Ellio buka kotak makan dan tersenyum bahagia saat melihat isinya. Riehla tidak salah memberikan, bukan? Nasi goreng itu dihias seperti untuk anak tk. Memang seperti itulah bekal makan siang dari Riehla selama ini. Walau rasanya Ellio seperti anak kecil, ia menyukainya.Tok tok tokDilihatnya Luna yang berjalan masuk dengan salah satu tangan yang memegang map. Ketika saat meletakkan map di meja, Luna melihat bekal makan siang Ellio yang lucu. "Lucu banget sih bekal makan siangnya," goda Luna. Ellio yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis. Luna pun hanya bisa menggelengkan kepala melihat Bos-nya yang tengah dimabuk cinta.Setelah keluarnya Luna, masuk Randy yang mengatakan jika siang nanti Ellio ada bertemu dengan klien. Sampainya di depan meja Ellio, Randy lihat kotak makan. "Lucu sekali bekal makan siangnya." Dengan wajah meledek."Belum pernah dibuatkan yang seperti ini kan," ucap Ellio dengan wajah menyebalkan. Ia sedang menggoda Randy yang sampai hari ini masih saja sendiri.
Enggan menanyakan kebenaran yang dikatakan Kania, karena Riehla sudah tidak peduli benar atau tidak, ia lebih ingin mengetahui hal lain. "Kalau Ellio masih sendiri, kamu pasti berusaha mendapatkannya lagi." Sembari menatap Iliana."Tentu. Masalahnya kan sekarang Ellio sudah memiliki kamu. Saya gak mungkin merusak hubungan kamu. Saya pernah merasa betapa sakitnya kehilangan seseorang yang kita cinta." Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut."Kalau boleh saya tahu apa perasaan cinta kamu masih sebesar itu untuk Ellio?""Sepertinya." Lalu, tersenyum.Semua orang akan tahu kenapa Ellio jatuh hati pada Iliana. Perempuan di hadapannya itu membuat Riehla sedikit merasa kecil. Bukan perihal Iliana yang jauh lebih sukses darinya, melainkan Iliana lebih cantik, anggun, dan pintar darinya. Iliana sempurna dalam segala hal."Saya mau tahu kenapa kalian bisa putus." Lalu, meneguk sedikit orange jus."Kamu yakin gak masalah mendengar masa lalu saya sama Ellio?""Iya." Dengan wajah yakin.
Tidak henti-hentinya Kania menganggu Riehla. Bukan sesuatu yang alami pintu Toilet tiba-tiba terkunci. Pelakunya adalah Kania. Ia benar-benar tidak main-main dengan tindakannya yang berusaha menjauhkan Riehla dan Ellio.***Hari minggu ini Riehla nampak lebih sibuk dari biasanya. Perempuan itu sedang membantu sang Ibu membuat bolu untuk acara nanti siang di mana ada kumpul-kumpul keluarga. Yang setiap satu bulan lagi diadakan."Nanti kalau ada yang menyinggung soal pernikahan, kamu boleh kok pergi," kata Ibu-nya yang sedang menaruh kaca mete di atas bolu cokelat.Riehla yang sedang mixer adonan tersenyum tipis. Alih-alih sang Ibu memperingati Riehla untuk tetap berada di sana walau mungkin akan mendengar beberapa perkataan yang kurang enak di hati, karena adanya sopan santun, sang Ibu menyarankan hal lain. Bukankah Ibu-nya Riehla terlihat keren?"Seharusnya Ibu gak menyarankan hal seperti itu. Nanti Ibu gak disukai gara-gara Riehla." Sembari menatap adonan bolu."Tugas seorang Ibu ada
Riehla bawa sebuah nampan yang di atasnya terdapat dua buah gelas es teh manis. Di mana milik Ellio hanya sedikit manis. Membawa keluar. Meletakkan nampan di atas meja, mendudukkan diri di samping Ellio yang duduk di kursi teras depan Rumah. Riehla menatap lurus ke depan.Ellio lihat raut wajah Riehla yang tidak biasa. Seperti telah terjadi sesuatu. "Ada apa?" tanya Ellio.Riehla menoleh, ditatapnya Ellio yang nampak mengkhawatirkannya. "Cuma frustrasi sama hidup.""Bukannya saya sudah gak jadi atasan yang menyebalkan?""Benar.""Siapa yang sudah mengganggu kamu?"Riehla menatap lurus ke depan. "Selama ini Ayah gak pernah cerita soal keluarganya. Mungkin Ibu tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku nggak tahu. Ayah gak pernah bawa aku ketemu keluarganya. Dan hari ini mereka yang gak mengerti perasaan Ibu, malah membahas mengenai keluarga mereka. Betapa bahagianya keluarga mereka. Jalan-jalan dengan keluarga suami dan segala macam."Tentu Ellio mengerti perasaan Riehla. Bisa terlihat
