"Kenapa?" tanya Leo melihat ekspresi Mona yang membatu?Membuatnya penasaran saat melihat Mona yang terlihat bingung dan air matanya mulai mengalir. Mona menoleh pada Leo dengan tatapan yang berkaca-kaca."Ada apa?" tanya Leo lagi, rasa penasarannya semakin memuncak."Ayah ... kritis," jawab Mona singkat tapi padat."Apa, serius?" tanya Leo dengan cepat, dan langsung memerintahkan sang supir untuk memutar haluan."Ayah, Om, ayah," suara Mona bergetar, tangannya menggenggam tangan Leo yang terasa panas dingin."Kita ke rumah sakit lagi," kata Leo, merangkul bahu Mona dan mengusapnya dengan lembut.Tangis Mona pun pecah, mengingat sang ayah yang baru saja baik-baik saja tiba-tiba terdengar kritis.Setibanya di rumah sakit, Mona dan Leo langsung menuju ruang ICU. Mona terus saja meneteskan air matanya, rasanya kurang percaya bahwa baru saja dia melihat ayahnya baik-baik saja, tapi beberapa menit kemudian langsung mendapat kabar kritis."Ayah, kamu kenapa? Ayah, bangun, kenapa bisa sepert
"Kau sudah mengotori bajuku," ucap Leo sambil menatap bajunya yang banyak ingus Mona.Mona bengong dan kaget, juga khawatir kalau Leo akan marah."Mak-maaf. Om, aku!" Mona menggantungkan perkataannya sambil mengusap kemeja biru milik Leo.Leo mengambil sapu tangan dari sakunya dan membersihkan bajunya yang basah dan kotor. Hatinya merasa marah dan kesal, tapi rasanya gak enak juga bila diungkapkan."Sini Om, biar aku yang bersihkan. Maaf ya, habisnya nggak ada tisu," suara manja Mona makin meluluhkan hati Leo.Setelah itu, mereka pun pulang ke rumah Ayah Mona karena jenazah akan disemayamkan di sana.Keluarga dan juga tetangga yang dekat sudah berkumpul di rumah sang ayah, sehingga rumah itu tampak ramai.Mereka menghampiri Mona sembari mengucapkan kata bela sungkawa dan juga meminta Mona untuk sabar."Kami mengucapkan bela sungkawa yang sebesar-besarnya dan sabar ya. Semua yang hidup di dunia ini pasti akan mati," ucap mereka.Mona menangis di pelukan bibinya. Bagaimanapun, dia sanga
Leo tidak perduli dengan keberadaan Laksmi di situ. Dia menundukkan kepalanya menyibukkan diri."Kau sedang apa di sini?" suara Mona terdengar tajam saat dia menatap Laksmi.Wanita yang lebih tua itu terkejut dengan kedatangan Mona di tempat itu. Leo pun mendongak setelah mendengar suara istri kecilnya."Mona," suara Laksmi melonjak naik."Aku tanya, kamu sedang apa di sini dengan gaya menggoda begitu? Nggak cukup menggoda anaknya sehingga meninggalkanku demi kamu?" suara Mona terdengar sinis."Kamu ngomong apa? Jangan ngomong yang aneh-aneh ya! Kau pikir saya serendah itu?" bentak Laksmi dengan tatapan yang melotot ke arah Mona."Ibu, kamu pikir saya tidak punya mata? Kalau kamu itu banyak menggoda suamiku," ucap Mona sambil melirik suaminya yang anteng dengan laptop.Laksmi menarik nafas dalam-dalam agar dia tidak terpancing amarah oleh Mona. Dia harus menunjukkan kepada Leo bahwa dirinya adalah wanita yang baik, kalem, dan rendah hati."Sebaiknya kamu jangan ngomong begitu. Itu nam
Mona yang hendak mengambil gelasnya disenggol oleh Leo yang tidak sengaja juga mengambil gelasnya."Yah, tumpah deh." Mona menatap gelas yang jatuh, airnya pun tumpah."Maaf, Sayang, nggak sengaja," kata leo.Oma Marfin, Laksmi menatap dengan pandangan yang menyalahkan Mona yang dianggap ceroboh."Kamu kenapa, Mona? Tidak ada tenaga banget, emang kamu belum makan? Suamimu nggak ngasih makan?" ketusnya Oma."Lah, ini Mak lampir suka bikin ku kesel dengan omongannya itu," batin Mona seraya hendak berjongkok membersihkan lantai.Namun, langsung dicegah oleh Leo yang akhirnya Mona duduk kembali. "Asisten, tolong bersihkan!" suara Leo yang tinggi memanggil asisten.Salah satu asisten pun datang segera membersihkan lantai, mengambil serpihan gelas dengan hati-hati."Oh, kenapa harus tumpah sih? Itu minuman yang seharusnya diminum, mengalir di tenggorokan nya Mona, bukan ke lantai," batin Laksmi geram.Oma menatap ke arah Laksmi yang tampak mencurigakan, tetapi detik kemudian dia tersenyum s
