Merantau memang bukanlah hal yang mudah. Tapi mengadu nasib di negara orang sudah menjadi impian bagi Clara. Gadis cantik dari daerah pinggiran yang selalu bermimpi menjadi salah satu gadis ibukota dengan gaya mentereng. Clara selalu bermimpi untuk keluar dari tempurung kecilnya dan hidup penuh petualangan di dunia yang lebih luas. Jadi ketika ia mendapatkan kesempatan itu, Clara tidak akan menolaknya sama sekali.
Ibunya turut membantu Clara mengemasi pakaiannya ke dalam koper besar yang akan ia bawa ke Singapura. Clara baru saja ditawari untuk ikut bekerja bersama saudara ibunya yang sedang merantau di Singapura. Kebetulan restoran tempat saudara Ibunya bekerja sedang membutuhkan pelayan. Dan ketika Clara ditawari untuk mengisi posisi itu, Clara langsung setuju tanpa berpikir dua kali."Kamu sudah membawa seluruh perlengkapanmu?" Tanya Ibunya seraya membantu Clara menyusun dokumen penting milik anaknya ke dalam map."Sudah, Ma. Semuanya sudah Clara siapkan sejak semalam. Sekarang Clara tinggal menunggu kapal untuk berangkat ke Singapura." Jawab Clara mantap.Ibunya menatap anak gadis satu-satunya. Sejak dulu, puterinya ini memang selalu memiliki impian yang besar. Dan ia selalu berusaha keras untuk mewujudkannya meskipun itu tidak mudah. Clara pernah mencoba mendaftar beasiswa yang bisa membawanya berkuliah di negara lain namun ternyata semuanya gagal. Clara menyerah karena mungkin otaknya tidak sepintar itu. Lalu ia mencoba berkali-kali melamar pekerjaan kecil hingga menengah di negara lain. Namun setelah berkali-kali melewati proses interview, lamarannya tidak ada satu pun yang menghasilkan kabar baik. Hingga akhirnya tawaran bagus itu datang dari adik ibunya sendiri."Kamu hati-hati ya di negara orang. Jaga dirimu baik-baik." Pesan ibunya kepada ClaraClara mengangguk mantap."Tenang saja, Bu. Aku pasti bisa menjaga diri dengan baik. Ibu tidak perlu khawatir."***Kapal yang akan membawa Clara hijrah ke Singapura sudah merapat. Sauhnya sudah diturunkan dan aba-aba untuk para penumpang menaikki kapal sudah berbunyi. Clara mendongakkan kepalanya ke atas. Matanya memicing karena sinar matahari yang silau menembus kedua bola matanya. Mesin uap raksasa itu tampak begitu gagah dan perkasa.Dengan mantap Clara melangkahkan kakinya memasukki kapal penumpang itu. Ratusan orang ikut masuk bersamanya. Sebagian di antaranya pergi ke negara singa itu untuk sekedar berlibur. Namun tidak sedikit yang mencoba untuk mengadu nasib seperti Clara. Para perantau nekad yang mencoba berjuang di salah satu negara dengan biaya hidup termahal.Setelah kurang lebih satu jam membelah lautan dengan kapal besar itu, Clara akhirnya menjejakkan kakinya di Singapura. Negara tempat ia akan memulai mimpi dan cita-citanya. Sepanjang perjalanan dari kota Batam ke Singapura membuat Sarah sadar bahwa merantau bukanlah hal yang mudah. Tapi sudah pasti merantau akan menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan.Setibanya di pelabuhan Harbour Front Centre, Clara sudah disambut oleh adik dari ibunya. Wanita paruh baya yang sering ia panggil sebagai Tante Ana itu tersenyum sumringah sembari melambaikan tangannya yang gemuk. Bahkan dari kejauhan saja Clara bisa