Riehla berusaha mengejar Ellio yang terus jalan dengan langkah pasti. Saat sudah berada di luar, tiba-tiba Riehla terjatuh dan itu cukup sakit. Tersandung kakinya sendiri. Ellio mencoba menoleh ke arah belakang dan ia dapati Riehla yang terduduk di aspal.Siapa pun pasti akan berpikir jika Riehla tidak sengaja melakukannya. Ellio hampiri Riehla dengan wajah khawatir. Ellio pikir pasti Riehla terjatuh. "Kamu gakpapa?" tanya Ellio yang sudah jongkok di hadapan Riehla."Gakpapa." Ellio bantu Riehla berdiri dan mata elangnya sempat menangkap ada luka di telapak tangan Riehla.Digapainya tangan Riehla yang terluka. Ellio tatap luka kecil yang mengeluarkan darah itu. Ellio tarik salah satu tangan Riehla dengan lembut. Membawanya masuk ke dalam mobil. Saat sudah sama-sama terduduk, Ellio bersihkan luka Riehla dengan alkohol dan kapas yang ia miliki.Sekecewa-kecewanya Ellio, lelaki itu masih perhatian. Riehla perhatikan Ellio yang membuat Riehla semakin merasa bersalah. Terakhir Ellio berika
Setiap manusia memiliki masa lalu. Entah masa lalu itu buruk atau biasa saja. Bahkan setiap orang berhak mendapatkan kesempatan. Hanya saja tidak bolehkah Riehla sedikit tidak suka? Riehla bukannya tidak suka akan Ellio yang sebebas itu. Sesungguhnya ia cemburu. Laki-laki yang ia cinta ternyata sudah pernah melakukan hal itu dengan perempuan lain. Riehla kira ia akan menjadi satu-satunya.Alih-alih makan siang bersama staf lain, atau meminta Ellio makan bersamanya dengan mengajak Randy juga biar terlihat tidak mencurigakan, Riehla memilih makan sendiri dengan lebih banyak melamun. Pikirannya terus tertuju pada Ellio. Sampai sesosok di pikirannya itu datang menghampiri."Boleh gabung?" tanya Ellio dengan wajah datar. Padahal ia ingin tersenyum. Ia sedang mengikuti permainan Riehla agar tidak ada yang curiga."Silakan," ucap Riehla dengan wajah jelas terlihat kurang semangat.Riehla duduk di kursi tepat di hadapan Riehla. "Saya ke sini sama Randy. Dia lagi pesan," ucap Ellio.Perempuan
Ellio buka kotak makan dan tersenyum bahagia saat melihat isinya. Riehla tidak salah memberikan, bukan? Nasi goreng itu dihias seperti untuk anak tk. Memang seperti itulah bekal makan siang dari Riehla selama ini. Walau rasanya Ellio seperti anak kecil, ia menyukainya.Tok tok tokDilihatnya Luna yang berjalan masuk dengan salah satu tangan yang memegang map. Ketika saat meletakkan map di meja, Luna melihat bekal makan siang Ellio yang lucu. "Lucu banget sih bekal makan siangnya," goda Luna. Ellio yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis. Luna pun hanya bisa menggelengkan kepala melihat Bos-nya yang tengah dimabuk cinta.Setelah keluarnya Luna, masuk Randy yang mengatakan jika siang nanti Ellio ada bertemu dengan klien. Sampainya di depan meja Ellio, Randy lihat kotak makan. "Lucu sekali bekal makan siangnya." Dengan wajah meledek."Belum pernah dibuatkan yang seperti ini kan," ucap Ellio dengan wajah menyebalkan. Ia sedang menggoda Randy yang sampai hari ini masih saja sendiri.
