Cinta adalah satu kata yang memiliki efek besar bagi manusia.
Tanpa cinta membuat manusia seperti tidak bernyawa.
Tapi cinta juga mampu menciptakan bahagia.
Namun ketika cinta itu menyakiti mereka,
tidak akan ada ruang baginya.
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Jossie…
Suara wanita yang terdengar begitu lembut itu sangat dikenal Abby. Itu suara ibunya. Tidak salah lagi itu suara itunya.
"Mom." Gumam Abby dengan mata yang masih terpejam.
Xavery yang duduk dalam pesawat pribadi De Luca tengah mengamati wanita yang duduk di hadapannya. Dia teringat ucapan wanita itu beberapa saat yang lalu. Wanita itu mengatakan jika dia bukan putri Matt. Dia hanya keponakannya. Awalnya Xavery berpikir Abby hanya beralasan agar dirinya tidak dibawa ke Italia. Karena itu pada akhirnya Xavery terpaksa membius Abby.
Tapi untuk membuktikan ucapan Abby, Xavery sudah menyuruh seseorang untuk menyelidikinya. Dia akan memastikan siapapun yang mempermainkan Gio akan menyesali perbuatannya.
"MOM!" Seruan Abby mengembalikan perhatian Xavery.
Dia melihat Abby sudah membuka matanya. Nafasnya terengah-engahnya seakan dia baru saja mimpi buruk. Xavery mengambil segelas air dan menyerahkannya pada Abby.
"Minumlah." Ucap Xavery.
"Tidak mau. Kau pasti memasukkan obat penenang agar aku kembali tidak sadarkan diri, bukan?" Abby memasang sikap waspada.
Xavery tersenyum mendengar tuduhan itu. Namun pria itu tidak membantah tuduhan itu. Dia justru meminum setegak air dalam gelas itu.
"Kau lihat aku baik-baik saja setelah minum air putih ini. Cobalah."
Awalnya Abby ragu menerima air putih itu. Tapi merasakan tenggorokannya kering membuatnya terpaksa mengambil gelas itu dan meminumnya hingga bersih. Setelah meletakkan gelas ke tempatnya, barulah Abby menyadari dirinya sudah tidak lagi berada di ruang pertemuan. Dia berada di dalam kabin pesawat pribadi.
"Bukankah ini tindakan penculikan? Kau membiusku dan membawaku terbang ke Italia tanpa persetujuanku?"
"Sayangnya kau menyetujuinya, Miss Hart. Kau ingat perjanjian yang kau tandatangani? Di sana menyatakan jika kau menyetujui jika kau akan diterbangkan ke Italia dan tinggal di sana." Jelas Xavery.
"Jadi kau sengaja membuat perjanjian itu dengan bahasa yang tidak kumengerti sehingga kau bisa seenaknya menjebakku?" emosi Abby.
"Kami sudah menjelaskan hal itu pada ayah anda."
"Sudah kubilang dia bukan ayahku. Dia pamanku." Abby menggeram kesal.
"Kami akan menganggap kau putrinya sebelum penyelidikan kami membuktikan ucapanmu memang benar."
Abby memejamkan matanya. Dia begitu marah. Marah pada pamannya. Marah pada Carla. Dan marah pada pria dihadapannya. Dia telah dijebak pamannya menjadi barang jual untuk keuntungannya sendiri. Selama ini pamannya dan Carla memang jarang bersikap baik pada Abby. Tapi wanita itu tidak menyangka mereka memutuskan rasa simpatinya hanya demi suntikan uang.
"Makanlah. Bukankah kau menyukai kue?"
Suara Xavery membuat Abby membuka matanya. Seketika tatapan Abby tertumbuk pada kue berbentuk lingkaran kecil berwarna merah dan putih dengan bagian atasnya diberi cream serta potongan coklat.
"Red velvet." Mata Abby berbinar melihat kue itu.
Namun binar itu seketika lenyap dan tergantikan kewaspadaan menatap Xavery. "Apa kau sedang menyogokku agar diam?"
