Naima sampai di apartementnya jam tiga sore, dijemput oleh Rangga lebih cepat dari apa yang dia perkirakan, mereka saling berpelukan melepas kerinduan, Rangga sepanjang jalan menuju apartement bersiul-siul kecil, hatinya sangat bahagia saat ini, menghitung hari seperti orang gila, dan menghitung jam saat hari ini tiba.Naima menyandarkan kepalanya ke bahu Rangga, memeluk erat pinggang liat itu, dia ingat apa perjanjian mereka hari ini, Naima memejamkan mata, membayangkan saja dia sudah malu.Rangga meletakkan koper Naima di sudut ruangan, mengamati istrinya yang terlihat cantik setiap hari, rasanya seperti bertahun-tahun tidak berjumpa. Naima membuka sepatunya, memandang Rangga dengan senyum lembutnya. *******Naima memandang takjub rumah pohon mereka, mereka sengaja ke sini selepas Isya, lampion-lampion kecil bergelantungan, aroma pinus yang sangat kuat. Ruangan itu dilengkapi dengan ranjang kecil dan dilapisi seprai warna putih, Naima menganga tak per
Pukul empat dini hari, Rangga terbangun lebih dulu, dia mengguncang bahu Naima selembut mungkin membangunkan istrinya, satu hal yang terlupakan di rumah pohon, tidak adanya kamar mandi yang layak, air hanya diperoleh dari sungai yang berjarak beberapa meter dari rumah pohon, dan sangat tidak sopan jika mereka mandi wajib di sana. "Sayang.""Hm.""Kita harus pulang untuk mandi," bisik Rangga, Naima mulai membuka matanya, memasang pakaiannya kembali."Aku hampir lupa, ada sidang skripsi pagi ini di kampus, ayo!" Naima berdiri lebih dulu, mengabaikan rasa tak nyaman sisa malam pertama mereka.Rangga membimbingnya menuruni tangga rumah pohon yang jauh lebih aman dibandingkan tangga yang dahulu.Naima menyerahkan kunci mobilnya pada Rangga."Aku masih punya waktu untuk tidur, kan?" katanya parau, lalu merebahkan tubuhnya di kursi belakang. Rangga tersenyum, mengusap kepala Naima yang memakai jilbab secara asal. Dia sangat kelelahan, Rangga menghela nafas berat, sekarang pernikahan mereka
Mereka pulang ke rumah orang tua Naima pukul lima sore, untung saja Naima berangkat dengan motor Rangga, ketika macet suaminya itu menyalib lihai dan tidak perlu terjebak terlalu lama dijalan. Naima tidak mengkawatirkan lagi pendapat orang-orang tentang mereka, lambat laun semua orang pasti akan tau juga kalau mereka sudah menikah, Naima hanya perlu menunggu waktu yang pas untuk mengadakan syukuran dan mengundang rekan kerjanya dan beberapa orang mahasiswa.Sejak pertemuannya dengan Yuda kemaren, laki-laki itu menjauhinya dan mulai menampakkan aura permusuhan, Naima harus berhati- hati jika saja Yuda punya niat terselubung untuk menyakitinya, Naima sangat bersyukur hubungannya berakhir delapan tahun yang lalu dengan Yuda, dia laki-laki yang penuh kepalsuan, pantas saja Yuda tidak berniat menyentuhnya saat mereka pacaran dulu, tanpa diketahui Naima, Lusi siap melayani laki-laki itu kapan saja. Mengingat semua itu Naima ingin muntah, betapa menjijikkan mereka berdua.Naima mensyukuri a
