Masalah akan selalu ada.
Mengusik hingga membuat kita tidak berdaya.
Namun setiap masalah membutuhkan perjuangan.
Karena melalui perjuangan itu kita bisa mendapatkan jalan.
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Saat Abby turun dari mobil, matanya disuguhkan pemandangan sebuah rumah besar dengan desain tradisional khas Italia. Dinding dengan bahan batu bata berwarna coklat muda membuat bangunan rumah itu tampak berdiri dengan megahnya. Atap genting berwarna serupa membuat rumah besar itu terlihat mempesona.
Namun tidak hanya bangunan rumah yang telah menghipnotis Abby. Namun pemandangan rerumputan yang dipotong rapi dihiasi dengan pepohonan yang menambah keindahan rumah itu. Terutama pemasangan lampu yang menerangi taman itu membuat suasana malam di sana terasa indah.
"Indah sekali." Gumam Abby.
"Senang mendengarnya, Miss Hart. Karena kau akan tinggal di sini setelah menikah dengan Mr. De Luca."
"Haruskah kau mengingatkanku sekarang? Merusak suasana saja." Abby mendengus kesal.
Berbeda dengan Abby, Xavery justru tertawa karena gerutuan wanita itu. Xavery kemudian mengajak Abby melewati tangga menuju jalan setapak hingga mencapai pintu rumah.
"Kau harus beristirahat, Miss Hart. Aku akan mengantarkanmu ke kamar." Ucap Xavery saat memasuki rumah dengan cahaya yang tidak terlalu terang menerangi ruangan kecil yang menghubungan menuju ruang tamu.
"Tidak perlu Xavery. Aku yang akan mengantarnya."
Sebuah suara telah menghentikan langkah mereka menuju tangga. Suara yang begitu dalam itu membuat Abby menoleh. Dia bisa melihat seorang pria berdiri menjulang berjalan keluar dari ruang tamu. Pria itu mengenakan kaos hitam yang mencetak jelas tubuh berototnya serta celana jeans biru gelap yang menegaskan kaki jenjang pria itu.
Saat pria itu melangkah dan berjalan mendekati Abby, wanita itu bisa merasakan tatapan penuh penilaian di matanya. Dia sangat yakin jika pria yang berhenti beberapa langkah di hadapannya ada Giorgio De Luca. Dia bisa melihat bekas luka bakar di pipi kirinya menuju leher dan menghilang di balik kaosnya.
Sialnya aura dingin yang ditimbulkan pria itu telah menyedot keberaniannya perlahan. Pria itu seakan mampu mengendalikan sekelilingnya hanya dengan tatapannya. Berusaha untuk melenyapkan kekagumannya, Abby pun menegakkan kepalanya.
"Selamat datang, Miss Hart." Tidak ada senyuman ataupun uluran tangan. Pria itu hanya mengeluarkan sapaan itu melalui mulutnya.
"Terimakasih, Mr. De Luca."
Tanpa mengatakan apapun pria itu langsung menarik tangan Abby dan melangkah melewati tangga. Abby masih mengamati tangannya yang tenggelam dalam genggaman tangan Gio. Tangan yang dibalut kulit sewarna tembaga itu terlihat kontras dengan kulitnya yang pucat. Saat mencapai lantai dua barulah Abby menghentikan langkah pria itu.
"Mr. De Luca, ada yang ingin kubicarakan denganmu."
"Tidak perlu." Ucap Gio dengan dinginnya.
"Jelas ini perlu. Ini semua kesalahpahaman, Mr. De Luca. Aku dijebak pamanku untuk menandatangani perjanjian itu. Karena itu bisakah kita membatalkan pernikahan itu? Kita bahkan tidak pernah saling mengenal."
Manik mata Gio berubah menjadi hijau gelap. Abby berusaha untuk tidak takut dengan intimidasi yang ditunjukkan oleh pria itu.
"Apa kau sedang mempermainkanku? Kuperingatkan Miss Hart, aku bukanlah orang yang penyabar."
“Aku tidak mempermainkanmu Mr. De Luca. Bagaimana aku bisa mempermainkanmu jika aku dijebak pamanku sendiri?"
Dalam satu langkah sudah membuat Gio berdiri menjulang di hadapannya. Tangan pria itu terulur untuk mencengkram dagu Abby. Wanita itu meringis karena perlakuan kasar Gio.
"Aku tidak peduli kau dijebak atau tidak, Miss Hart. Kau sudah menandatangani perjanjian itu, jadi kita akan tetap menikah besok. Tenang saja, Miss Hart. Aku hanya membutuhkan istri yang bisa melahirkan anakku tanpa harus mencintaiku. Jadi kita tidak perlu mengenal."