Mona merasa malas untuk melayani wanita yang berada di hadapannya itu. "Byur..." wajah Mona disiram air minum oleh Alexa yang merasa geram pada Mona yang dia rasa tidak menghargainya."Apa yang kau lakukan?" tanya Mona, menatap tajam pada Alexa yang masih memegangi gelasnya."Saya tidak akan membuatmu tenang, Mona. Saya akan selalu membuatmu jengah agar kamu meninggalkan Leo," ujar Alexa disertai tatapan tajam.Mona mengusap wajahnya yang basah kuyup. Tidak menyangka bahwa Alexa, wanita yang jauh lebih dewasa darinya, bisa melakukan hal seperti itu."Agar Leo kembali padamu, Nyonya Alexa. Sementara kau juga yang mengkhianatinya. Tidak perlu kau membalikkan fakta. Dan aku tahu itu, meski bukan dari mulut Leo sendiri," kata Mona, menahan rasa kesal hingga menyebut nama Alexa dengan penekanan."Kamu jangan ngarang sesuatu yang tidak kamu tahu!" teriak Alexa."Sudahlah, saya tidak ada waktu untuk bicara denganmu," ucap Mona, menarik tangannya yang masih digenggam oleh Alexa, dan langsung
Leo kaget saat Alexa menunjukkan miliknya, mengungkapkan aset-aset yang pernah menjadi candu baginya. Namun, jiwa lelakinya begitu dingin sehingga seolah-olah tidak melihat sesuatu yang aneh, dan tetap santai."Apa kamu tidak merindukanku yang dulu menjadi candu bagimu?" ucap Alexa sambil terus berpose menggoda."Saya sudah punya istri," jelas Leo sambil memalingkan wajahnya dari layar laptop."Aku tidak peduli kamu sudah punya istri lagi. Kamu harus tahu bahwa istri muda mu itu hanya mengincar harta mu saja. Belum tentu dia mau menerima kamu yang sudah berumur. Jika kamu sakit, belum tentu dia mau merawatmu," ujar Alexa.Leo menelisik. "Apa maksudmu?""Ya, maksudku istri muda mu itu belum tentu bisa menerimamu. Jika kamu sakit, belum tentu dia mau merawatmu. Mungkin dia akan pergi meninggalkanmu untuk pria muda lain yang lebih pantas baginya," tambah Alexa, mencoba meracuni pikiran Leo.Leo merasa geram dengan omongannya Alexa yang semakin ngelantur. Tanpa permisi, Leo mematikan samb
Mona sangat terkejut karena di hadapannya ada Jeri yang berdiri dengan tatapan tajam, padahal yang ada dalam ingatannya adalah Marfin."Ya ampun, Tuan Jeri! Jantungku hampir berhenti," kata Mona sambil mengusap dadanya yang merasakan kaget."Maaf, tuan muda Marfin sudah saya usir karena itu permintaan Tuan. Tuan Leo, yang minta saya untuk menjaga jarak antara Anda dan tuan muda Marfin," ujar Jeri.Membuat mulut mana menganga. "Sampai segitunya?" batin Mona, heran dengan yang dikatakan Jeri."Untuk saat ini, Tuan Marfin tidak boleh menemui Anda kecuali ada izin dari Tuan Leo," tambah Jeri."Busyet, segitunya Om Leo tidak boleh aku dekat dengan Marfin," lagi-lagi hari Mona bermonolog.Setelah itu, Jeri pun mengundur diri, membiarkan Mona melanjutkan aktivitasnya lalu makan bersama bibi dan keluarganya."Bibi gak enak ngomongnya sama Marfin dan Tuan Jeri yang ngomongnya. Marfin marah sambil pulang," ujar bibi sambil makan."Iya, Bu. Tuan Jeri sudah memberitahuku," balas Mona."Ooh, kasi
"Kamu siapa?" suara Mona terdengar, pada orang yang menghadang jalannya. Sosok seorang pria yang memakai topeng. Lantas sosok Pria itu langsung membekap mulut Mona menggunakan sapu tangan dan menyeretnya pergi dari situ.Kedua mata Mona melotot, tangannya memegangi tangan pria itu, berusaha melepaskan bekapannya. Tetapi, Mona tidak berdaya. Mona tersadar setelah dia berada di sebuah tempat yang begitu asing baginya. "Aku di mana ini? Ya Tuhan, aku di mana?" suaranya Mona serak. Dia baru saja tersadar dari pingsannya. Mona berusaha beranjak berdiri dari tempat tidur dan mendekati pintu. Suasana di ruangan itu begitu remang-remang. Saat mencoba membuka pintu, ternyata dikunci. Dia berusaha memutar-mutar handle dan juga menggedor daun pintu tersebut. "Halo, siapa di luar? Apakah ada yang mendengar suara aku? Tolong bukakan pintu, aku ingin keluar, aku mau pulang!" teriak Mona sembari menggedor pintu terus menerus sampai telapak