mengenali bibinya yang berwajah sangat mirip dengan ibunya."Tante!" Seru Clara sambil berlari menghampiri Tante Ana.Tante Ana membuka kedua lengannya dan memeluk Clara dengan erat. Sudah lima tahun ia tidak melihat keponakannya dan sekarang gadis itu sudah tumbuh besar menjadi gadis yang amat cantik."Apa kabar, Clara? Kamu semakin cantik saja sekarang ya." Puji Tante Ana sambil mencium kedua pipi keponakannya.Clara tersenyum manis. Ia juga rindu sekali pada Tante Ana. Dulu ketika ia kecil, Tante Ana lah yang selalu mengasuhnya. Namun ketika Tante Ana memutuskan menjadi TKI di Singapura, Clara sudah sangat jarang berkomunikasi dengannya. Dan untunglah tampaknya kasih sayang Tante Clara masih sama besarnya seperti dulu."Baik, Tante. Tante bagaimana kabarnya? Baik juga kan?" Tanya Clara kepada Tante Ana.Wanita gempal itu mengangguk dan langsung menggandeng Clara untuk mengikutinya."Ayo kita langsung pulang. Tante sudah memasak banyak makanan kesukaanmu. Kamu masih suka makan fuyunghai kan?" Ujar Tante Ana sembari berjalan menuju mobilnya.Clara mengangguk semangat. Sejak dulu, Tante Ana memang selalu pandai memasak. Makanan buatannya selalu lezat dan bahkan tidak jarang bernilai jual yang lumayan. Karena kemampuannya itu pula, Tante Ana bisa mendapatkan pekerjaan sebagai kepala koki di restoran tempatnya bekerja sekarang. Dan Clara juga akan memulai tangga pertama kariernya dari sana.***"Hai, Kak Clara!" Sambut seorang gadis yang usianya sebaya dengan Clara.Gadis itu, Stefany, adalah anak satu-satunya Tante Ana dari suami pertamanya. Sebelum menikah dengan suaminya yang sekarang, Tante Ana pernah menikah dengan pria Indonesia yang lalu meninggalkannya demi rekan wanitanya. Dan setelah mengalami pengkhianatan itu, Tante Ana memutuskan untuk pindah bersama anaknya. Memulai lembaran hidup mereka yang baru.Clara sendiri tidak begitu kenal dengan suami kedua Tante Ana. Apakah ia adalah pria yang baik atau tidak? Tapi menurut Clara mungkin suami barunya adalah pria yang baik karena Tante Ana terlihat lebih bahagia sekarang. Apapun itu, Clara turut bahagia atas hidup Tante Ana."Hai, Stef! Kamu sudah pulang sekolah?" Tanya Clara kepada sepupunya.Stefany menggeleng."Lalu kenapa kamu ada disini?" Tambah Clara bingung."Dia izin untuk tidak masuk sekolah hanya demi menemuimu, Clara. Sejak pagi Stefany mati-matian bilang ingin menyambutmu dan mengajakmu berjalan-jalan keliling Singapura." Jelas Tante Ana sembari berkutat di dapur."Astaga, Stef! Kamu tidak perlu repot-repot seperti itu! Jalan-jalan itu bisa lain kali saja kan? Saat akhir pekan misalnya!" Ucap Clara merasa tidak enak.Stefani tertawa lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapih."Tidak apa-apa, Kak! Tentu saja berkeliling Singapura harus dilakukan di hari pertamamu! Karena kalau kamu sudah mulai bekerja, akan sangat sulit mengajakmu bepergian!" Balas Stefany.Stefany lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Clara seperti hendak berbisik."Selain itu, aku sedang malas ke sekolah. Aku baru saja putus dengan kekasihku dan pergi ke sekolah hanya akan membuat suasana terasa canggung."Clara berkata oh dalam suara yang kecil. Seolah ia mengerti apa yang terjadi. Stefany