Seketika punggung Abby diserang sensasi dingin yang tersirat dalam nada suara Gio. Dia Bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata karena terlalu tercengang dengan keinginan Gio.
Bagaimana bisa seseorang menganggap pernikahan begitu dingin? Hanya digunakan untuk memproduksi anak tanpa cinta. Bukankah itu terdengar kejam?
"Kamarmu ada di sana dan jangan mencoba kabur. Penjagaan di sini sangat ketat. Selamat malam, Miss Hart." Setelah menunjukkan pintu yang tidak jauh dari tangga, Gio bergegas turun.
Dengan lesu Abby menyeret tubuhnya menuju kamar yang sudah disediakannya. Kali ini dia tidak memperhatikan seluruh kamarnya. Satu tempat yang menjadi tujuan utama Abby. Yaitu tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang tanpa melepaskan sepatunya. Wanita itu meringkuk memeluk lututnya.
"Mom, apa yang harus kulakukan? Aku terjebak di sini sendirian. Dan... dan aku sangat takut." Seketika air mata keluar dari pelupuk mata wanita itu.
Dia tahu menangis tidak akan mengubah keadaan. Abby akan tetap menikah dengan Gio. Tapi setidaknya menangis bisa membuatku merasa jauh lebih baik. Pamannya berhasil mengusir Abby. Tidak hanya mengusir dari rumah, tapi juga menendangnya ke negara yang begitu asing baginya.
Abby pun teringat alasan Gio menginginkan pernikahan ini. Dia hanya perlu melahirkan anak-anak bagi Gio tanpa harus jatuh cinta padanya. Tapi jika ingin melahirkan anak, maka mereka harus melakukan menyatukan diri mereka.
Tubuh Abby bergetar menyadari hal itu. Dia tidak siap. Tentu saja wanita itu tidak siap. Wanita itu akan memberikan mahkota sucinya pada pria sedingin Gio. Pria yang menganggapnya hanya sebagai alat untuk melahirkan anaknya tanpa cinta. Abby tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Posisinya begitu sulit. Kabur tidak bisa dan mau melawan dia tidak memiliki kuasa,. Tapi jika wanita itu memilih mengikuti pernikahan itu, Abby tidak tahu apa yang akan terjadi.
Abby menutup matanya. Dia berharap semua ini hanya mimpi buruk. Dan saat bangun keesokan harinya dia akan berada di ranjangnya.
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Abby menunduk dan memandangi gaun sutra seputih salju yang dikenakannya. Sudah berjam-jam wanita itu dipersiapkan menjadi mempelai wanita. Dan hasilnya pun memuaskan. Gaun berpotongan kemben begitu pas di bagian atas tubuhnya. Gaun itu melebar di bawah pinggangnya hingga menyentuh lantai.
Abby pernah membayangkan dirinya mengenakan gaun pengantin seindah ini. Namun dia tidak menyangka akan memasuki pernikahan dingin yang diciptakan oleh Giorgio. Dia mendambakan pernikahan yang dipenuhi cinta. Membangun sebuah rumah tangga dengan dasar cinta. Namun semua hanya angan-angan yang tidak akan terwujud.
Terdengar suara langkah kaki mendekat. Abby mendongak dan menatap ke arah pintu kamarnya. Pintu itu terbuka dan menampilkan sosok Gio yang berdiri dengan tegapnya. Di belakang pria itu terlihat Xavery tersenyum pada Abby. Pria yang mengenakan tuxedo putih itu berjalan mendekati Abby. Wajahnya yang tanpa ekspresi membuat Abby kesulitan menerka apa yang akan dibicarakan pria itu.
"Penipu kecil!" Suara Gio terdengar dalam penuh amarah.
"Penipu kecil? Apa maksudmu?" bingung Abby.
“Kau bersekongkol dengan pamanmu untuk menipuku bukan? Matthew Hart tidak mengirim putrinya melainkan keponakannya. Pantas saja kau tidak berusaha melarikan diri. Kau memang pelacur kecil yang senang menjual dirinya padaku, bukan?"
Abby melayangkan tangan kirinya menampar pipi kanan Gio. Tidak pernah Abby sekasar ini pada orang lain. Bahkan tangannya pun sampai gemetar karena tak pernah menampar siapapun. Namun ucapan pria itu sangat keterlaluan. Tidak bisa lagi ditoleransi oleh Abby.