Yuda mengepalkan tinjunya, wanita di depannya yang tak lain adalah Lusi tengah menangis meremas jari- jarinya, dia sudah menduga hal ini terjadi karena Yuda sudah memperingatkannya jauh-jauh hari. "Berhentilah ikut campur dengan semua urusanku, kau tau betapa menderitanya aku selama ini denganmu, lepaskan aku sekarang Lusi, aku juga ingin bahagia.""Tidak ... tidak." Lusi menggelengkan kepalanya, melepaskan Yuda bahkan lebih menyeramkan dari mimpi yang paling buruk."Kau sangat egois, Lusi! dari awal kau sudah menghancurkan diriku, bahkan aku harus bertanggung jawab terhadap anak yang bahkan bukan darah dagingku, aku sudah mendapatimu tidak perawan dan kau mengaku hamil setelah dua minggu kita melakukannya, aku memang begitu bodoh mudah percaya dengan tipu dayamu.""Aku menyukaimu lebih dulu daripada, Naima. Kenapa aku yang harus mengalah padanya." Lusi masih membela diri."Kau tetap saja seorang pembohong," desis Yuda."Rasa cintaku padamu bukan sebuah kebohongan, Yud. Aku mohon, ja
Naima tidak habis pikir, apa yang dilakukan Yuda pagi-pagi sekali sudah duduk manis di kursi ruangannya, memasang wajah tak berdosa seakan-akan mereka masih seakrab dulu. Naima membuka pintunya lebar-lebar, berada dalam ruangan berdua dengan Yuda akan membuat siapa saja akan salah paham.Naima melipat tangannya, menatap dingin wajah Yuda, senyum tak berdosa itu terlihat sangat memuakkan bagi Naima."Apa kau tidak punya tata krama? Sayang sekali jebolan Doktoral tidak mengerti bagaimana caranya bertamu ke ruangan orang lain." Naima berkata ketus.Yuda malah tersenyum manis. "Kau masih sama seperti delapan tahun yang lalu, dingin dan sinis.""Keluarlah! kalau kau ke sini hanya untuk membicarakan hal yang tak berguna, aku takkan melayanimu." Naima menunjuk pintu keluar."Hentikan itu, Naima! kita harus kembali pada posisi seharusnya, posisi di mana kita saling mencintai, Lusi dan suamimu sebagai pihak ketiga, bagaimanapun sebuah hubungan, orang yang saling mencintailah yang benar." Naim
"Astagrirullah." Naima kaget, tiba-tiba saja Rangga menerobos masuk ke dalam ruangannya, menyalami dan mencium tangannya seperti anak TK yang diberi izin untuk pulang."Ibu Naima yang seksi, penelitian saya sudah selesai, bab empat sudah di ACC oleh kedua pembimbing, tinggal menyempurnakan bab lima yang isinya cuma penutup, yes." Rangga membuat posisi yang paling lucu, ia meloncat kegirangan, Naima hanya menggeleng geleng melihat tingkah Rangga, bahkan sudah sebesar itu dia masih saja bertingkah konyol."Ibu Naima yang seksi, saya akan memberi tahu istri saya." Rangga langsung menggendong Naima, membawanya berputar-putar."Hentikan! Aku pusing." Naima menggelinjang di pelukan Rangga."Aku akan memberitahu istrimu kalau kau berselingkuh denganku.""Oh ya? Kalau begitu aku juga akan beritahu suamimu bahwa kau menggodaku selama ini, bahkan kau ibuk Naima yang seksi berhasil merayuku sehingga kita berakhir di tempat tidur."Naima memukul wajah Rangga dengan kertas di tangannya."Bagaimana
Rangga harus mencari tau sendiri, kegelisahan hatinya menandakan sesuatu yang tidak baik menimpa istrinya itu, tuhanlah yang membisikkan kehatinya agar tidak lagi menunggu, tidak biasanya seorang Naima terlambat lima belas menit tanpa ada informasi apa pun, kalaupun ada keperluan, dia akan menelpon salah satu mahasiswanya agar memulai pelajaran dengan diskusi."Ke mana, Bro?" seru kawannya yang duduk di belakang kursinya, Rangga menggeser kursinya dengan kasar."Ada urusan, Bro," jawab Rangga. Semua mata di sana hanya mengamati kepergiannya dengan heran.Rangga berlari menuju gedung di mana ruangan Naima berada, anehnya pintu ruangan Naima terbuka lebar, bros jilbabnya terjatuh tidak jauh dari pintu masuk, spidol tercecer di depan pintu masuk beserta buku yang berserakan di lantai. Hati Rangga semakin tak enak, dia mencoba menajamkan indra penciumannya, wangi Naima lebih kuat ke arah tangga di bagian atas, Rangga tidak membuang waktu, dia menaiki tangga yang dipenuhi tumpukan kotak ka
