Stevia benar-benar melakukan aksinya. Diam-diam dia mulai sering memperhatikan Akira. Setelah artikel kehamilan, hal yang menguatkan dugaan Stevia adalah saat dia menyadari Akira selalu memakai flat shoes setiap kali masuk kerja. Padahal di awal-awal dulu, ia sempat melihat gadis itu memakai sepatu hak tinggi. Lagi pula Albert sendiri memang memberlakukan aturan bahwa setiap karyawan harus selalu menjaga penampilan.Tidak hanya itu, Stevia beberapa kali juga mendapati Akira sedang mual-mual dan muntah di toilet. Stevia tidak bisa menahan diri lagi. Akhirnya pada suatu ketika dia menceritakan hal itu pada teman karyawannya yang bernama Kania.“Kamu tahu Akira bukan?” ujar Stevia.“Akira yang menjadi asisten Pak Albert itu?” tanya Kania memastikan. Saat itu mereka berdua sedang berjalan di lorong kantor.“Iya. Akira yang itu.”“Aku pernah melihatnya beberapa kali. Memangnya kenapa?”“Sebenarnya aku mencurigai sesuatu tentang dia,” gumam Stevia.“Curiga bagaimana?” tanya Kania mulai ikut
Beberapa hari terakhir suasana kantor terasa cukup memanas. Para karyawan sudah berkerumun dan mulai berbincang-bincang tentang kabar yang sedang terendus. Isu yang disebarkan oleh Stevia sudah menarik banyak perhatian dari karyawan baik laki-laki maupun perempuan.Sudah beberapa hari belakangan itu Akira mendapatkan tatapan aneh dan bisikan-bisikan tidak nyaman tentang dirinya. Akira belum tahu pasti bahwa orang-orang itu sedang membicarakan tentang kehamilannya. Hanya saja tatapan-tatapan mengintimidasi itu cukup membuatnya salah tingkah.Pagi itu Akira justru dihadapkan pada permasalahan yang lebih besar. Stevia mulai berulah dan melancarkan aksinya. Akira datang lebih siang dari biasanya karena dirinya masih mengalami morning sickness yang cukup parah.Saat Akira menginjakkan kaki di pintu utama kantor, Stevia langsung menghadangnya. Akira yang terkejut tak sempat bertanya apa pun karena Stevia langsung menarik tangan gadis itu agar ikut bersamanya. Stevia menempatkan Akira di dep
“Maaf, Pak. Tapi harga diri saya akan semakin habis jika saya masih melanjutkan pekerjaan ini. Saya permisi,” ujar Akira menolak ajakan Albert. Gadis itu langsung berlari keluar dari kantor.“Tunggu, Akira,” panggil Albert yang tak dihiraukan oleh Akira.Akira terus berjalan membawanya lukanya seorang diri. Tak peduli meski Albert terus memanggilnya beberapa kali. Dia tidak bisa berada lebih lama di tempat itu. Apa yang terjadi padanya hari itu sungguh memalukan.Dia merutuki nasibnya yang begitu buruk. Deretan peristiwa itu pun terbayang satu persatu. Kesuciannya direnggut secara paksa, hubungan percintaannya yang berakhir dengan Daffa, mengandung janin tanpa tahu siapa ayahnya, dan kini juga dipermalukan di tempatnya bekerja.Akira sadar suatu saat kejadian itu pasti dia alami. Sekuat apa pun dia berusaha menyimpan aib itu pasti akan terbuka juga. Kenyataannya pun begitu. Kebohongannya sudah terkuak tanpa menunggu perutnya membesar dulu.Akira menangis. Sekarang gadis itu merasa sen
Akira berpikir keras mencari cara agar sang ibu tidak mengetahui tentang kehamilannya. Dia yakin lambat laun Sofia pasti akan curiga jika melihat sikap anehnya. Sebelum itu terjadi, Akira harus melakukan sesuatu untuk mengantisipasi.Satu-satunya cara yang dia miliki hanyalah pergi dari rumah itu dan meninggalkan Sofia. Setidaknya untuk sementara sampai bayinya lahir. Perihal kehadiran bayi itu nantinya akan dia pikirkan lagi.Memutuskan pergi dari rumah bukanlah perkara mudah. Akira kembali harus berpikir di mana dia akan tinggal nantinya. Sebenarnya tidak tega pula hatinya meninggalkan sang ibu seorang diri. Tapi dia berpikir itu lebih baik dari pada kehadirannya justru akan menyulitkan Sofia. Dia tidak mau sang ibu ikut menanggung kesalahannya dan menerima cemoohan dari masyarakat sekitar.Terbersit dalam pikiran Akira sebuah ide untuk pindah sementara ke rumah Clarissa, teman baiknya. Dia ingat bahwa selama ini Clarissa hanya tinggal sendiri. Dulu Clarissa mengatakan bahwa orang t