"Kau adalah orang yang berpendidikan tinggi, Mr. De Luca. Tidak sepantasnya kau berkata kasar seperti itu. Apa kau pikir aku mau dijual oleh pamanku sendiri? Aku sudah berusaha mengatakan yang sebenarnya padamu dan juga pada Mr. Salvadore. Tapi kalian tidak peduli. Dan sekarang setelah kau mengetahui kebenarannya sendiri kau justru menimpakan amarahmu padaku?" Nafas Abby terengah-engah.
Takut. Jelas Abby takut. Bahkan saat masih tinggal dengan paman dan juga Carla, Abby tidak pernah seberani ini membela dirinya. Entah keberanian dari mana yang telah menyengat wanita itu.
"Xavery, keluarlah!" Perintah Gio.
"Tapi Mr. De Luca, Miss Hart benar. Dia juga menjadi korban. Tidak seharusnya kau menyalahkannya." Xavery berusaha membela Abby. Pria itu bisa melihat dari posisi Abby jika wanita itu sama sekali tidak bersalah.
“Kubilang keluar." Nada dingin Gio tak mampu dibantah oleh Xavery. Akhirnya pria itu dengan berat hati meninggalkan kamar Abby.
Gio menatap Abby dengan dingin, "Dengar..."
"Tidak. Kaulah yang akan mendengarkanku, Mr. De Luca yang terhormat. Kau menuduhku tidak mencoba kabur karena ingin menyerahkan tubuhku padamu. Asal kau tahu, aku bukanlah wanita bodoh yang mencoba melarikan diri tanpa sepersen uang pun di negara yang sangat asing untukku. Aku tidak memiliki tujuan yang bisa menyelamatkanku. Karena itu aku tidak mencoba kabur." Abby terlihat berapi-api dengan mata nyalang penuh amarah.
"Sudah selesai?" Gio terlihat santai menanggapi omelan Abby.
Tidak ada lagi suara keluar dari mulut Abby. Wanita itu sudah melontarkan penjelasan atas tuduhan yang dilayangkan Gio. Nafasnya terengah-engah karena emosi yang meledak dalam dirinya. Bahkan wajahnya yang pucat merona merah.
"Setelah pamanmu menipuku, apa kau pikir aku percaya padamu? Kau dari keluarga yang sama dengannya. Jadi bisa saja kau memiliki cara licik untuk menjeratku."
"Jika kau tidak mempercayaiku, kau bisa mengembalikanku ke San Fransisco, Mr. De Luca."
"Aku akan melakukannya, Miss Hart. Aku juga akan menghancurkan perusahaan keluarga Hart hingga tak tersisa."
Seketika tubuh Abby menegang mendengar rencana Gio. Ketakutan dalam porsi yang lebih besar telah menyergap hati dan pikirannya. Gio akan menghancurkan perusahaan yang sangat berharga bagi Abby. Perusahaan yang menjadi satu-satunya pengingat Abby mengenai ayahnya. Jika perusahaan itu hancur maka Abby tidak memiliki kenangan apapun yang mengingatkan wanita itu akan ayahnya. Abby tidak memiliki kenangan apapun setelah kebakaran yang telah merenggut ayah, ibu serta rumah mereka. Seakan seluruh kenangan mereka direnggut oleh kobaran api.
"Jangan. Kumohon jangan lakukan apapun pada perusahaan itu, Mr. De Luca."
Gio tersenyum sinis, "Ke mana perginya wanita sok suci yang penuh amarah tadi? Setelah apa yang telah kau dan pamanmu lakukan, kau ingin aku tidak mengusik perusahaan itu?"
Abby menutup matanya berusaha menahan emosi karena Gio masih mengira dirinya bekerja sama dengan pamannya. Dia menarik nafas dan membuka kembali matanya. Tatapannya tertuju pada sepasang manik hijau yang begitu dingin.
"Kau hanya memerlukan wanita yang bisa melahirkan anak-anakmu tanpa harus membuatku mencintaimu, bukan? Aku akan melakukannya. Aku akan menjadi istri robotmu, Mr. De Luca. Sebagai gantinya, jangan usik perusahaan keluarga Hart."
Gio tidak mengatakan apapun. Dia melangkah semakin dekat dengan Abby. Tangannya terulur menangkup pipi kiri Abby. Dia pun menundukkan kepala dan membisikkan sesuatu di telinga Abby.
"Menjual tubuhmu demi perusahaan itu. Kau terdengar menjijikan, Miss Hart."
Tangah Abby yang berada di kedua sisi tubuhnya terkepal erat. Ingin rasanya dia melayangkan tinjunya pada pria itu. Tapi dia berusaha menahan diri. Dia sadar emosinya yang kembali meledak akan menimbulkan hal yang buruk.