Mereka sudah sampai beberapa menit yang lalu di apartement, Naima masih bungkam dan tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rangga tidak memaksa istrinya itu untuk bercerita banyak, dia memaklumi dan memberikan Naima waktu untuk menenangkan diri. Wanita cantik itu bergelung dalam selimut setelah mandi dan membersihkan bagian yang sempat disentuh oleh Yuda.Rangga sendiri mendapat jahitan di beberapa bagian tubuhnya, dia sempat membuat laporan kekepolisian bersama Naima berkaitan dengan tindakan pemerkosaan yang dilakukan Yuda.Laki-laki bejat itu dirawat dan diawasi oleh polisi, banyak mahasiswa yang menghujat tindakan Dosen yang kesehariannya tampak kalem dan tidak banyak bicara.Rangga mengelus rambut Naima, mengecup kening istrinya sejenak, berusaha membuat Naima senyaman mungkin dan merasa kembali diterima seolah-olah tak terjadi apa apa padanya.Naima beringsut meletakkan kepalanya di atas paha Rangga, air matanya kembali mengalir, dia merasa jijik dengan semua yang dilakukan Yuda,
Saat ini mereka bedua pergi konsultasi dengan Dokter Kandungan, usia kehamilam Naima sudah memasuki delapan bulan. Naima masih aktif mengajar dan melakukan berbagi aktifitas. Syukurnya bayi mereka tidak banyak tingkah, palingan minta dibelikan bubur ayam setiap malam, permintaan yang begitu enteng.Mereka sama-sama melihat layar monitor, takjub dengan bayi yang sudah terbentuk sempurna. Jenis kelaminnya laki-laki. Dia bergerak aktif di perut Naima sehingga membuat permukaan perut itu bergelombang."Duh, lincahnya," kata Dokter wanita itu sambil tersenyum."Selincah saya, Dok," jawab Rangga yang dikasih pelototan galak oleh Naima."Nah, mulai sekarang Bu Naima lebih banyak makan buah dan sayur, kurangi makan karbohidrat, karena berat bayinya sudah melebihi berat seharusnya."Apa yang dikatakan dokter itu benar, Naima dan makanan adalah pasangan yang tidak bisa dipisahkan, dia menyukai apa saja. Makan di tengah malam sudah berjalan rutin selama beberapa bulan ini."Baik, Dok," jawab Nai
Galeri Rangga resmi dibuka hari ini, banyak pengunjung yang penasaran dengan karya Rangga yang dinilai unik dan berbeda dari pelukis lainnya. Sebagian besar karya Rangga adalah sketsa hitam putih yang terlihat detail dan sempurna. Rangga cukup puas dengan para pengunjung yang rata rata adalah penikmat karya seni dan pengusaha.Semua ini berkat kegesitan Naima dalam berselancar di dunia maya untuk mempromosikan galeri milik Rangga. Banyak juga pengunjung yang langsung tertarik dan minta dilukis secara khusus, bahkan pesanaan itu berasal dari luar negri."Selamat, ya." Naima mengulurkan tangan, mereka baru saja beristirahat setelah melayani pengunjung seharian. Sebenarnya Rangga melarang istrinya itu terlalu sibuk dengan acara ini, namun dasarnya Naima yang keras kepala, dia mencari alasan agar keinginanannya terlibat diacara ini dikabulkan Rangga."Kalau yang mengucapkan selamat adalah kamu, harus disertai dengan hadiah," goda Rangga."Kau mau apa? Komik Doraemon?" ejek Naima. Rangga m
