"Anger is a valid emotion. It's only bad when it takes control and makes you do things you don't want to do."
~ Ellen Hopkins ~
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Pintu kamar mandi dalam kamar Abby terbuka. Terlihat wanita itu dalam balutan bathrobe tengah menggosokkan handuk ke rambutnya yang basah. Tubuh Abby merasa jauh lebih ringan setelah mandi. Gaun pengantin sutranya terasa berat sudah ditanggalkannya dan juga riasan serta rambutnya yang disanggul ke belakang kepalanya terlepas membuat kepalanya terasa ringan.
Wanita itu duduk di depan meja riasnya. Dia melihat wajahnya yang polos tanpa riasan serta rambut basahnya yang sedikit berantakan. Dia telah melewati pernikahannya dengan Gio. Dan sekarang ada hal besar yang perlu dikhawatirkannya.
Malam pertama. Dua kalimat itu seakan menjadi momok menakutkan bagi Abby. Dia tidak tahu apapun tentang bercinta karena wanita itu sama sekali belum pernah melakukannya. Dia yakin meskipun Gio bersikap dingin, tapi dia pasti memiliki kemampuan yang lebih tinggi darinya.
Membayangkan dirinya akan menyerah di bawah dekapan pria dingin itu membuat Abby merinding takut. Bagaimana bisa dia bercinta dengan pria yang baru kemarin ditemuinya? Itulah yang membuat Abby gusar.
Tiba-tiba terdengar pintu kamarnya terbuka. Dari cermin meja riasnya, Abby bisa melihat Gio berdiri menjulang memenuhi ambang pintu. Tatapannya sedingin biasanya sehingga Abby tidak lagi terkejut.
"Apa kau sengaja melakukannya?" tanya pria itu lebih terdengar seperti geraman.
"Melakukan apa?" bingung Abby.
"Mempermalukanku karena lebih akrab dengan Xavery dibandingkan suamimu sendiri?"
Baiklah. Beruang kutub itu telah menyulutkan amarah dalam diriku. Geram Abby dalam hati.
Wanita itu berdiri dan berjalan menghampiri Gio. Tatapan tajamnya berserobok dengan manik mata Gio yang terkesan sedingin es.
"Jadi kau menyalahkanku hanya karena aku lebih akrab dengan Xavery?"
"Tentu saja. Bukankah kau tampak seperti wanita penggoda yang meninggalkan suaminya untuk mengakrabkan diri dengan asistennya? Kupikir kau akan lebih menguntungkan dengan mengakrabkan diri dengan petinggi De Luca Inc."
Amarah Abby mendorong tangannya melayang hendak menampar pipi pria itu. Namun Gio berhasil menangkap pergelangan tangan wanita itu sebelum mendarat dengan keras di pipinya.
"Tak akan kubiarkan kau menamparku untuk kedua kalinya, Abby." Gio mendengus sinis.
"Bahkan tamparan berapa kali pun tidak akan menghentikan mulut bangsatmu, Gio. Seharusnya aku menjahit mulutmu."
"Kau memiliki bahasa yang kasar, Abby."
Ingin rasanya Abby berteriak keras tepat di depan wajah pria itu. "Itu karena kau yang memancingku, Gio. Sebelum menuduhku sebaiknya kau ingat apa yang telah kau lakukan. Kau yang pergi menjauhiku dan melenggang ke sana kemari bersama sekretarismu. Kau bahkan tidak berusaha mengajakku berbicara. Apakah aku salah memilih Xavery sebagai teman bicara yang kukenal?"
"Aku hanya menyapa orang-orang penting di De Luca Inc. bersama Lucy."
Jika Abby bisa, ingin rasanya dia melipat Gio menjadi pesawat kertas dan menerbangkannya sejauh mungkin. Bagaimana bisa ada seseorang yang memiliki tingkat egois begitu tinggi.
"Jadi jika kau pergi melakukan pekerjaanmu bersama sekretarismu, kau menuntutku untuk diam dan menunggumu menghampiriku?"
"Itu jauh lebih baik dibandingkan bercanda dengan Xavery."
