Jawaban dikunci, lampu pengeras suara juga sudah mati. Kini, dua pasangan yang akan segera menikmati kencan diluar pulau harus bergegas menyiapkan diri karena mereka akan pergi. Tapi, masih ada banyak ketegangan yang yang harus diakhiri.
"Brengsek!" Ethan menarik baju Kevin dengan tangan terkepal. Emosinya melambung tinggi hingga ia tidak bisa mengontrolnya.
Kevin hanya menatap Ethan santai, tidak ada ekspresi apapun di wajahnya. Karena sejujurnya pun ada banyak hal yang saat ini bersemayam dalam pikirannya.
"Ethan, tenanglah." Theo menarik Ethan mundur. Sedangkankan di sisi Kevin, ada Max yang menahannya, berjaga-jaga jika Kevin membalas serangan Ethan.
"Padahal kau bisa saja memilih Arabella atau Grace, wanita yang dekat denganmu." Ethan menunjuk Grace dan Arabella yang hanya diam. "Tapi, kau malah memilih Elea," katanya dengan mata bersinar tajam. Emosi Ethan kentara sekali dari wajahnya.
"Jangan egois, Ethan. Kau juga tahu sendiri jika aku, Adrian, ataupun Max ingin berbicara dengan Elea, mencari kesamaan yang mungkin ada. Tapi, kau selalu bersamanya, menutup kemungkinan untuk kami semua. Kau pikir itu apa?" Kevin membalas dengan tenang. "Jangan begitu marah Elea diajak oleh pria lain sedangkan kau sendiri juga diajak wanita lain. Kau terlalu egois dan hal itu malah membuatmu terlihat kekanakan."
Azalea spontan melihat ke arah Max. Ia tidak tahu jika Max juga ingin lebih dekat dengan Elea. Sepertinya setelah ini, ada yang harus mereka bicarakan.
Sementara itu, Grace merasa terkhianati karena tidak dipilih Kevin. Ia tentu berharap karena ia pikir ia sudah dekat dengan Kevin. Sedangkan Arabella, kini ia yakin dengan hubungannya yang baru dengan Theo. Jadi, ia tidak peduli lagi dengan keputusan Kevin.
"Sudah sudah. Jangan diperpanjang lagi masalah ini. Semua orang berhak bersama siapapun selagi belum ada hubungan yang pasti diantara dua orang," seru Adrian yang masih duduk santai di sofa. "Belum ada yang berpacaran, kan? Kalau begitu, siapapun bisa direbut oleh orang lain kalau sama-sama nyaman."
"Benar." Arabella menyahut cepat. "Kita disini mencari cinta, bukan? Jadi, kejar saja siapapun yang membuat kita tertarik. Tidak ada yang tahu kita cocok atau tidak, tapi yang jelas kesempatan itu ada dan kita harus menggunakannya sebaik mungkin."
Perkataan mereka semua terdengar seolah sedang menyudutkan Ethan. Dan memang, Ethan sedang diluar kontrol hingga ia tidak bisa berpikir lebih panjang. Pria itu membiarkan emosinya memonitor dirinya.
Grace tiba-tiba berdiri. Ia yang pertama berjalan keluar dari gazebo dan masuk ke dalam vila. Dan disusul oleh Theo dan Arabella.
"Kau ingin bicara?" tanya Azalea pada Max. "Sepertinya ada yang harus kita bicarakan."
Max menghela napas pelan, ia mengusap dahinya dua kali dengan dua jarinya. "Oke. Kita kamar saja," ajaknya dan Azalea mengangguk menyetujuinya.
Kini, tinggal Freya, Adrian, Kevin, Ethan, dan Elea yang masih berada di gazebo. Tidak ada yang berbicara diantara mereka, hanya hening yang menguar di udara.
