakang kursinya, Rangga menggeser kursinya dengan kasar."Ada urusan, Bro," jawab Rangga. Semua mata di sana hanya mengamati kepergiannya dengan heran.Rangga berlari menuju gedung di mana ruangan Naima berada, anehnya pintu ruangan Naima terbuka lebar, bros jilbabnya terjatuh tidak jauh dari pintu masuk, spidol tercecer di depan pintu masuk beserta buku yang berserakan di lantai. Hati Rangga semakin tak enak, dia mencoba menajamkan indra penciumannya, wangi Naima lebih kuat ke arah tangga di bagian atas, Rangga tidak membuang waktu, dia menaiki tangga yang dipenuhi tumpukan kotak ka