"HAH...." Abby benar-benar emosi menghadapi beruang kutub di hadapannya, "aku bukan patung atau boneka yang bisa kau atur, Mr. Pole bear. Aku punya mulut yang bisa aku atur sendiri. Kau bisa mengaturku untuk menjadi istrimu, tapi jangan harap kau mengatur apapun yang akan kulakukan. Kau adalah pria dengan tingkat kesombongan tinggi yang membuatku muak. Jadi kusarankan kau keluar dari kamarku. Atau kau akan merasakan amukanku." Abby terengah-engah setelah mengeluarkan emosinya.
"Ini rumahku, Abby. Terserah aku mau pergi atau tidak."
Abby mendengus kesal untuk kesekian kalinya, "Baiklah. Kau memang rajanya. Jadi aku yang akan keluar."
Gio tidak percaya saat Abby benar-benar akan keluar dari kamar. Untuk pertama kalinya dalam hidup Gio, tidak pernah ada orang yang menentangnya. Semua orang tunduk padanya atau bahkan takut padanya. Tapi Abby tidak memiliki rasa takut itu.
Langkah Abby terhenti sebelum mencapai pintu saat sebuah tangan menahan lengannya. Dia menoleh dan melayangkan tatapan penuh amarah pada Gio.
"Kau pikir kau mau ke mana dengan pakaian seperti itu?" Gio menunjuk ke arah bath rope yang hanya menutupi tubuh Abby hingga mencapai lututnya.
"Mencari pria kaya lainnya yang tidak memiliki mulut tajam seperti beruang kutub."
Gio mengamati rona merah di pipi Abby karena amarah yang melandanya. Pria itu mengumpat dalam hati ketika dia berpikir betapa cantiknya Abby dengan kemarahannya.
"Tidurlah. Aku yang akan keluar." Gio melangkah melewati Abby dan menghilang dari balik pintu yang tertutup.
Abby melangkah menghampiri ranjang. Dia mengambil bantal dan melemparkan ke arah pintu. Seakan dirinya sedang melemparkan bantal itu ke muka Gio.
"DASAR BERUANG KUTUB MENYEBALKAN!" Seru Abby dengan sangat keras.
Gio yang sedang melangkah menuju kamarnya langsung terhenti. Dia berbalik dan menatap pintu kamar Abby.
"Beruang kutub? Wanita itu berani sekali menjuluki beruang kutub." Kesal Gio.
Malam pertama Gio dan Abby pun dimeriahkan dengan amarah Abby yang meledak-ledak. Tapi setidaknya Abby merasa bersyukur karena Gio pergi dan tidak akan tidur bersamanya. Yang lebih melegakkan Abby adalah ketakutannya akan malam pertama tidak terwujud. Dia bisa tidur tenang malam ini.
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Keesokan harinya di ruang makan sudah terhidang beberapa jenis makanan di atas meja. Namun kelezatan makanan itu tidak mampu melenyapkan ketegangan yang terjadi di meja makan. Abby sedang menyuapkan Prosciutto pasta dengan kacang polong dan keju parmesan ke dalam mulutnya. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Wanita yang saat ini mengenakan kaos putih dan celana jeans biru itu merasa tidak melakukan kesalahan apapun sehingga dia tidak akan meminta maaf untuk pembelaan yang dilakukannya semalam.
Sedangkan Gio yang mengenakan setelan abu-abu gelapnya tampak santai menikmati sarapannya. Dia juga menolak angkat bicara. Ego prianya yang tinggi melarangnya untuk meminta maaf pada Abby. Meskipun ucapan wanita itu ada benarnya. Gio telah mengabaikan Abby dalam pesta semalam. Sehingga Abby memilih mengobrol dengan Xavery. Tapi pria itu tetap tidak akan meminta maaf.
Bahkan sampai makanan di piring mereka habis pun tidak ada pembicaraan di antara mereka. Abby bahkan menghindari kontak mata dengan Gio. Bagi wanita itu menatap beruang kutub seperti Gio bisa membangkitkan amarahnya kembali.
"Xavery akan mengajakmu berbelanja pakaian." Akhirnya Gio membuka pembicaraan.
"Aku sudah memiliki pakaian sendiri di San Fransisco. Jika kau mengizinkan aku mengambilnya sebelum kau menculikku, aku tidak akan kekurangan pakaian."
Gio memejamkan matanya dengan perdebatan yang dimulai. Abby tidak pernah bisa tunduk pada perintahnya.