"Tapi aku akan menerimanya. Siasat apa pun yang kau rencanakan, sebaiknya lupakan. Aku akan membuatmu menyesali setiap perbuatanmu hingga titik paling rendah."
Hembusan nafas Gio di telinganya membuat tubuhnya gemetar. Pria itu dengan mudahnya mampu membuat Abby tidak berkutik sama sekali. Pantas saja Gio memiliki aura yang menakutkan. Pria itu melepaskan Abby. Tanpa sadar wanita itu telah menahan nafasnya karena begitu tegang. Gio tersenyum penuh kemenangan sebelum akhirnya berjalan meninggalkan ruangan itu.
Saat itulah Abby tidak lagi bisa menahan lututnya yang lemas. Dia pun terjatuh di lantai dengan gaun menggembung mengelilinginya. Abby hanya bisa berdoa jika dia bisa selamat menghadapi cobaan yang akan dihadapinya. Wanita itu yakin hidup bersama Gio tidaklah mudah. Bahkan ketika pria itu berubah menyeramkan seperti tadi. Abby tidak yakin dia akan keluar dari kehidupan pria itu dengan masih bernafas.
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Gio kejam sekali ya. Semoga Abby baik-baik saja. Tapi sepertinya Abby tidak akan baik-baik saja. Dia pasti akan darah tinggi kalau menghadapi Gio. Penasaran kelanjutannya? Langsung baca kelanjutannya ya...
Pernikahan yang indah adalah pernikahan yang dipenuhi cinta. Tanpa kata yang berawalan huruf ‘C’ itu, pernikahan terasa begitu hambar.
"Anger is a valid emotion. It's only bad when it takes control and makes you do things you don't want to do."~ Ellen Hopkins ~&nbs
Jangan takut untuk menjadi benar.Meskipun apa yang akan kita hadapi sangat besar,
Ucapan yang baik, bagai bunga teratai yang keluar dari mulut.Ucapan yang buruk, seperti bisa ular yang disemburkan dari mulut.
Penyesalah tanpa adanya tindakan, hanya akan membuatmu akan lebih bertambah menyesal.♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Non chiederti di cosa ha bisogno il mondo. Chiedi cosa ti rende vivo, quindi fallo. Perché ciò di cui il mondo ha bisogno è una persona entusiasta
'Cause I can hearThe thunder from afar
Pilihan yang sudah kita tentukan memiliki kejutan di dalamnya.Seperti masalah yang kita hadapi terlihat begitu rumit.
So as long as I live I'll love youWill have and hold youYou look so beautiful in whiteAnd from now to my very last breathThis day I'll cherishYou look so beautiful in whiteTonightWhat we have is timelessMy love is endlessAnd with this ring I say to the worldYou're my every reasonYou're all that I believe inWith all my heart I mean every word~ Beautiful in White - Shane Filan ~❇️❇️❇️❇️❇️Seorang bocah laki-laki berusia empat tahun sedang duduk di atas sofa. Anak laki-laki itu mengenakan sete
Keluarga akan sangat indah jika diselimuti oleh cinta.Karena cinta akan mendatangkan kebahagiaan.Bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga orang lain.Karena cinta layaknya sinar yang bercahaya.❇️❇️❇️❇️❇️Abby mengunjungi Mrs. Paige dan Mrs. Hendren di teras rumah Mrs. Paige, di mana sahabat itu selalu menghabiskan waktunya bersama. Mereka memeluk Abby secara bergantian. Mereka tampak begitu sedih ketika Abby mengatakan jika dia akan kembali ke Italia bersama suaminya."Aku pasti akan merindukanmu dan kue-kuemu, Sayang." Ucap Mrs. Paige dengan sedih.