Xavery terkekeh mendengar tuduhan Abby, "Dengar Miss Hart. Aku tidak akan menyakitimu. Percayalah. Mr. De Luca pasti akan membunuhku jika aku menyakitimu. Saat melihat di ruang pertemuan, aku jadi tahu kau sangat menyukai kue. Maka aku memberikan ini untuk menyenangkanmu."
"Baiklah. Karena aku memang menyukai kue, aku akan menerima pemberianmu."
Abby mengambil piring kecil berisi kue red velvet itu dari tangan Xavery. Binar di mata wanita itu muncul kembali. Bahkan saat memasukkan sesendok kue itu, Abby tidak tahan mengerang enak.
"Kau benar-benar unik, Miss Hart. Hanya dengan kue sudah bisa membuatmu melupakan segalanya."
"Karena aku menyukai segala kue. Aku bahkan memiliki toko roti sendiri."
Mulut Xavery terbuka. "Ahh... Pantas saja."
"Oh, tidak. Toko rotiku. Aku harus kembali ke San Fransisco." Seketika Abby memgingat toko rotinya yang telah dititipkan oleh pegawainya.
"Apa kau lupa sedang berada di mana Miss Hart?"
Abby yang hendak berdiri pun mengurungkan niatnya dan menghempaskan tubuhnya kembali ke tempat duduk.
"Tidak bisakah kita berputar balik? Ini semua kesalahan. Dan aku meninggalkan seluruh kehidupanku di San Fransisco."
"Maafkan aku, Miss Hart. Membawamu kembali ke San Fransisco bukanlah kewenanganku. Kau bisa membicarakannya dengan Mr. De Luca setelah bertemu dengannya."
"Toko rotiku." Abby mendesah sedih.
Lalu dia menyuapkan seiris kue itu dan memasukkan ke dalam mulutnya. Seketika Abby melupakan masalah toko rotinya dan menikmati setiap kemanisan kue itu.
Xavery yang mengamati Abby mendengus tidak percaya. Baru kali ini pria itu bertemu dengan wanita yang tergila-gila dengan kue.
"Kau benar-benar tahu bagaimana cara menikmati kue, Miss Hart." Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kue dengan rasa yang berbeda-beda menciptakan kebahagiaan yang berbeda. Seperti kemanisan kue red velvet ini. Saat memakannya kau akan bisa merasakan rasa buttermilk, bubuk kakao, dan kopi dalam setiap gigitan."
"Miss Hart dan kuenya bisa membuatku terpana. Aku tidak pernah memikirkan bahannya saat memakan kue. Hanya menikmati rasa manis dan mengenyangkan perut saja."
Seketika Abby pun tertawa. Dia semakin lupa jika dirinya telah dijual oleh sang paman. Inilah Abby yang sebenarnya. Wanita itu akan selalu bersemangat jika berhubungan dengan kue.
"Kebanyakan orang akan melakukan hal yang sama. Apa kau masih memiliki kuenya lagi? Aku akan mengajarimu merasakan bahan itu."
Xavery pun meminta pramugari menyediakan kue kembali. Tak lama wanita muda itu menyerahkan kue itu pada Xavery.
"Potonglah kue itu tanpa mengenai creamnya." Perintah Abby.
Xavery pun melakukan apa yang dikatakan Abby. Kemudian dia memasukkan potongan roti itu ke dalam mulutnya.
"Gigit perlahan. Dan apa yang kau rasakan?"
"Manis tapi sedikit gurih."
"Manis berasal dari gula. Gurih itu berasal dari buttermilk. Coba gigit lagi."
Xavery menggerakkan rahangnya kembali. Dan menjelaskan pada Abby ada rasa pahit yang dirasakan.
"Itu pasti berasal dari kopi. Jadi kau sudah mengerti bukan?"
Xavery mengangguk penuh semangat, "Aku tidak menyangka bisa belajar menentukan bahan kue berdasarkan rasanya. Kau hebat, Miss Hart."
"Tidak sehebat itu Mr. Salvadore. Perlu banyak berlatih. Apakah Mr. De Luca suka kue?"
"Kau bisa menanyakannya padanya nanti, Miss Hart."
"Hmm... Jadi Mr. Salvadore bisakah kau ceritakan seperti apa Mr. De Luca?"