Enggan menanyakan kebenaran yang dikatakan Kania, karena Riehla sudah tidak peduli benar atau tidak, ia lebih ingin mengetahui hal lain. "Kalau Ellio masih sendiri, kamu pasti berusaha mendapatkannya lagi." Sembari menatap Iliana."Tentu. Masalahnya kan sekarang Ellio sudah memiliki kamu. Saya gak mungkin merusak hubungan kamu. Saya pernah merasa betapa sakitnya kehilangan seseorang yang kita cinta." Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut."Kalau boleh saya tahu apa perasaan cinta kamu masih sebesar itu untuk Ellio?""Sepertinya." Lalu, tersenyum.Semua orang akan tahu kenapa Ellio jatuh hati pada Iliana. Perempuan di hadapannya itu membuat Riehla sedikit merasa kecil. Bukan perihal Iliana yang jauh lebih sukses darinya, melainkan Iliana lebih cantik, anggun, dan pintar darinya. Iliana sempurna dalam segala hal."Saya mau tahu kenapa kalian bisa putus." Lalu, meneguk sedikit orange jus."Kamu yakin gak masalah mendengar masa lalu saya sama Ellio?""Iya." Dengan wajah yakin.
Tidak henti-hentinya Kania menganggu Riehla. Bukan sesuatu yang alami pintu Toilet tiba-tiba terkunci. Pelakunya adalah Kania. Ia benar-benar tidak main-main dengan tindakannya yang berusaha menjauhkan Riehla dan Ellio.***Hari minggu ini Riehla nampak lebih sibuk dari biasanya. Perempuan itu sedang membantu sang Ibu membuat bolu untuk acara nanti siang di mana ada kumpul-kumpul keluarga. Yang setiap satu bulan lagi diadakan."Nanti kalau ada yang menyinggung soal pernikahan, kamu boleh kok pergi," kata Ibu-nya yang sedang menaruh kaca mete di atas bolu cokelat.Riehla yang sedang mixer adonan tersenyum tipis. Alih-alih sang Ibu memperingati Riehla untuk tetap berada di sana walau mungkin akan mendengar beberapa perkataan yang kurang enak di hati, karena adanya sopan santun, sang Ibu menyarankan hal lain. Bukankah Ibu-nya Riehla terlihat keren?"Seharusnya Ibu gak menyarankan hal seperti itu. Nanti Ibu gak disukai gara-gara Riehla." Sembari menatap adonan bolu."Tugas seorang Ibu ada
Riehla bawa sebuah nampan yang di atasnya terdapat dua buah gelas es teh manis. Di mana milik Ellio hanya sedikit manis. Membawa keluar. Meletakkan nampan di atas meja, mendudukkan diri di samping Ellio yang duduk di kursi teras depan Rumah. Riehla menatap lurus ke depan.Ellio lihat raut wajah Riehla yang tidak biasa. Seperti telah terjadi sesuatu. "Ada apa?" tanya Ellio.Riehla menoleh, ditatapnya Ellio yang nampak mengkhawatirkannya. "Cuma frustrasi sama hidup.""Bukannya saya sudah gak jadi atasan yang menyebalkan?""Benar.""Siapa yang sudah mengganggu kamu?"Riehla menatap lurus ke depan. "Selama ini Ayah gak pernah cerita soal keluarganya. Mungkin Ibu tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku nggak tahu. Ayah gak pernah bawa aku ketemu keluarganya. Dan hari ini mereka yang gak mengerti perasaan Ibu, malah membahas mengenai keluarga mereka. Betapa bahagianya keluarga mereka. Jalan-jalan dengan keluarga suami dan segala macam."Tentu Ellio mengerti perasaan Riehla. Bisa terlihat