Dia belajar masa lalu tidak mampu mereka ubah. Tapi mereka bisa merangkai masa depan yang indah bersama-sama.❇️ ❇️ ❇️ ❇️ ❇️Perlahan kelopak mata Abby pun terbuka. Dia menatap langit ruangan berwarna putih. Wanita itu mengerjapkan mata lagi. Kemudian dia melihat sekelilingnya. Dia berada di salah satu ruangan dalam rumah sakit. Abby mengangkat tangannya dan melihat selang infus sudah menembus kulit tangannya. Bahkan wanita itu juga sudah mengenakan piayama rumah sakit.Abby berusaha mengingat apa yang terjadi. Dia hanya teringat dadanya terasa begitu sesak dan dia melihat api. Wanita itu berpikir jika api itu hanyalah bagian dari mimpinya. Lalu terdengar suara pintu terbuka dan terlihat Taylor melangkah masuk. Pria itu terkejut sekaligus lega melihat Abby sud
Ketika batas hidup mulai menipis,Hati terdalam seseorang pun mulai terbuka.Memperlihatkan kebenaran yang tak pernah diungkapkan.❇️ ❇️ ❇️ ❇️ ❇️Abby melihat kakinya menyentuh pasir pantai tanpa alas kaki. Seharusnya dia merasakan dingin karena ini adalah pertengahan musim dingin. Namun dia sama sekali tidak merasakan hal itu. Lalu dia mendengar suara ombak yang terus menderu."Jossie."Seketika Abby langsung mendongak. Nafas wanita itu tercekat saat melihat sosok wanita yang begitu dirindukannya berdiri tidak jauh darinya. Terusan cream bunga-bunga yang dikenakan ibunya tertiup angin yang kencang. Namun Wanita itu sama sekali tidak terpengaruh dengan angin k
Segala hal buruk terjadi bukan karena kebetulan.Terjadi karena ada alasan dibaliknya.Mendorong seseorang untuk melakukan.Tidak peduli seberapa besar resikonya.❇️❇️❇️❇️❇️Dia melakukannya lagi. Membuat tubuhku terluka. Kali ini Billy menendang perutku berkali-kali hanya karena aku tidak segera datang saat dia memanggilku. Seringkali aku bertanya apa kesalahanku hingga suamiku senang menyiksaku. Tidak hanya tubuh, tapi hatiku juga merasakan perih ketika pria yang kupikir mencintaiku justru mel
Hold on, I still want youCome back, I still need youLet me take your handI'll make it rightI swear to love you all my lifeHold on, I still need youHold on I still want youHold onI still need you~Hold on - chord overstreet~❇️❇️❇️❇️❇️Xavery mengajak adiknya makan siang bersama di restoran yang tidak jauh dari apartemen Lucia. Dia tahu jika Lucia masih menyimpan kesedihan karena kepergian Taylor. Karena itu Xavery ingin sedikit menghibur adiknya.
Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai rencana kita. Terkadang kita di hadapkan pada banyak pilihan dengan berbagai resiko yang harus ditanggung.❇️❇️❇️❇️❇️Merindukan sekaligus membenci seseorang sangat menyiksa bagi Abby. Saat wanita itu duduk di hadapan pria yang dulu sangat berharga baginya, seketika dua perasaan itu muncul. Beruntung mereka dihalangi oleh meja bundar yang mampu menyembunyikan kegelisahan Abby.Wanita itu mengamati pria yang masih bertatus suaminya. Gio tampak lebih kurus dari yang terakhir Abby lihat. Bahkan ada kantong mata yang menandakan tidur pria itu sama sekali tidak nyenyak. Ingin sekali Abby merengkuh pria itu dalam pelukannya dan mengatakan segalanya akan baik-baik saja. Namun ada dinding besar bernama masa lalu yang membuat Abby
Kadang, kamu harus kehilangan seseorang sebelum akhirnya menyadari betapa berartinya dia dalam hidupmu.❇️❇️❇️❇️❇️Lucia membereskan buku di atas meja belajarnya dan memasukkannya ke dalam tas. Dia harus bergegas jika tidak mau terlambat. Setelah memasukkan alat tulis yang menjadi bagian terakhir barang yang dibutuhkannya, Lucia pun bergegas keluar dari apartemen kecil miliknya. Setelah menuruni gedung apartemen itu, Lucia menghampiri mobilnya. Mobil klasik berwarna hitam itu sangat menggambarkan dirinya.Wanita itu masuk ke dalam mobil dan meletakkan tasnya di bangku yang ada di sampingnya. Lalu saat hendak menyalakan mobil itu, tatapannya tertuju pada sebuah foto berukuran yang tergeletak di atas dashboard. Dalam foto itu terlihat gambar dirinya bersama Tayl
Layaknya benang yang tidak pernah terputus, seperti itulah hubungan masa lalu dengan masa depan. Apa yang kita lakukan di masa lalu akan memiliki dampak di masa depan. Karena mereka tidak pernah terputus.❇️❇️❇️❇️❇️Berdiri bersandar di dinding dengan mengenakan gaun merah yang tampak begitu cantik di tubuh langsing Alice. Wanita itu dengan rambut coklat bergelombang itu tampak begitu lelah hingga dia memejamkan mata. Hiruk pikuk pesta yang terdengar tidak jauh dari tempatnya berdiri, sama sekali tidak mengusik wanita berusia empat puluh lima tahun itu.Inilah pertama kalinya Gio melihat Alice. Pria itu tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari wanita itu. Sejak memasuki pesta dan melihat wanita dalam balutan gaun merah yang anggun, seak