"Jadi kau sudah menerima takdirmu untuk menjadi calon istri Mr. De Luca, Miss Hart?"
"Tidak ada yang bisa kulakukan selain menerima takdir itu, bukan? Aku sudah meminta kau untuk membawaku kembali, tapi kau tidak mengijinkannya. Ingin marah pada pamanku juga percuma. Jadi satu-satunya cara adalah menjalaninya."
Xavery menganggukkan kepala mendengar penjelasan Abby, "Kupikir aku akan melihatmu merengek dan membuat keributan."
"Kau pikir aku bocah berusia lima tahun?" Abby tidak percaya mendengar dugaan Xavery.
"Jika melihat caramu memakan kue kau memang terlihat seperti itu, Miss Hart."
Mereka pun tertawa mendengar ucapan Xavery. Abby merasa lebih bersahabat dengan Xavery. Pria itu sangat menyenangkan. Sayangnya bukan pria itu yang akan dinikahi Abby. Wanita itu jadi semakin penasaran mengenai Giorgio De Luca. Selain informasi jika Giorgio adalah CEO De Luca Inc. dan dia memiliki bekas luka bakar, Abby sama sekali tidak mengetahui pria itu. Dia hanya berharap pria itu bukanlah pria brengsek yang akan menyakitinya.
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Gio sedang mengecek desain gelang pintar bernama Infinito dalam komputernya. Perusahaannya sedang mengembangkan gelang pintar yang mampu menampilkan layar smartphone di tangan.. Produk ini akan menjadi terobosan baru dalam dunia teknologi. Pria itu terlalu serius bekerja hingga tidak menyadari langit di jendela belakangnya telah gelap. Tiba-tiba terdengar sebuah ketukan. Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer, pria itu menyuruh siapapun di balik pintu untuk masuk ke dalam.
Ketika pintu terbuka, barulah Gio menoleh dan melihat Lucy berjalan mendekati mejanya. Wanita itu tersenyum lembut pada Gio seperti biasanya.
"Pekerjaanku sudah selesai. Apa kau akan menenggelamkan diri di sini malam ini?" tanya Lucy sembari menunjuk ke arah layar komputer Gio.
"Bukankah kau selalu mengetahui kebiasaanku?"
"Setelah bekerja lama denganmu, tentu saja aku mengetahui kebiasaan itu."
"Pulanglah dan hati-hati di jalan."
Lucy merasa berat untuk meninggalkan Gio meskipun pria itu telah mengusirnya secara halus. Seharian ini hati dan pikirannya benar-benar kacau. Pria yang dicintainya akan menikah besok. Tapi dia tahu Gio tidak akan mencintai wanita yang akan menjadi istrinya. Dia bahkan tidak akan bisa mencintai siapapun lagi. Bahkan dirinya.
"Gio." Panggil Lucy dengan suara lirih.
"Apa kau ada masalah, Lucy?" bingung Gio melihat kegugupan di wajah wanita itu.
"Aku hanya ingin bertanya. Jika ada wanita yang mencintaimu dan ingin menikah denganmu tanpa memandang apapun, apakah kau akan menerimanya?"
Wajah Gio tampak menegang. Bahkan rahangnya berkedut menahan emosi yang bergejolak dalam dirinya. Mendengar kata 'cinta' selalu memberikan efek emosi seperti itu bagi Gio.
"Tidak. Aku tidak akan menerima perasaan seperti itu. Mengapa kau bertanya?"
Kata-kata itu layaknya pisau yang menancap di hatinya. Dia tahu Gio tidak pernah menyukai perasaan romantis seperti itu. Karena itu selama ini Lucy hanya bisa bertahan dalam topeng 'teman'. Karena jika Gio mengetahui perasaannya pada pria itu, dia akan mengusir Lucy jauh dari hidupnya.
"Tidak. Tidak ada alasan apapun. Kalau begitu aku pulang dulu. Jangan terlalu memaksakan diri."
Gio hanya memberikan anggukan kepala kemudian melihat Lucy berjalan keluar ruangan. Setelah sekretarisnya itu menghilang dari balik pintu, Gio kembali memusatkan perhatiannya pada layar komputer. Tapi sayangnya pembicaraan dengan Lucy telah mengusik pikirannya.