"Akan lebih mudah jika kau membeli pakaian bersama Xavery."
"Bagaimana jika aku tidak mau?"
"Jangan berusaha memancingku, Abby." Gio menggeram kesal.
"Atau apa? Kau menggunakan ancaman yang sama kembali?"
Gio mendorong kursinya ke belakang dengan kasar. Dia berdiri dan berjalan menghampiri Abby. Pria itu meletakkan kedua tangannya di lengan kursi Abby dan membungkuk mendekatkan wajahnya. Abby berusaha keras untuk tidak terintimidasi pria itu.
"Jadi kau sudah melupakan alasanmu, Abby? Bagaimana jika aku menyuruh Xavery menghancurkan perusahaan itu hingga rata sampai tanah?"
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Jangan takut untuk menjadi benar.Meskipun apa yang akan kita hadapi sangat besar,
Ucapan yang baik, bagai bunga teratai yang keluar dari mulut.Ucapan yang buruk, seperti bisa ular yang disemburkan dari mulut.
Penyesalah tanpa adanya tindakan, hanya akan membuatmu akan lebih bertambah menyesal.♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Non chiederti di cosa ha bisogno il mondo. Chiedi cosa ti rende vivo, quindi fallo. Perché ciò di cui il mondo ha bisogno è una persona entusiasta
'Cause I can hearThe thunder from afar
Pilihan yang sudah kita tentukan memiliki kejutan di dalamnya.Seperti masalah yang kita hadapi terlihat begitu rumit.
But there's somethin' in the way you look at meIf I could freeze some moment in my mind
Kenangan akan tersimpan layaknya sebuah foto.Bisa mengembalikan perasaan di masa lalu.
So as long as I live I'll love youWill have and hold youYou look so beautiful in whiteAnd from now to my very last breathThis day I'll cherishYou look so beautiful in whiteTonightWhat we have is timelessMy love is endlessAnd with this ring I say to the worldYou're my every reasonYou're all that I believe inWith all my heart I mean every word~ Beautiful in White - Shane Filan ~❇️❇️❇️❇️❇️Seorang bocah laki-laki berusia empat tahun sedang duduk di atas sofa. Anak laki-laki itu mengenakan sete
Keluarga akan sangat indah jika diselimuti oleh cinta.Karena cinta akan mendatangkan kebahagiaan.Bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga orang lain.Karena cinta layaknya sinar yang bercahaya.❇️❇️❇️❇️❇️Abby mengunjungi Mrs. Paige dan Mrs. Hendren di teras rumah Mrs. Paige, di mana sahabat itu selalu menghabiskan waktunya bersama. Mereka memeluk Abby secara bergantian. Mereka tampak begitu sedih ketika Abby mengatakan jika dia akan kembali ke Italia bersama suaminya."Aku pasti akan merindukanmu dan kue-kuemu, Sayang." Ucap Mrs. Paige dengan sedih.
Dia belajar masa lalu tidak mampu mereka ubah. Tapi mereka bisa merangkai masa depan yang indah bersama-sama.❇️ ❇️ ❇️ ❇️ ❇️Perlahan kelopak mata Abby pun terbuka. Dia menatap langit ruangan berwarna putih. Wanita itu mengerjapkan mata lagi. Kemudian dia melihat sekelilingnya. Dia berada di salah satu ruangan dalam rumah sakit. Abby mengangkat tangannya dan melihat selang infus sudah menembus kulit tangannya. Bahkan wanita itu juga sudah mengenakan piayama rumah sakit.Abby berusaha mengingat apa yang terjadi. Dia hanya teringat dadanya terasa begitu sesak dan dia melihat api. Wanita itu berpikir jika api itu hanyalah bagian dari mimpinya. Lalu terdengar suara pintu terbuka dan terlihat Taylor melangkah masuk. Pria itu terkejut sekaligus lega melihat Abby sud