lalu menggandeng Clara ke kamar milik Stefany. Mulai hari ini, ia akan berbagi kamar dengan sepupunya itu dan Stefany sama sekali tidak keberatan. Lagipula sejak kecil, ia dan Clara selalu bersama-sama sehingga praktis mereka berdua seperti anak kembar."Ini kamarmu, Stef?" Ucap Clara takjub.Stefany mengangguk senang. Ia dengan bangga menunjukkan kamarnya yang dipenuhi koleksi album grup laki-laki Korea favoritnya."Bagaimana? Apakah keren?" Ujar Stefany antusias."Tentu saja! Kamu memang selalu setia menjadi pengikut oppa-oppamu itu ya!" Balas Clara takjub.Stefany hanya membalas kata-kata Clara dengan cengiran khasnya. Tak lama kemudian terdengar suara Tante Ana yang memanggil mereka berdua untuk keluar dan makan bersama. Stefany menyahuti panggilan ibunya dan segera keluar dari kamarnya. Clara lalu mengekor di belakang sepupunya itu dan melangkah ke ruang makan."Jo, ini Clara, keponakanku yang kuceritakan waktu itu." Ujar Tante Ana mengenalkan Clara pada seorang pria.Clara mengangkat wajahnya dan melihat pria yang dipanggil Jo itu. Pria itu adalah suami kedua Tante Ana dan ini adalah pertama kalinya Clara bertemu dengannya. Clara tak pernah menyangka bahwa Jo adalah pria berwajah sangar dan tampak kaku. Clara menjadi gugup karena Jo yang melihatnya dengan tatapan menilai."Oh, baiklah. Ayo duduk, Clara. Kita makan bersama-sama." Ajak Jo dingin.Tanpa membantah, Clara langsung mengambil kursi dan duduk di samping Stefany. Sungguh, aura pria itu terasa sangat dingin sehingga Clara tidak berani berada di dekatnya."Pa, aku boleh kan pergi bersama Kak Clara sehabis makan malam?" Ujar Stefany meminta izin saat makan malam.Jo menatap Stefany dengan tatapan bingung."Kalian mau pergi kemana?" Tanya Jo."Aku ingin memperlihatkan Singapura pada Kak Clara." Jawab Stefany antusias.Jo tampak acuh tak acuh dengan perkataan Stefany."Biarkan Clara beristirahat hari ini. Untuk apa kamu repot-repot melakukan itu semua? Menghabiskan uang saja." Ucap Jo datar tanpa mengangkat wajahnya sedikitpun dari piringnya.Jo lalu menatap Clara dengan tatapan serius."Lagipula Clara bisa pergi berkeliling sendiri. Benar kan Clara?" Tanya Jo serius.Clara tersenyum tidak enak."Iya, tenang saja Stef. Aku akan pergi sendiri jika aku ingin. Kamu tidak perlu repot mengantarku." Ucap Clara pelan.Stefany seolah tidak terima dengan penolakan Clara namun Clara hanya mengisyaratkan pada Stefany untuk menurutinya. Clara memandang Jo lagi dan melihat pria itu tampak cuek dengan apa yang baru saja ia katakan. Clara menghela nafas pelan. Ia yakin hidup bersama keluarga Tante Ana tidak akan mudah.Hari ini adalah hari pertama Clara bekerja di restoran tempat Tante Ana mengajaknya. Dengan menaikki MRT, mereka berdua berangkat sejak pagi dan tiba di restoran itu pada pukul 7 pagi. Tante Ana menyuruh Clara untuk menunggu di luar sejenak karena ia akan berbicara dengan atasannya sejenak. Clara menurut dan menunggu Tante Ana di luar restoran. Selama menunggu, mata Clara menjelajah ke segala sudut lingkungan itu. Restoran tempatnya akan bekerja adalah sebuah restoran Cina yang terletak di jalan yang lumayan sibuk. Waktu masih pagi tapi sejak tadi Clara sudah melihat banyak oramg bersliweran disana. Clara kembali menebar pandangannya dan kali ini ke dalam area restoran. Restoran itu tampak seperti restoran zaman dulu dengan tempat yang cukup luas. Persis seperti restoran Cina yang sering Clara lihat di film kungfu kesukaan mendiang ayahnya. Dindingnya putih bersih dan hanya dihiasi oleh beberapa foto hitam putih. Lalu tentu saja terdapat ornamen-ornamen khas restoran Cina lainnya. M