Cinta. Kata itu selalu menjadi topik yang dihindari oleh Gio. Kisah masa lalunya yang kelam telah mematikan perasaan Gio. Dia tidak lagi percaya adanya perasaan setulus bernama cinta itu. Pria itu belajar tidak akan pernah ada cinta yang tulus untuknya.
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Sebentar lagi Abby akan bertemu dengan Gio. Apa yang akan terjadi di antara mereka ya?
Nantikan chapter berikutnya. Bye bye...
Masalah akan selalu ada.Mengusik hingga membuat kita tidak berdaya.
Pernikahan yang indah adalah pernikahan yang dipenuhi cinta. Tanpa kata yang berawalan huruf ‘C’ itu, pernikahan terasa begitu hambar.
"Anger is a valid emotion. It's only bad when it takes control and makes you do things you don't want to do."~ Ellen Hopkins ~&nbs
Jangan takut untuk menjadi benar.Meskipun apa yang akan kita hadapi sangat besar,
Ucapan yang baik, bagai bunga teratai yang keluar dari mulut.Ucapan yang buruk, seperti bisa ular yang disemburkan dari mulut.
Penyesalah tanpa adanya tindakan, hanya akan membuatmu akan lebih bertambah menyesal.♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Non chiederti di cosa ha bisogno il mondo. Chiedi cosa ti rende vivo, quindi fallo. Perché ciò di cui il mondo ha bisogno è una persona entusiasta
'Cause I can hearThe thunder from afar
So as long as I live I'll love youWill have and hold youYou look so beautiful in whiteAnd from now to my very last breathThis day I'll cherishYou look so beautiful in whiteTonightWhat we have is timelessMy love is endlessAnd with this ring I say to the worldYou're my every reasonYou're all that I believe inWith all my heart I mean every word~ Beautiful in White - Shane Filan ~❇️❇️❇️❇️❇️Seorang bocah laki-laki berusia empat tahun sedang duduk di atas sofa. Anak laki-laki itu mengenakan sete
Keluarga akan sangat indah jika diselimuti oleh cinta.Karena cinta akan mendatangkan kebahagiaan.Bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga orang lain.Karena cinta layaknya sinar yang bercahaya.❇️❇️❇️❇️❇️Abby mengunjungi Mrs. Paige dan Mrs. Hendren di teras rumah Mrs. Paige, di mana sahabat itu selalu menghabiskan waktunya bersama. Mereka memeluk Abby secara bergantian. Mereka tampak begitu sedih ketika Abby mengatakan jika dia akan kembali ke Italia bersama suaminya."Aku pasti akan merindukanmu dan kue-kuemu, Sayang." Ucap Mrs. Paige dengan sedih.
Dia belajar masa lalu tidak mampu mereka ubah. Tapi mereka bisa merangkai masa depan yang indah bersama-sama.❇️ ❇️ ❇️ ❇️ ❇️Perlahan kelopak mata Abby pun terbuka. Dia menatap langit ruangan berwarna putih. Wanita itu mengerjapkan mata lagi. Kemudian dia melihat sekelilingnya. Dia berada di salah satu ruangan dalam rumah sakit. Abby mengangkat tangannya dan melihat selang infus sudah menembus kulit tangannya. Bahkan wanita itu juga sudah mengenakan piayama rumah sakit.Abby berusaha mengingat apa yang terjadi. Dia hanya teringat dadanya terasa begitu sesak dan dia melihat api. Wanita itu berpikir jika api itu hanyalah bagian dari mimpinya. Lalu terdengar suara pintu terbuka dan terlihat Taylor melangkah masuk. Pria itu terkejut sekaligus lega melihat Abby sud
Ketika batas hidup mulai menipis,Hati terdalam seseorang pun mulai terbuka.Memperlihatkan kebenaran yang tak pernah diungkapkan.❇️ ❇️ ❇️ ❇️ ❇️Abby melihat kakinya menyentuh pasir pantai tanpa alas kaki. Seharusnya dia merasakan dingin karena ini adalah pertengahan musim dingin. Namun dia sama sekali tidak merasakan hal itu. Lalu dia mendengar suara ombak yang terus menderu."Jossie."Seketika Abby langsung mendongak. Nafas wanita itu tercekat saat melihat sosok wanita yang begitu dirindukannya berdiri tidak jauh darinya. Terusan cream bunga-bunga yang dikenakan ibunya tertiup angin yang kencang. Namun Wanita itu sama sekali tidak terpengaruh dengan angin k