Kedua keluarga itu berkumpul bersama di rumah pohon, bapak Rangga tertawa terkekeh saat ayah Naima kalah terus main kartu. Sekali kalah hukumannya adalah berlari lima puluh kali keliling pekarangan rumah Naima yang luas, ayah Naima sudah banjir keringat, namun dia tidak mau berhenti, terus saja mengajak main kartu dan bertekad akan berhenti jika dia berhasil mengalahkan bapak Rangga.Rangga sibuk dengan komiknya, sedangkan Naima duduk bersama dengan ibu Rangga dan ibunya. Mereka baru saja selesai membakar ikan, merayakan hari Wisuda Rangga yang berakhir beberapa jam yang lalu.Jika ditanya siapa yang paling bahagia, maka bapak Ranggalah orangnya, dia sangat membangga- banggakan Rangga saat selesai acara sambil memuji anaknya itu, padahal Rangga sudah berdehem karena sang Bapak tidak berhenti membuatnya malu, seisi kampus tau dia adalah mahasiswa paling tua yang terancam DO dan diselamatkan oleh Naima, tapi sang Bapak terus saja memuji seakan dia adalah manusia terhebat di dunia yang a
Pada dasarnya laki-laki dan perempuan terjaga sebelum menikah bukanlah orang yang memiliki kadar nafsu lebih rendah dari orang yang biasa berhubungan bebas tanpa ikatan pernikahan. Mereka malah cendrung lebih dominan dan lebih agresif karena keinginan primitif yang tersimpan rapi dan belum tersalurkan di jalan yang sah. Naima dan Rangga adalah manusia terjaga, mengenal arti gairah setelah mereka menikah, berciuman setelah menikah dan berhubungan seksual pun setelah menikah. Hubungan yang dikatakan surga dunia bagi manusia itu, tidak berakhir begitu saja hanya dengan pelepasan paling indah di antara keduanya, hubungan tempat tidur yang dimulai dengan berwudhuk, membaca doa untuk menyingkirkan syetan-syetan yang ingin ikut menontonnya, akan menjadi tabungan amal tersendiri.Naima dan Rangga terkapar tak berdaya dengan tubuh berenang dengan keringat, cinta bertaut, tubuh menyatu, keringat membaur. Apa yang lebih indah dari bercinta setelah menikah? tak ada yang lebih indah dari itu.Ran
Hari ini adalah hari yang paling spesial bagi Rangga, karena hari ini adalah pertarungan puncak meraih gelar sarjana yang selama ini diidam- idamkam sang Bapak dan keluarganya. Rangga mengikuti sidang skripsi beberapa menit lagi, selama itu pula dia menempel pada Naima di ruangan istrinya itu, berulang- ulang dia membolak-balik buku dan lembaran skripsinya."Bu Naima yang seksi, doakan saya biar berhasil, ya," katanya, Naima sekarang sedang duduk di pangkuan Rangga sambil bermanja-manja, sejak hamil ini bawaannya ingin menempel terus dengan suaminya itu."Yang jelas kau harus percaya diri menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan tim penguji, jangan gugup, jawab semua pertanyaan dengan penuh keyakinan, kuasai dirimu dengan baik "Rangga menempelkan kepalanya kebahu Naima, menghela nafas dan membuangnya perlahan."Siap, Bos.""Ayo, sepuluh menit lagi kau harus berada di ruang sidang."Naima melangkah keluar lebih dulu, wajah manja itu sudah berubah datar seperti biasa, tidak ada senyu
Pagi ini Naima dan Rangga kembali ke apartement. Sebelum pulang Naima menyempatkan diri untuk mampir ke apotek, membeli alat tes kehamilan dengan merk yang berbeda sebanyak lima buah. Ketika Rangga bertanya, Naima beralasan dia tengah membeli obat dan suplemen agar tubuhnya kembali membaik. Rangga tidak bertanya lagi, dengan bersiul-siul kecil, laki-laki tampan itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.Sesampainya di apartemen, Naima langsung mengeluarkan sarapan pagi yang sempat dibawanya dari rumah ibunya, membuatkan kopi kesukaan Rangga, sedangkan suaminya itu sudah duduk manis di kursi meja makan sambil membaca buku."Kenapa kopi ini lebih enak dari biasanya, mungkin istriku ini menambahkan bumbu cinta kedalamnya," goda Rangga, dia senang istrinya itu sudah kembali tersenyum dan ketus seperti biasa."Pagi-pagi sudah gombal," jawab Naima sambil meletakkan piring di atas meja makan."Kau semakin hari semakin cantik." Naima memutar bola matanya. "Aku menjadi kenyang dengan r