"Empat ribu dollar katamu? Kenapa mahal sekali?" Sulit bagi Clara untuk mempercayai kata-kata Jessica, sahabatnya itu. Bagaimana mungkin ia bisa segera pindah jika gajinya sebulan bahkan jauh di bawah itu? Tapi di sisi lain, Clara tidak mungkin terus bertahan tinggal bersama Tante Ana dan Jo. Clara tidak ingin kehadirannya menjadi sumber perpecahan bagi rumah tangga kedua Tantenya."Iya, memang sangat mahal, Clara. Pendatang seperti kita hanya bisa tinggal di condo dan bukannya HDB. Jadi, yah seperti itulah." Ujar Jessica lagi.Clara memijat keningnya yang berdenyut. Mengapa susah sekali baginya untuk bisa hidup tenang dan nyaman?"Lalu dimana kamu tinggal sekarang, Jess? Bisakah aku menumpang di tempatmu?" Pinta Clara memelas.Namun Jessica tampak keberatan."Sungguh, Clara. Bukannya aku tidak mau atau tidak suka padamu. Tapi sekarang aku tinggal bersama kekasihku. Jadi rasanya tidak mungkin jika kamu ikut tinggal denganku. Maafkan aku ya, Clara." Balas Clara dengan menyesal.Clara
MilkBun22 ternyata adalah seorang pria. Pria berusia 23 tahun bernama Ansel Brooks. Ayahnya adalah orang Australia dan ibunya adalah wanita Indonesia. Ansel tinggal di Singapura karena ia sedang menyelesaikan kuliah seninya. Dan Clara sama sekali tidak tahu menahu soal itu. Clara mengira si pemilik iklan adalah seorang gadis karena username yang digunakan sangatlah feminim.Clara duduk di ruang tamu apartemen pria itu dan menatapnya dengan tidak percaya. Bagaimana bisa pria dengan tubuh atletis ini menggunakan nama yang begitu lucu sebagai identitasnya di internet?"Jadi kamu adalah MilkBun22? Orang yang sedang mencari roommate?" Tanya Clara sekali lagi sambil menatap Ansel dari ujung kaki hingga ujung kepala.Ansel berjalan dari dapur menuju sofa tempat Clara duduk. Ia lalu memberikan Clara segelas teh dan duduk di depan gadis itu."Iya, apakah ada yang salah dengan itu?" Balas Ansel bingung."Tapi kukira kamu adalah seorang wanita! Karena namamu terdengar sangat feminim! Lagipula ke
Clara menatap Ansel tidak percaya. Bahkan matanya tidak berkedip lagi karena terkejut. Penipuan macam apa ini? Jangan-jangan besok Ansel akan meminta Clara mencuci bajunya juga?"Apa?! Kamu bilang aku akan tidur di kamar kosong dan bukannya bersamamu, Ansel! Wah, ini penipuan namanya!" Seru Clara emosi.Clara menatap Ansel penuh amarah. Namun tiba-tiba pria itu tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Clara hanya menatap Ansel dengan tatapan bingung. Mungkin pria bernama Ansel ini sebenarnya memiliki gangguan jiwa? Bukankah banyak seniman yang memang sedikit gila? Clara mulai berpikir untuk melarikan diri saja daripada harus tinggal bersama Ansel yang tampan namun tidak waras."Kenapa kamu tertawa? Tidak ada yang lucu, Ansel!" Seru Clara sewot.Ansel menyeka air matanya yang sedikit menetes karena terlalu asyik menertawai Clara."Aku bercanda, Clara! Mana mungkin aku akan menyuruhmu tidur bersamaku!" Jelas Ansel lalu tertawa lagi.Mata Clara membelalak kesal. Sialan! Baru har