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Setelah beberapa saat muter-muter membawa Mandala jalan-jalan akhirnya Martin hendak menuju pulang namun sebelum masuk ke area perumahannya melihat mobil sang istri keluar membuat dia tertarik untuk mengikutinya dan mencoba untuk menanyakan keberadaannya sekarang di mana.(Kamu di mana? bisa datangin aku nggak, di taman sedang mengajak Mandala bermain) kirim.Beberapa saat kemudian terdengar notif masuk. Ting ....(Aku sedang berada di rumah lah. Malas untuk keluar!) jawab Laksmi.Kemarin merasa kebingungan apa ya di rumah tapi yakin kok itu mobilnya. Sehingga Ia terus mengikuti mobil tersebut memperhatikannya dari kejauhan."Aku jadi penasaran, aku yakin kok mobilnya istriku, apa mobilnya dipinjamkan sama orang lain? Tapi sama siapa? Nggak mungkin juga," gumam Marfin sambil terus mengawasi mobil yang berjarak beberapa meter di depannya.Sementara itu, Mandala tertidur di jok samping, sesekali Marfin memperhatikan anaknya dan jalan bergantian. "Rasanya sangat tidak mungkin mobilnya d
Marfin melanjutkan perjalanannya, mengendarai mobil kesayangannya menuju pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh putranya, Mandala, yang berusia kurang lebih satu tahun. Mandala sudah mulai bisa bicara dan bertanya kepada Marfin tentang oleh-oleh yang terlupa Marfin beli."Aduh lupa! Ayah lupa sayang!" Kata Marfin dengan senyuman."Mmm, Ayah! Kok lupa sih ... beli oleh-oleh buat Mandala?" tanya Mandala dengan suara polos dan penuh harap.Marfin merasa bersalah karena lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. "Maaf, Sayang. Ayah lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. Tapi Ayah akan memberikannya nanti, ya."Mandala mengangguk dengan wajah kecewa yang segera berubah menjadi ceria. "Baik, Ayah. Mandala tunggu. Jangan lupa lagi ya! Janji"Marfin merasa berat hati karena lupa membawa oleh-oleh, namun janji lain kali akan membawanya. Sesuatu yang spesial untuk Mandala. Dia menuntun Mandala masuk ke dalam rumah.Namun, saat mereka masuk, Marfin mendapati istrinya, Laksmi, sedang asi
Suasana rumah begitu ramai menyambut kedatangan baby kembar Arda dan Ardi. sekian waktu kemarin menghilang. Kini datang kembali Mambawa kebahagiaan untuk Leo dan keluarga.Saat itu datang dua orang polisi dengan tegaknya dan begitu hormat kepada Leo. "Silakan duduk!" Leo menyilakan duduk kepada tamunya."Terima kasih!" Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan tuan rumah.Polisi memberikan laporan yang mengungkapkan bahwa dalang di balik penculikan anaknya adalah Alexa, dan bahkan terbukti bahwa Alexa juga terlibat dalam penggelapan uang perusahaan Leo. Leo sangat terkejut dan jatuh dalam rasa nyesek yang mendalam, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini."Apa? Alexa? Apa maksud dari semua ini?" Leo tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia melakukan penculikan dan menggelapkan uang perusahaannya."Iya, Pak Leo. Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam, kami menemukan bukti yang mengarah kepada Alexa. Dia memiliki motif di sebalik ini, melakukan penculikan demi satu tujuan dan mengge