Segala hal buruk terjadi bukan karena kebetulan.Terjadi karena ada alasan dibaliknya.Mendorong seseorang untuk melakukan.Tidak peduli seberapa besar resikonya.❇️❇️❇️❇️❇️Dia melakukannya lagi. Membuat tubuhku terluka. Kali ini Billy menendang perutku berkali-kali hanya karena aku tidak segera datang saat dia memanggilku. Seringkali aku bertanya apa kesalahanku hingga suamiku senang menyiksaku. Tidak hanya tubuh, tapi hatiku juga merasakan perih ketika pria yang kupikir mencintaiku justru mel
Hold on, I still want youCome back, I still need youLet me take your handI'll make it rightI swear to love you all my lifeHold on, I still need youHold on I still want youHold onI still need you~Hold on - chord overstreet~❇️❇️❇️❇️❇️Xavery mengajak adiknya makan siang bersama di restoran yang tidak jauh dari apartemen Lucia. Dia tahu jika Lucia masih menyimpan kesedihan karena kepergian Taylor. Karena itu Xavery ingin sedikit menghibur adiknya.
Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai rencana kita. Terkadang kita di hadapkan pada banyak pilihan dengan berbagai resiko yang harus ditanggung.❇️❇️❇️❇️❇️Merindukan sekaligus membenci seseorang sangat menyiksa bagi Abby. Saat wanita itu duduk di hadapan pria yang dulu sangat berharga baginya, seketika dua perasaan itu muncul. Beruntung mereka dihalangi oleh meja bundar yang mampu menyembunyikan kegelisahan Abby.Wanita itu mengamati pria yang masih bertatus suaminya. Gio tampak lebih kurus dari yang terakhir Abby lihat. Bahkan ada kantong mata yang menandakan tidur pria itu sama sekali tidak nyenyak. Ingin sekali Abby merengkuh pria itu dalam pelukannya dan mengatakan segalanya akan baik-baik saja. Namun ada dinding besar bernama masa lalu yang membuat Abby
Kadang, kamu harus kehilangan seseorang sebelum akhirnya menyadari betapa berartinya dia dalam hidupmu.❇️❇️❇️❇️❇️Lucia membereskan buku di atas meja belajarnya dan memasukkannya ke dalam tas. Dia harus bergegas jika tidak mau terlambat. Setelah memasukkan alat tulis yang menjadi bagian terakhir barang yang dibutuhkannya, Lucia pun bergegas keluar dari apartemen kecil miliknya. Setelah menuruni gedung apartemen itu, Lucia menghampiri mobilnya. Mobil klasik berwarna hitam itu sangat menggambarkan dirinya.Wanita itu masuk ke dalam mobil dan meletakkan tasnya di bangku yang ada di sampingnya. Lalu saat hendak menyalakan mobil itu, tatapannya tertuju pada sebuah foto berukuran yang tergeletak di atas dashboard. Dalam foto itu terlihat gambar dirinya bersama Tayl
Layaknya benang yang tidak pernah terputus, seperti itulah hubungan masa lalu dengan masa depan. Apa yang kita lakukan di masa lalu akan memiliki dampak di masa depan. Karena mereka tidak pernah terputus.❇️❇️❇️❇️❇️Berdiri bersandar di dinding dengan mengenakan gaun merah yang tampak begitu cantik di tubuh langsing Alice. Wanita itu dengan rambut coklat bergelombang itu tampak begitu lelah hingga dia memejamkan mata. Hiruk pikuk pesta yang terdengar tidak jauh dari tempatnya berdiri, sama sekali tidak mengusik wanita berusia empat puluh lima tahun itu.Inilah pertama kalinya Gio melihat Alice. Pria itu tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari wanita itu. Sejak memasuki pesta dan melihat wanita dalam balutan gaun merah yang anggun, seak