Riehla langkahkan kaki dengan Ellio yang setia di sampingnya. Terdapat sebuah buket bunga mawar merah pada salah satu tangan Riehla. Langkah keduanya terhenti tepat di depan peristirahatan terakhir Ayah-nya Riehla. Sedikit berjalan, berjongkok dengan Ellio yang ikut berjongkok di sampingnya. Riehla taruh buket di depan batu nisan. "Apa kabar, Ayah? ... Riehla datang bersama seseorang yang selama ini Ayah harapkan dapat menjaga Riehla dengan baik." Lalu, menoleh ke arah Ellio yang menatap Riehla.Ellio menoleh ke arah batu nisan. "Ayah gak perlu khawatir. Saya akan menjaga Riehla dengan baik. Sebaik Ayah menjaganya selama ini."Perkataan calon suami-nya itu mampu menyentuh hati yang paling dalam. Mata Riehla berkaca-kaca. Saking bahagianya rasanya ingin menangis. Betapa semakin lengkapnya kebahagiaan itu jika sang Ayah masih ada. Riehla yang tadinya tidak ingin meneteskan air mata, air mata lolos begitu saja. Jatuh membasahi pipi. "Ellio adalah lelaki yang baik, yah. Dia selalu berusah
Meninggalkan pecahan gelas, segera ke Kamar untuk mengangkat telepon yang terus berdering. Riehla tatap layar handphone yang menampilkan panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. "Hallo," ucap Riehla saat panggilan sudah terhubung."Benar ini dengan istrinya saudara Ellio?" tanya seorang perempuan di seberang sana."Iya.""Saya ingin mengabarkan kalau saudara Ellio mengalami kecelakaan dan sekarang sedang berada di IGD, Rumah Sakit Kita Bisa."Seketika Riehla tertegun. Belum lama Ellio berpamitan pergi ke Kantor, dan sekarang keadaan seperti ini. "Gimana keadaannya?" Dengan wajah cemas."Masih dalam pemeriksaan.""Saya akan ke sana. Terima kasih sudah mengabari.""Iya, Bu."Setelah panggilan berakhir dengan handphone yang masih berada di salah satu tangan, Riehla mendudukkan diri di tepi ranjang dengan tatapan mata kosong. Riehla sangat mengkhawatirkan Ellio. Pernah merasa terpaksa melepas seseorang, Riehla tidak ingin harus merelakan Ellio. Sudah cukup membiarkan salah satu seseorang
Yura melangkah masuk ke dalam ruangan tempat Ellio berada, dan tidak ada sesosok Riehla yang selama beberapa hari ini selalu terlihat. "Apa mungkin lagi beli sesuatu di luar?" tanya Yura pada dirinya sendiri sembari berjalan.Dilihatnya sebuah buket bunga yang berada di atas nakas, menghentikan langkah kaki di depan nakas. Yura tahu bunga apa itu dan memikirkan siapa yang memberikannya untuk Ellio. Mungkinkah Riehla?"Yura," panggil seseorang dengan nada suara lemah.Sontak Yura menoleh ke arah samping di mana Ellio tengah menatapnya. Yura langsung membalikan tubuh menghadap Ellio dengan lengkungan manis yang menghiasi bibirnya. Yura bahagia melihat Ellio sudah sadarkan diri."Biar aku panggil Dokter," ujar Yura. Ditekannya sebuah tombol."Wajah kamu sekarang sangat terlihat senang. Kamu itu tahu?" ujar Ellio."Aku benar-benar takut kalau Kak Ellio gak pernah membuka mata Kakak.""Kak Ellio gak akan melakukan itu. Oh ya, Riehla mana?"Sebelum Yura membuka mulutnya, datang seorang pera
Sudah 1 bulan lebih sejak menghilangnya Riehla yang membuat beberapa orang sampai hari ini tidak mengerti dengan hal tiba-tiba seperti itu. Karena Ibu-nya Riehla tidak tahu tepatnya di mana anak-nya berada, bukan Ellio namanya jika hanya diam. Ellio bahkan menyewa beberapa orang untuk menemukan Riehla. Hanya sekedar memantau perempuannya tanpa berniat menghampiri.Hari-hari Ellio berbeda. Kehilangan Riehla yang ia tahu keadaannya baik-baik saja, tetap saja membuat Ellio bersikap seperti dahulu kala. Ellio yang nampak sangat dingin dan sulit didekati. Wajahnya terlihat tidak berseri-seri lagi.Terduduk di kursi kerja dengan tablet yang ia pegang. Menatap serius layar tablet yang menampakkan foto-foto Riehla yang diambil seseorang yang ia suruh untuk mengikuti Riehla. Rasanya ingin berlari, membawa Riehla ke dalam pelukannya. Namun, Ellio merasa bahwa ia perlu memberi waktu pada Riehla. Sampai kapan? Mungkin sampai Riehla mau menjelaskan sendiri tentang kenapa tiba-tiba pergi.Tok tok t