Gara-gara bahan masakan yang digunakan Clara tadi pagi, kini baik Clara maupun Ansel tergolek lemas karena keracunan makanan. Clara terpaksa izin untuk pulang kerja lebih awal karena fisiknya yang terasa sangat tidak sehat. Sementara Ansel harus absen dari kuliahnya karena ia terus bolak balik ke kamar mandi.Clara terduduk lemas di sofa apartemen bersama Ansel yang terguling di sampingnya. Mereka sudah ke dokter dan mendapatkan obat untuk mengurangi gejala keracunan makanan yang dialami. Namun urusan perut mereka yang terus menerus mual tampaknya belum kunjung berhenti.Mereka berdua sedang menatap kosong ke TV tanpa melakukan apapun. Lalu tiba-tiba Ansel berlari menuju kamar mandi lagi. Perutnya mules dan terus memanggil Ansel untuk ke kamar mandi."Sialan! Aku harus ke kamar mandi!" Seru Ansel sembari berlari meninggalkan Clara.Gadis itu melihat teman serumahnya dengan tatapan geli. Ia tertawa lemas karena Ansel terlihat seperti orang bodoh. Namun tak lama kemudian perut Clara iku
Satu persyaratan yang diberikan perusahaan modeling itu membuat Clara menjadi pusing tujuh keliling. Bagaimana mungkin ia bisa membangun portofolionya sebagai model lingerie hanya dalam waktu satu minggu? Clara harus setidaknya memiliki beberapa lingerie yang akan dipakainya. Belum lagi ia harus membayar fotografer untuk melakukan sesi pemotretan! Padahal uangnya sekarang saja sudah sangat minus."Jess, agensi yang aku ceritakan padamu kemarin berkata akan menerimaku sebagai model mereka." Ungkap Clara pada Jessica saat mereka bertemu.Mata Jessica terbelalak. Ia tersenyum sumringah mendengar kabar baik dari temannya itu."Serius? Wah, bagus dong, Clara! Tapi kenapa kamu malah terlihat pusing?" Balas Jessica tidak mengerti.Clara menghela nafas pelan."Iya, karena ada satu syarat yang mereka berikan." Jawab Clara."Apa syaratnya?" Tanya Jessica penasaran."Aku harus punya portofolio sebagai model lingerie." Sambung Clara lesu.Jessica tertawa mendengar kecemasan sahabatnya itu."Oh! K
Ansel mengedipkan matanya tak percaya. Apakah gadis ini sudah gila? Mengapa ia memilih pekerjaan yang sangat beresiko seperti itu?"Kamu masih waras kan, Clara?" Tanya Ansel heran.Clara mengangguk."Lalu kenapa kamu mau bekerja seperti ini?" Ujar Ansel kesal."Karena aku butuh uang, Ansel! Bayaran pekerjaan ini sangat tinggi dan pekerjaannya mudah! Sesederhana itu!" Seru Clara sebal.Ansel masih memalingkan wajahnya. Selama ini ia selalu melihat Clara dalam balutan piyama atau pakaian rumah lainnya. Ini pertama kalinya Ansel melihat Clara berpakaian seperti ini dan sejujurnya jantung Ansel menjadi sedikit tidak karuan karenanya."Tenang, Ansel! Tenang! Kamu harus kendalikan dirimu! Kamu bukan buaya darat yang tidak bisa melihat wanita seksi, kan?" Batin Ansel berusaha mengingatkan dirinya.Clara menatap Ansel yang tampak seperti salah tingkah. Seolah tanpa rasa bersalah, Clara dalam balutan pakaian dalam seksi itu berjalan menghampiri Ansel."Kamu tidak apa-apa?" Tanya Clara bingung.