Keadaan Naima mulai membaik, untuk menghilangkan rasa traumanya, Rangga berinisiatif membawa Naima ke rumah orang tuanya, sekaligus melanjutkan pembangunan rumah pohon yang sempat tertunda.Orang tua Naima sama sekali tidak mengetahui kejadian yang menimpa anaknya, Rangga sengaja menjaga perasaan istrinya itu agar tidak semakin malu, tiga hari ini Naima tidak ke kampus, ia hanya menghabiskan waktu di rumah.Sekarang Naima sedang duduk dengan ibunya, wanita tegas yang selama ini mendidiknya dengan keras, sedangkan Rangga dan Bapaknya sibuk memasang pintu rumah pohon yang tinggal tiga puluh persen lagi."Kau beruntung mendapatkan suami sepertinya, dia benar-benar laki-laki yang baik," puji ibunya, Naima tersenyum mengamati suaminya yang berkelakar dengan sang ayah, mereka sangat cocok dalam segala hal, sama- sama memiliki selera humor yang tinggi."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau sudah hamil?" tanya ibunya, Naima terdiam, dia tidak pernah berfikir ke situ dan melupakan belum mendapatk
Mereka sudah sampai beberapa menit yang lalu di apartement, Naima masih bungkam dan tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rangga tidak memaksa istrinya itu untuk bercerita banyak, dia memaklumi dan memberikan Naima waktu untuk menenangkan diri. Wanita cantik itu bergelung dalam selimut setelah mandi dan membersihkan bagian yang sempat disentuh oleh Yuda.Rangga sendiri mendapat jahitan di beberapa bagian tubuhnya, dia sempat membuat laporan kekepolisian bersama Naima berkaitan dengan tindakan pemerkosaan yang dilakukan Yuda.Laki-laki bejat itu dirawat dan diawasi oleh polisi, banyak mahasiswa yang menghujat tindakan Dosen yang kesehariannya tampak kalem dan tidak banyak bicara.Rangga mengelus rambut Naima, mengecup kening istrinya sejenak, berusaha membuat Naima senyaman mungkin dan merasa kembali diterima seolah-olah tak terjadi apa apa padanya.Naima beringsut meletakkan kepalanya di atas paha Rangga, air matanya kembali mengalir, dia merasa jijik dengan semua yang dilakukan Yuda,
Rangga harus mencari tau sendiri, kegelisahan hatinya menandakan sesuatu yang tidak baik menimpa istrinya itu, tuhanlah yang membisikkan kehatinya agar tidak lagi menunggu, tidak biasanya seorang Naima terlambat lima belas menit tanpa ada informasi apa pun, kalaupun ada keperluan, dia akan menelpon salah satu mahasiswanya agar memulai pelajaran dengan diskusi."Ke mana, Bro?" seru kawannya yang duduk di belakang kursinya, Rangga menggeser kursinya dengan kasar."Ada urusan, Bro," jawab Rangga. Semua mata di sana hanya mengamati kepergiannya dengan heran.Rangga berlari menuju gedung di mana ruangan Naima berada, anehnya pintu ruangan Naima terbuka lebar, bros jilbabnya terjatuh tidak jauh dari pintu masuk, spidol tercecer di depan pintu masuk beserta buku yang berserakan di lantai. Hati Rangga semakin tak enak, dia mencoba menajamkan indra penciumannya, wangi Naima lebih kuat ke arah tangga di bagian atas, Rangga tidak membuang waktu, dia menaiki tangga yang dipenuhi tumpukan kotak ka