“Sekarang aku sudah hancur, Clarissa. Aku tidak tahu bagaimana akan melanjutkan hidup ke depannya. Tapi satu-satunya orang yang masih ingin aku jaga hatinya hanyalah ibuku,” kata Akira setelah dia menceritakan masalahnya pada Clarissa.“Apa Tante Sofia juga sudah tahu tentang hal ini?” tanya Clarissa antusias.“Belum. Oleh sebab itu aku tetap ingin merahasiakannya dari mama. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kekecewaannya jika tahu bahwa putrinya sedang mengandung tanpa tahu siapa ayah dari bayinya. Lagi pula jika aku tetap di sana, maka lambat laun masyarakat akan tahu dan ibuku juga akan menjadi sasaran celaannya.”“Lalu apa yang ingin kamu lakukan sekarang?”“Aku berpikir untuk pindah dari rumah sementara. Setidaknya sampai anak ini lahir. Aku jelas tidak mungkin menggugurkannya, Clarissa,” ujar Akira memberitahu rencana dalam pikirannya.“Tapi kamu akan pergi ke mana, Ra? Dengan alasan apa kamu akan meninggalkan rumah?” tanya Clarissa.“Sebenarnya kedatanganku ke sini tidak ha
Akira menikmati hari-harinya bersembunyi di rumah Clarissa. Dia merasa tenang memiliki teman berbagi. Sudah terhitung empat hari pula dia tidak masuk kerja. Rasanya Akira tidak mampu menginjakkan kaki di kantor itu lagi setelah apa yang pernah terjadi.Clarissa juga sempat menanyakan hal itu. Akira justru mengatakan akan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Akira lebih memilih mencari pekerjaan lain dari pada harus kembali bekerja di tempat yang sudah membuatnya merasa tidak punya harga diri.“Aku sudah menyiapkan surat pengunduran diriku. Besok aku akan mengantarnya ke kantor. Meski sebenarnya aku sangat tidak ingin datang ke sana lagi. Tapi bagaimana pun juga aku harus menyelesaikan semuanya dengan cara yang baik,” tutur Akira.“Tapi bagaimana dengan kontrak kerjanya? Apa tidak ada masalah jika kamu berhenti lebih awal?” tanya Clarissa.“Aku tidak mengerti. Hanya saja, aku yakin Pak Albert mau memahami kondisiku. Dia begitu baik padaku. Aku akan berbicara dan meyakinkan dia.”“Lalu
“Ada apa dengan gadis itu? Bisa-bisanya dia mengatakan akan memberikan anaknya untuk dibesarkan oleh orang lain. Bagaimana dia yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu justru memiliki pemikiran seperti itu,” keluh Albert sembari mondar-mandir di rumahnya sendiri. Albert kembali teringat perkataan Akira saat dia mengantarnya pulang.“Aku rasa aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Bagaimana pun juga bayi itu adalah anakku. Dia darah dagingku dan aku juga berhak atas dirinya. Aku harus mencegah Akira agar mengurungkan niat itu,” gumam Albert membuat sebuah kesimpulan. Bagaimana pun juga dia harus melakukan tindakan tanpa membuat Akira merasa curiga.Meskipun Akira sudah berhenti dari pekerjaanya di kantor, Albert merasa tetap harus mengawasinya. Tak heran jika pada suatu hari dia datang bertamu ke rumah Clarissa. Kedatangannya ke sana sempat membuat Akira merasa heran.“Pak Albert? Ada apa bapak datang ke sini?” tanya Akira saat melihat sosok Albert setelah dia membuka pintu. Per
Sejak saat itu, Albert menjadi lebih sering mengunjungi rumah Clarissa. Dia terus menemui Akira dengan menggunakan berbagai alasan. Terkadang membawa makanan, buah-buahan dan lainnya. Semakin hari Akira semakin merasa risih dengan sikap Albert yang patut dipertanyakan.“Aku bilang juga apa. Pasti si Albert itu suka sama kamu,” kata Clarissa mengutarakan pendapatnya pada suatu ketika.“Selalu itu saja yang kau katakan tentang dia,” jawab Akira ketus.“Aku serius, Akira. Apa semua sikap yang dia tunjukkan selama ini tidak mampu membuatmu memahami?”“Sebenarnya dugaan yang sama juga terbersit dalam pikiranku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Apa sebaiknya aku menghindar dan menjauhi Pak Albert?” tanya Akira meminta saran.“Gadis bodoh!” keluh Clarissa sembari melempar Akira dengan bantal. “Kenapa kamu harus menjauh dari orang yang menyukaimu? Baru kali ini aku menyaksikan ada orang yang berusaha menghindar dari kebahagiaan,” imbuh Clarissa tak habis pikir.“Tapi keadaanku saat ini