Clara membuka emailnya dengan tidak sabar. Sudah tiga hari berlalu sejak ia mengirimkan portofolionya dan apabila ia memang diterima, seharusnya ia akan mendapatkan balasan dari agensinya hari ini. Jantung Clara berdebar kencang tidak karuan. Ia merasa sangat deg-degan sembari menunggu laman yang ia tuju sedang dimuat."Ada email masuk!" Seru Clara heboh saat melihat email balasan dari agensi yang ia lamar.Dengan mantap Clara membuka email itu dan membaca isinya. Matanya menjelajah setiap kalimat berkali-kali. Seolah tidak percaya, ia kembali membaca surat elektronik itu dari kalimat pertama. Setelah benar-benar yakin, Clara berteriak histeris karena bahagia."Aku diterima! Yeay! Aku diterima kerja!" Seru Clara heboh.Kakinya berjingkat-jingkat bahagia. Clara benar-benar merasakan euforia karena pekerjaan yang ia nanti-nanti akhirnya berhasil ia dapatkan. Dengan semarak ia berloncat dan menari-nari di atas kasurnya. Lalu kepalanya teringat dengan teman serumahnya yang sudah membantun
Ansel dan Clara tiba di kamar pengantin mereka. Ansel sengaja menyewa kamar dengan pemandangan terbaik di Castle Bromwich Hall, salah satu hotel dengan desain klasik yang paling menakjubkan di Birmingham. Ia akan membuat malam ini menjadi malam paling romantis bagi mereka berdua.Kedua tangan Ansel menggendong Clara layaknya seorang pengantin wanita. Ia membawa istrinya masuk ke dalam kamar itu sembari sesekali mencuri ciuman ke bibir Clara. Tawa Clara terdengar renyah dan menghangatkan hati Ansel.Sesampainya di kamar, Ansel segera menurunkan Clara dan gadis itu berseru senang sembari memeluk Ansel erat."Kita akhirnya menjadi suami isteri, Sayang!" Seru Clara bahagia.Ansel mendaratkan sebuah ciuman singkat di bibir Clara. Matanya lalu menatap Clara dengan penuh cinta seolah cinta itu bisa menenggelamkan Clara saat itu juga. Tangan Ansel menarik turun resleting gaun yang dipakai Clara dan pakaian putih itu dengan cepat meluncur ke kedua kaki Clara. "Tidak sabar lagi, hmm?" Goda Cla
Semuanya bak mimpi yang begitu indah. Taman yang cantik ini, suasana yang begitu romantis, dan Ansel yang berlutut dengan cincin di hadapannya. Clara begitu terkejut hingga ia tak bisa mengatakan apapun. Satu-satunya reaksi yang bisa ia keluarkan hanyalah menangis. Tangisan haru yang meleleh dari kedua matanya."Clara Deolindra, will you marry me?"Ansel mengatakan itu dengan senyuman yang begitu lebar. Seolah kebahagiaan begitu besar ada di depan matanya sekarang."Aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku bahkan tidak bisa membayangkan masa depan dimana tidak ada kamu di dalamnya. Dan kejadian kemarin membuat aku sadar betapa aku tidak ingin kehilangan dirimu." Ujar Ansel lembut.Ia mendongakkan wajahnya dan menatap ke arah Clara yang menangis terharu. "Jadi, maukah kamu bersamaku selamanya sebagai isteriku, Sayang?"Tak ada keraguan sama sekali di hati Clara. Sejak lama ia mendambakan hari dimana Ansel akan melamarnya. Berandai-andai dengan mimpi yang sepertinya tak akan pernah tergapai