Ketika batas hidup mulai menipis,Hati terdalam seseorang pun mulai terbuka.Memperlihatkan kebenaran yang tak pernah diungkapkan.❇️ ❇️ ❇️ ❇️ ❇️Abby melihat kakinya menyentuh pasir pantai tanpa alas kaki. Seharusnya dia merasakan dingin karena ini adalah pertengahan musim dingin. Namun dia sama sekali tidak merasakan hal itu. Lalu dia mendengar suara ombak yang terus menderu."Jossie."Seketika Abby langsung mendongak. Nafas wanita itu tercekat saat melihat sosok wanita yang begitu dirindukannya berdiri tidak jauh darinya. Terusan cream bunga-bunga yang dikenakan ibunya tertiup angin yang kencang. Namun Wanita itu sama sekali tidak terpengaruh dengan angin k
Segala hal buruk terjadi bukan karena kebetulan.Terjadi karena ada alasan dibaliknya.Mendorong seseorang untuk melakukan.Tidak peduli seberapa besar resikonya.❇️❇️❇️❇️❇️Dia melakukannya lagi. Membuat tubuhku terluka. Kali ini Billy menendang perutku berkali-kali hanya karena aku tidak segera datang saat dia memanggilku. Seringkali aku bertanya apa kesalahanku hingga suamiku senang menyiksaku. Tidak hanya tubuh, tapi hatiku juga merasakan perih ketika pria yang kupikir mencintaiku justru mel
Hold on, I still want youCome back, I still need youLet me take your handI'll make it rightI swear to love you all my lifeHold on, I still need youHold on I still want youHold onI still need you~Hold on - chord overstreet~❇️❇️❇️❇️❇️Xavery mengajak adiknya makan siang bersama di restoran yang tidak jauh dari apartemen Lucia. Dia tahu jika Lucia masih menyimpan kesedihan karena kepergian Taylor. Karena itu Xavery ingin sedikit menghibur adiknya.
Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai rencana kita. Terkadang kita di hadapkan pada banyak pilihan dengan berbagai resiko yang harus ditanggung.❇️❇️❇️❇️❇️Merindukan sekaligus membenci seseorang sangat menyiksa bagi Abby. Saat wanita itu duduk di hadapan pria yang dulu sangat berharga baginya, seketika dua perasaan itu muncul. Beruntung mereka dihalangi oleh meja bundar yang mampu menyembunyikan kegelisahan Abby.Wanita itu mengamati pria yang masih bertatus suaminya. Gio tampak lebih kurus dari yang terakhir Abby lihat. Bahkan ada kantong mata yang menandakan tidur pria itu sama sekali tidak nyenyak. Ingin sekali Abby merengkuh pria itu dalam pelukannya dan mengatakan segalanya akan baik-baik saja. Namun ada dinding besar bernama masa lalu yang membuat Abby
Kadang, kamu harus kehilangan seseorang sebelum akhirnya menyadari betapa berartinya dia dalam hidupmu.❇️❇️❇️❇️❇️Lucia membereskan buku di atas meja belajarnya dan memasukkannya ke dalam tas. Dia harus bergegas jika tidak mau terlambat. Setelah memasukkan alat tulis yang menjadi bagian terakhir barang yang dibutuhkannya, Lucia pun bergegas keluar dari apartemen kecil miliknya. Setelah menuruni gedung apartemen itu, Lucia menghampiri mobilnya. Mobil klasik berwarna hitam itu sangat menggambarkan dirinya.Wanita itu masuk ke dalam mobil dan meletakkan tasnya di bangku yang ada di sampingnya. Lalu saat hendak menyalakan mobil itu, tatapannya tertuju pada sebuah foto berukuran yang tergeletak di atas dashboard. Dalam foto itu terlihat gambar dirinya bersama Tayl
Layaknya benang yang tidak pernah terputus, seperti itulah hubungan masa lalu dengan masa depan. Apa yang kita lakukan di masa lalu akan memiliki dampak di masa depan. Karena mereka tidak pernah terputus.❇️❇️❇️❇️❇️Berdiri bersandar di dinding dengan mengenakan gaun merah yang tampak begitu cantik di tubuh langsing Alice. Wanita itu dengan rambut coklat bergelombang itu tampak begitu lelah hingga dia memejamkan mata. Hiruk pikuk pesta yang terdengar tidak jauh dari tempatnya berdiri, sama sekali tidak mengusik wanita berusia empat puluh lima tahun itu.Inilah pertama kalinya Gio melihat Alice. Pria itu tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari wanita itu. Sejak memasuki pesta dan melihat wanita dalam balutan gaun merah yang anggun, seak