Riehla langkahkan kaki dengan Ellio yang setia di sampingnya. Terdapat sebuah buket bunga mawar merah pada salah satu tangan Riehla. Langkah keduanya terhenti tepat di depan peristirahatan terakhir Ayah-nya Riehla. Sedikit berjalan, berjongkok dengan Ellio yang ikut berjongkok di sampingnya. Riehla taruh buket di depan batu nisan. "Apa kabar, Ayah? ... Riehla datang bersama seseorang yang selama ini Ayah harapkan dapat menjaga Riehla dengan baik." Lalu, menoleh ke arah Ellio yang menatap Riehla.Ellio menoleh ke arah batu nisan. "Ayah gak perlu khawatir. Saya akan menjaga Riehla dengan baik. Sebaik Ayah menjaganya selama ini."Perkataan calon suami-nya itu mampu menyentuh hati yang paling dalam. Mata Riehla berkaca-kaca. Saking bahagianya rasanya ingin menangis. Betapa semakin lengkapnya kebahagiaan itu jika sang Ayah masih ada. Riehla yang tadinya tidak ingin meneteskan air mata, air mata lolos begitu saja. Jatuh membasahi pipi. "Ellio adalah lelaki yang baik, yah. Dia selalu berusah
Meninggalkan pecahan gelas, segera ke Kamar untuk mengangkat telepon yang terus berdering. Riehla tatap layar handphone yang menampilkan panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. "Hallo," ucap Riehla saat panggilan sudah terhubung."Benar ini dengan istrinya saudara Ellio?" tanya seorang perempuan di seberang sana."Iya.""Saya ingin mengabarkan kalau saudara Ellio mengalami kecelakaan dan sekarang sedang berada di IGD, Rumah Sakit Kita Bisa."Seketika Riehla tertegun. Belum lama Ellio berpamitan pergi ke Kantor, dan sekarang keadaan seperti ini. "Gimana keadaannya?" Dengan wajah cemas."Masih dalam pemeriksaan.""Saya akan ke sana. Terima kasih sudah mengabari.""Iya, Bu."Setelah panggilan berakhir dengan handphone yang masih berada di salah satu tangan, Riehla mendudukkan diri di tepi ranjang dengan tatapan mata kosong. Riehla sangat mengkhawatirkan Ellio. Pernah merasa terpaksa melepas seseorang, Riehla tidak ingin harus merelakan Ellio. Sudah cukup membiarkan salah satu seseorang
Ada yang kebakar tapi bukan dengan api. Sudah 3 hari ini Kenzo tak ada kabar sama sekali. Terlebih Zena melihat postingan Kenzo seperti bersenang-senang dengan orang-orang asing itu. Tak satu pun yang wajahnya Zena kenal.Zena pikir selama kepergian lelaki itu Kenzo akan rajin memberi kabar. Nyatanya..."Kamu bisa membuatnya jatuh cinta kepada-mu meski dia tak cinta." Yura yang duduk di samping Zena di sofa panjang, bernyanyi menggoda Zena."Kayaknya memang gak cinta," ujar Zena sembari menatap handphone di mana layar penuh wajah Kenzo. Zena sedang melihat-lihat foto pada sosial media Kenzo."Cinta, Na. Kalau gak ada rasa gak mungkin kelihatan ngedeketin gitu." Masih dengan menatap Zena.Zena menoleh ke arah Yura. Menatap Yura dengan wajah serius. "Gak bisa, Yura."Yura membalas dengan wajah tak kalah serius. "Kelihatan banget kalau kamu gak mau kehilangan Kenzo. Masih mau menolak keberadaannya?"Diam itulah yang sedang Zena lakukan. Zena masih bingung dengan dirinya sendiri. Di satu
Sejak dari tempat permainan hingga kini berada di salah satu Restaurant yang dilakukan Kenzo hanya diam dengan terus mengawasi anak-anak itu. Sungguh seperti seorang pengasuh.Kenzo yang duduk tepat di hadapan Zena melihat betapa perhatiannya Adit pada Zena. Pemuda yang duduk di samping Kenzo itu benar-benar memperlihatkan ketertarikannya pada gadis cantik dan lembut inceran Kenzo."Habis ini kamu langsung pulang atau mau ikut jenguk Resti?" tanya Dania pada Zena."Ikut.""Aku ikut," ujar Adit.Kenzo yang mendengar itu rasanya ingin ikut juga tetapi nanti terlihat aneh. Adit sih sah-sah saja jika ikut, Adit kan sahabatnya Resti juga."Besok saya melakukan penerbangan ke Singapore dan akan berada di sana selama satu minggu, Na." Sembari menatap Zena.Zena yang jelas mendengar ucapan Kenzo, memilih diam. Kenzo yang melihat itu tentu sedikit sedih karena tidak mendapat respon dari gadis yang ia suka.Beberapa saat kemudian...Zena sudah berada di dalam taxi yang melaju bersama Dania dudu