Kondisi Clara sudah jauh membaik sejak kesadarannya pulih. Alat bantu yang mempertahankan hidupnya sudah dilepaskan satu persatu dan bahkan Clara sudah diperbolehkan untuk keluar dari ruangannya untuk berjalan-jalan sejenak.Dan kebahagiaan teramat besar dirasakan Ansel, Elliott, serta Adeline. Bagaikan diberi keajaiban yang luar biasa, ketiganya tak henti tersenyum setiap kali melihat perkembangan pada kondisi Clara.Hari ini, tepat tiga minggu Clara berada di rumah sakit. Hari ini juga merupakan hari dimana dokter sudah memperbolehkan Clara untuk pulang. Pukul sebelas siang, Ansel dan Clara siap pergi meninggalkan rumah sakit itu. Ansel mendorong Clara yang berada di atas kursi roda untuk menyusuri koridor rumah sakit."Kita akan pulang hari ini, Sayang. Kamu senang?" Tanya Ansel bersemangat.Clara mengangguk mantap. Sejujurnya ia sudah sangat muak berada di rumah sakit. Tidak bisa melakukan apapun dan yang ia lakukan hanyalah terbaring di ranjang seharian. Clara merindukan rutinita
Kedua pria itu begitu larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Ansel memutuskan untuk memecahkan keheningan dengan menegur sang ayah."Ada apa, Dad?"Elliott berdeham. Ia memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah puteranya itu. Tatapannya serius dan Ansel seolah mengerti apa yang ingin dikatakan ayahnya saat itu."Tentang Mom?" Tanya Ansel pelan.Elliott mengangguk. Ansel mengusap wajahnya dengan kasar."Ada apa lagi? Apa yang Mom keluhkan kepadamu kali ini?""Aku memintamu untuk memaafkan Mom, Ansel. Apakah kamu bisa melakukannya?" Elliott bertanya dengan begitu hati-hati. Ia tahu permintaannya itu sangat sulit dikabulkan Ansel sekarang. Setidaknya hingga Clara sadar.Ansel tertawa pahit. Ia lalu mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Clara yang masih terbaring dalam koma di atas ranjangnya."Setelah semua hinaan yang diberikannya pada Clara, Dad? Kurasa tidak, Dad." Ucap Ansel lirih.Elliott menghela nafas berat. Ia memegang pundak Ansel dan meremasnya pelan. Puteranya
Tiga hari berselang, kondisi Clara dinyatakan jauh lebih baik. Walaupun belum sadar dari pingsannya, Clara sudah bisa dipindahkan ke kamar perawatan umum. Dan Ansel bisa merawat kekasihnya dan berada di sisinya setiap saat."Iya, Clara akan baik-baik saja, Bu. Maafkan aku karena semua ini terjadi saat Clara bersamaku. Tapi aku berjanji aku akan merawat Clara dengan baik." Ansel mengakhiri pembicaraannya di telepon. Ia menatap layar ponselnya dengan kosong. Helaan nafasnya terdengar berat namun Ansel memaksakan senyum tersungging di bibirnya.Ia kembali masuk ke kamar tempat Clara dirawat dan duduk di sisi ranjang."Ibumu menelepon, Sayang. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Tapi aku sudah mengatakan kepadanya bahwa kamu akan baik-baik saja. Iya kan?"Hening. Gadis yang ditanya pun tidak menjawab apa-apa. Clara masih tertidur bak puteri di dalam dongeng. Wajah cantiknya tampak pucat dan Ansel tersenyum getir melihatnya.Ansel meraih tangan kekasihnya itu, meremasnya lembut, dan menciumnya
Kabar itu datang bagaikan petir di siang bolong. Menyadarkan Ansel dari segala lamunannya dan menghentakkannya kembali ke bumi. Begitu hancur hingga rasanya ia tak sanggup untuk menatap lurus ke depan.Dua kata. Hanya dua kata yang dikatakan ibunya di telepon. Tapi dua kata itu sukses menjungkirbalikkaan kehidupan Ansel. Membuatnya berlari dengan nafas memburu seperti orang gila.Clara kecelakaan. Kekasihnya mengalami kecelakaan. Dan bagaimana keadaan Clara sekarang? Apakah ia baik-baik saja? Astaga, Ansel bahkan belum sempat berbicara dengannya tentang kesalahpahaman kemarin. Dan semuanya sudah menjadi kacau seperti ini dalam satu kedipan mata.Dengan terburu-buru, Ansel memacu mobilnya ke rumah sakit tempat Clara dilarikan. Ia tak peduli bagaimana kacaunya ia terlihat saat itu. Persetan dengan dasinya yang masih belum terikat dan sepatunya yang ia pakai secara asal-asalan. Yang terpenting bagi Ansel sekarang hanyalah melihat Clara. Tidak ada yang lain.Dua puluh menit memacu mobilny