Mona kembali melihat ke arah sang suami yang menikmati makan bakso nya dengan sangat lahap. "Sebaiknya kita pulang," ajak Leo setelah menghabiskan makannya, berdiri dan menyimpan lembaran uang di bawah mangkok. Mona, menganggukkan kepala, lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu. "Saya sudah melihat kedua baby yang sekarang dirawat oleh Abang tukang bakso, wah lucu-lucu kembar lagi," suara pria yang berada di belakang Mona menarik perhatian mereka berdua. "Apa Pak, Abang tukang bakso merawat kedua baby kembar? Dan baby siapa itu?" Mona menjadi penasaran. "Entah, yang jelas di bawa sama orang gila dan sekarang dirawat sama istrinya tukang bakso," kata si bapak tadi. Leo segera merogoh sakunya, mengambil ponsel lalu dia menunjukkan foto baby Arda dan baby Ardi. "Apakah kedua baby ini?" tanya Leo penasaran, kepalanya menoleh banyak orang-orang yang berada di sana. Orang yang tadi mengobrol sama bapak yang barusan saling pandang, entah apa yang berada dalam pikiran mereka. "Kam
Mona akhirnya mau makan, setelah Marfin berhasil membujuknya dan memberinya makan dari tangannya. Leo merasa cemburu dan mengambil alih posisi Marfin."Sini, biar Papa saja," kata Leo sambil menyuapi Mona. "Sayang, makan yang banyak," ucap Leo pada Mona yang membuka mulutnya."Aku ingin bertemu bayi. Aku takut dia-" Mona terhenti saat Leo menempelkan jari di bibirnya.Marfin menatap Mona dan Leo yang terlihat mesra. Hati Marfin juga merasa cemburu melihat Mona yang begitu dekat dengan Leo. *****Hati Mona penuh kekhawatiran dan kegelisahan. Dia tidak dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi pada kedua putrinya yang hilang. Berbagai pertanyaan bergejolak di dalam pikiran mereka."Di mana bayi-bayi kita? Kapan kita akan menemukan mereka?" Kata Mona sambil menatap keluar jendela."Aku tidak tahu. Kita akan terus mencarinya," balas Leo sambil memandang ke jalan yang terlewati saat ia mengemudi.Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Mona berharap
Sementara itu, polisi sedang mengintai tempat yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya orang yang membawa bayi kembar, Arda dan Ardi.Dengan tegas, suara polisi memperingatkan. "Jangan bergerak! Serahkan dirimu, kalau tidak mau terjadi sesuatu padamu!" Polisi menodongkan senjata api ke arah wanita yang sedang memunggungi, sementara beberapa polisi lain berada di sekitar.Wanita itu, dengan rasa kaget, masih menghubungi pihak polisi dan perlahan-lahan mengangkat kedua tangannya. Kemudian, polisi segera meringkusnya, mengamankan tangannya ke belakang.Tanpa ada perlawanan, wanita tersebut digelandang ke kantor polisi. Selama di perjalanan, polisi terus menanyai di mana bayi kembar tersebut, namun wanita itu masih bungkam. Saat digeledah, tempat itu tidak ditemukan bayinya, hanya ada barang bukti berupa pakaian bayi.Berita mengenai kejadian ini langsung sampai ke telinga Leo dan Mona. Keduanya mendatangi polisi segera setelah mendengar kabar tersebut.Plak.Tidak dapat mengendalikan
Mona masuk ke kamar bayinya dengan hati yang panik dan terpukul. Dia melihat tempat tidur kosong dan bayinya sudah tidak ada di situ. Keadaan ini membuatnya kehilangan kendali dan dia langsung berteriak."Arda. Ardi, tolong ... bayiku hilang! Dia tidak ada di sini!" seru Mona dengan suara lantang.Mendengar teriakan Mona, semua orang di rumah berhamburan menuju kamarnya. Mereka melihat wajahnya yang panik dan hancur, dan situasi menjadi semakin kacau."Apa yang terjadi? Dimana bayimu?" tanya Wati yang lebih dulu sampai di lokasi dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Baby aku hilang, Wati! Dia tidak ada di tempat tidurnya," kata Mona dengan suara yang penuh keputusasaan, sementara susternya pun yang baru selesai makan datang ke sana.Mona mencari ke kolong tempat tidur. Ke balik gorden. Balik sofa ... Dan asisten lain pun ikut mencari. suster pengasuh baby Arda dan Ardi pun kebingungan tadi kan waktu dia tinggalkan bersama Mona, terus kenapa sekarang tidak ada."Sabar, sayang," kata L