Zena tahu jika semua orang mendukung Zena memiliki hubungan dengan Kenzo. Berjam-jam bersama Kenzo pun membuat Zena menyadari jika ia mulai menyukai Kenzo. Tetapi seragam putih abu-abu itu seperti pembatas bagi Zena.Di hadapannya sudah terdapat dua box pizza beda topping yang terletak di meja kerja. Ya, mereka berada di Ruang Kerja sang Direktur yang tak lain adalah Kenzo."Dimakan, Na." Yang duduk di kursi kerja-nya.Zena ambil sepotong pizza yang digigit kecil. "Habis ini mau pulang apa masih mau di sini?""Pulang saja, Kak.""Ya sudah, nanti saya antar.""Gak usah. Aku bisa naik ojek online." Lalu, menggigit pizza."Lebih baik saya yang antar.""Gak, Kak!" tegas Zena.Jika sudah seperti itu Kenzo hanya bisa diam yang berarti mengiyakan maunya Zena. Belum apa-apa Kenzo sudah belajar mengalah.Bahkan ketika Zena menyuruh Kenzo ikut makan pria matang itu menurut. Seolah Kenzo tidak ingin memulai perdebatan dengan gadis kecil itu.Sama seperti Ellio yang menganggap Zena gadis kecil wa
Buku yang ingin Zena ambil nyatanya terlalu jauh untuk digapainya hingga gadis itu berjinjit dan buku melayang jatuh ke lantai. Untung tidak mengenai kepala Zena. Saat Zena hendak mengambil buku fisika itu terlihat tangan yang lebih besar dan kekar dari tangannya menyentuh buku juga.Tanpa menyingkirkan tangan dari buku Zena yang posisi jongkok, mengangkat kepala dan manik matanya bertemu dengan manik mata Adit. Mendadak entah mengapa momen itu mengingatkan Zena pada buku yang jatuh di Toko buku.Zena berdiri dari jongkok dengan membiarkan Adit yang mengambil buku itu. Adit berikan buku pada Zena yang mengucapkan terima kasih lalu berlalu dari sana mencari tempat duduk masih di Perpustakaan.Buku sudah dibuka tetapi pikirannya malah berada di tempat lain. Mata memang mengarah ke deretan huruf dan angka, tetapi otaknya penuh dengan wajah Kenzo. Niat ke Perpus untuk fokus belajar tetapi...Adit mengambil posisi duduk di sebelah Zena dengan buku yang sama diletakkan di meja. Menatap Zena
Setelah mengantri membeli tiket Kenzo mengajak Zena membeli popcorn. Memberikan popcorn lumayan banyak itu pada Zena. Berjalan ke arah studio tempat film yang akan mereka tonton.Mereka langsung masuk lantaran orang-orang yang menonton di jam sebelumnya telah meninggalkan ruangan. Kenzo yang memegang potongan tiket memimpin jalan mencari tempat duduk mereka.Duduk di bagian bangku yang ada 4 buah. Zena kebetulan berada di dekat dinding. Menaruh cup popcorn di tempat yang tersedia untuk menaruh popcorn atau botol.Sebelum film diputar, handphone yang berada di tas selempang kecil bergetar. Zena segera mengambilnya dan terdapat panggilan video dari Eden."Bisa-bisanya Kak Zena pergi tanpa aku!" keluh Eden. Bibir anak kecil itu pun nampak maju."Lain kali.""Kapan?""Sudah ya, Den. Filmnya mau mulai."Sebelum Eden membuka mulut dengan cepat Zena mengakhiri panggilan video itu. Memasukkan kembali handphone ke dalam tas tak lupa memasang mode diam."Minggu besok kita bisa nonton film lagi