Entah berapa kali Clara mengutuk dirinya sendiri dan hati lembutnya ini. Ia sudah bertekad bahwa ia akan mengabaikan Ansel dan benar-benar menunjukkan kemarahannya. Namun sekarang, disinilah ia. Berjalan di pusat perbelanjaan Edinburgh mencari oleh-oleh untuk orang-orang yang ia sayangi. Hiasan kristal untuk Adeline, wiski untuk Elliott, dan wine serta parfum untuk Ansel.Ah, kenapa Clara bodoh sekali? Kenapa ia masih saja mau menghabiskan waktu dan uangnya untuk mereka yang bahkan tidak peduli dengannya?Tapi seperti itulah Clara. Beginilah cara ia menunjukkan rasa cintanya. Tak peduli seberapa kesalnya ia dengan orang-orang itu (kecuali Elliott, tentu saja), Clara tetap akan tersenyum lebar dan memberikan oleh-oleh ini kepada mereka."Semoga mereka menyukainya." Gumam Clara sembari mendorong troli belanjanya menuju kasir.Penerbangannya dua jam lagi dan Clara sekarang tengah menunggu pesawatnya di bandara. Ia melirik ponselnya lagi. Lagi-lagi panggilan dari Ansel. Untuk pertama kali
Pemotretan di Edinburgh benar-benar menyenangkan. Clara diharuskan berfoto di lokasi yang sedikit menantang yaitu di atas tebing St. Abbs. Dengan angin yang bertiup begitu kencang dan ombak yang menerpa dengan deras di bawahnya, tentu saja berfoto dengan menggunakan dua potong lingerie menjadi hal yang sedikit sulit untuk dilakukan.Tapi Clara menyukainya. Tidak, bukan hanya sekedar menyukainya. Clara benar-benar menikmatinya. Dan setidaknya kesibukannya ini akan mengalihkan perhatian Clara dari masalahnya dengan Ansel."Memangnya Ansel saja yang bisa sibuk bekerja?"Jepretan demi jepretan di ambil dan puluhan hasil foto yang tampak luar biasa benar-benar membuat Clara kagum. Jika ia adalah dirinya dua tahun lalu, maka mungkin Clara tidak akan pernah menyangka bahwa ia bisa bergaya sebagus itu. Layaknya seorang model profesional.Tapi Clara yang sekarang berbeda dengan Clara yang dulu. Ia sekarang adalah satu di antara deretan model La Perla. Dan juga salah satu model yang melenggok d
Pikiran Ansel benar-benar kalut. Hatinya tidak tenang karena rasa gelisah. Wajah terakhir yang ia lihat sebelum Clara pergi tadi pagi adalah hal yang paling tidak bisa ia lupakan. Kekasihnya itu benar-benar kecewa dan terluka. Matanya sembab karena menangis begitu hebat. Dan semua itu disebabkan oleh Ansel. Ansel dan segala egoismenya yang tidak bisa ia bendung.Dan karena itu pula Ansel tidak bisa fokus bekerja sejak tadi. Pikirannya selalu kembali kepada Clara dan Clara lagi. Rapat hari itu bahkan berjalan terasa sangat lambat karena Ansel tidak bisa meraih ponselnya untuk menghubungi kekasihnya itu."Jadi bagaimana, Tuan Brooks? Konsep iklan yang mana yang menurut Anda paling baik?"Pertanyaan dari salah seorang karyawannya menyadarkan Ansel dari kekalutannya. Ia segera mengerjapkan matanya berkali-kali dan mencoba untuk kembali fokus pada pekerjaannya.Sadar, Ansel! Ada proyek senilai lima juta poundsterling yang harus kamu selesaikan!Ansel meninjau konsep yang dibuat oleh timnya