"Kamu suka Zena?" tanya Ellio tiba-tiba dan itu berhasil membuat Zena sedikit tersedak makanan hingga batuk-batuk."Papa apa-apaan sih!" ucap Zena tegas setelah meminum seteguk air bening."Saya gak suka kalau ada yang mau main-main sama putri saya!" Dengan nada tegas dan wajah serius.Zena semakin dibuat tak percaya oleh pria paruh baya itu. Menoleh ke arah Kenzo dengan raut wajah tidak enak. Bagaimana bisa Ellio menanyakan hal seperti itu pada lelaki yang baru 3 kali Zena temui. Itu pun hanya pertemuan singkat."Kalau suka sama Kak Zena gerak cepat deh soalnya yang suka sama Kak Zena bukan cuma Kakak," ujar Eden yang akhirnya ikut bicara. Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut."Kalian kenapa sih?!" ucap Zena dengan wajah mulai frustasi dengan kelakuan Papa dan Adik-nya itu."Zena cantik dan kelihatan baik. Siapa yang gak suka sama dia," ucap Kenzo setelah lama terdiam."Kak Kenzo gak perlu merespon perkataan gak jelas Papa sama Eden." Sembari menatap Kenzo."Apa yang saya
"Zena?"Sontak Zura menoleh ke sumber suara di mana seorang lelaki yang ia kenal berjalan ke arahnya. Lelaki yang hari itu terus menatapnya seolah tertarik dengan Zen."Kak Kenzo," ucap Zena sembari duduk.Kenzo mendudukkan diri di samping Zena. "Sendiri?""Lagi nunggu teman.""Saya kira sendiri. Hampir saja saya mengajak kamu makan sama saya."Zena yang mendengar itu dibuat sedikit tak percaya. Kenzo sedang menggodanya atau apa?"Kalau aku sendiri Kak Kenzo mau ajak aku makan?""Iya. Kenapa? Kamu gak mau?""Mau kok asalkan Kak Kenzo yang bayar makanannya.""Tentu saja."Asal ada suara yang terdengar memanggil Zena, bukan hanya Zena yang menoleh Kenzo juga ikut menoleh. Nampak Rasti dan Adit."Loh, kok kamu ikut? Bukannya ada latihan?" tanya Zena yang sudah berdiri. Sembari menatap Adit."Latihannya diganti sore.""Ini siapa, Zen?" tanya Rasti sembari menatap Kenzo yang juga sudah berdiri."Seseorang yang aku kenal.""Maksudnya?" Rasti nampak bingung."Sebaiknya kita segera pergi nant
12 tahun kemudian...Nampak seorang gadis berseragam putih abu-abu yang terduduk di salah satu kursi makan. Menatap nasi goreng dengan telor mata sapi di hadapannya tanpa menyentuhnya sedikit pun. Gadis itu terlihat sudah tergiur oleh nasi goreng di hadapannya. Seperti ingin segera mencicipi, tetapi..."Mari kita makan," kata pria berusia 40'an yang sudah ada beberapa rambut putih yang tumbuh.Dengan cepat gadis itu membaca doa dan menyantap nasi goreng yang terlihat dari wajah gadis itu bahwa ia menyukai nasi goreng tersebut."Gak menghormati yang masak! Masa aku ditinggal makan," protes pemuda berseragam putih-merah. Duduk di samping gadis yang tak lain adalah Kakak-nya."Papa kan belum makan, Eden."Eden tersenyum pada Papa-nya yang bernama Ellio itu. "Selamat makan, Pa.""Selamat makan juga, sayang.""Selamat makan," timpal Zena sembari sedikit mengunyah."Makan tuh gak boleh ngomong." Sembari menatap Zena yang asik dengan nasi goreng-nya. Pemuda berusia 12 tahun itu pun hanya m
"Tiba-tiba mengalami henti jantung dan sekarang sedang Dokter sedang melakukan yang terbaik." Lalu, melangkah pergi dari sana dengan langkah cepat.Ellio termenung. Kakinya mulai terasa lemas dengan perasaan takut kian nyata. Bukan saat-saat manis yang mereka lewati bersama yang mulai bermunculan memenuhi kepala Ellio, melainkan momen ketika Ellio mengabaikan Riehla karena rasa tidak percayanya.Bagaimana jika semua ini terjadi karenanya? Ellio rasa ia telah benar-benar gagal menjadi suami. Bukannya seratus persen membahagiakan Riehla justru Ellio menyakitinya.Digenggamnya kedua tangan untuk menghilangkan rasa gugup yang sedikit pun tidak hilang. Melihat Dokter laki-laki keluar dari dalam sana, rasa dingin yang sedang ia rasakan karena cemas pun semakin menjadi.Tatapan Dokter itu Ellio tidak ingin melihatnya. Ellio tidak ingin Dokter itu mengatakan hal yang tidak bisa Ellio terima."Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan berkata lain. Saudari Riehla telah tiada."DegKalimat sa