Kevin dan Ethan sama-sama merasa bersalah sekarang. Kevin sedikit menyesal dengan keputusannya, ia jadi bertanya-tanya apakah keputusannya sudah tepat? Tapi, ia juga ingin berbicara dengan Elea. Sedangkan Ethan, jelas rasa bersalahnya tertuju pada Kevin. Ia langsung emosi begitu Kevin menyebutkan nama Elea tadi.
Melirik Elea yang duduk terdiam membuat hati Ethan tergerak. Ia melangkah mendekat pada Kevin dan menepuk pundaknya sekali.
"Ethan." Adrian memperingati, tapi bukan berkelahi niat pria itu.
"Maaf." Ethan akhirnya mengucapkannya, agak berat karena ego, tetapi ia juga tidak ingin punya musuh. "Silakan kau memilih Elea, tapi yang jelas aku tidak akan melepaskannya."
Kevin terkekeh pelan, dadanya lumayan lapang sekarang. "Okey, tapi aku juga tidak akan menyerah sebelum melihat hasilnya. Jadi, jangan salahkan aku kalau nantinya Elea nyaman denganku."
"Tantangan diterima." Ethan tersenyum miring. Ia tidak peduli Kevin berbicara apa, karena ia yakin Elea hanya untuknya.
Wajah Freya datar menatap interaksi Kevin dan Ethan. Dua pria itu ribut hanya karena seorang wanita, agak menyedihkan sebenarnya.
Adrian sendiri tersenyum yang tidak sampai ke mata. Dia senang melihat dua temannya berbaikan, tapi cukup sedih juga karena saingannya untuk mendekati Elea ternyata banyak, ia jadi tidak yakin dengan perasaannya.
Semestinya Adrian melirik wanita lain, toh bukan hanya ada Elea di sana. Akan tetapi, matanya sudah tertuju pada Elea, hatinya sudah menembakkan busur panahnya, jadi sulit untuk Adrian melihat ke arah lain. Sayangnya, Elea juga diincar banyak pria, membuat kesempatannya menghilang. Kalau Adrian benar-benar tidak bisa melirik yang lain, maka satu-satunya jalan adalah mundur dan menyerah.
*
Siang hari terasa sejuk karena cuaca yang sedikit mendung. Dua pasangan itu sudah bersiap pergi dengan membawa koper kecil yang berisikan barang-barang mereka.
Mereka diberitahu jika kencan pertama ini mereka akan dibawa ke sebuah hotel dan menginap satu malam disana sebelum kembali ke vila esok paginya. Mereka cukup beruntung karena pihak televisi sudah sepakat dari awal jika mereka akan menggelontorkan dana lebih banyak untuk kencan yang pertama.
Tidak main-main, mereka diberi transportasi sebuah helikopter ke tempat yang mereka tuju. Bahkan dari jauh, mereka bisa melihat vila yang terlihat kecil dan berada di pinggir pantai.
Namun, ada sesuatu yang membuat Elea agak heran. Ia tidak sengaja melihat sisi pulau satunya dan ia menangkap ada aktivitas di sana. Memang manusia akan sangat kecil jika dilihat dari atas, tapi jika orangnya banyak, tentu bisa dilihat walau seperti titik-titik kecil. Dan itulah yang Elea tangkap. Bukan itu saja, ia juga melihat beberapa bangunan yang belum ia lihat sebelumnya saat pertama kali diantar ke pulau ini.
Elea merasa aneh. Tetapi ia juga takut salah lihat karena saat ia menoleh kembali, pemukiman tadi sudah menghilang karena helikopter mereka semakin menjauh. Karena tidak ingin pusing, Elea memutuskan untuk melupakannya dan menganggap apa yang ia lihat hanya penduduk pedalaman.
Selama terbang, Ethan diam memikirkan tentang apa yang harus ia lakukan nanti. Ia juga khawatir akan Elea, lebih tepatnya cemburu. Ia tidak suka jika Elea harus bermalam di kamar yang sama dengan lelaki lain. Inginnya menyuruh Kevin untuk tidur di sofa dan membiarkan Elea di ranjang, tetapi ia tidak ingin dikatakan kekanakan lagi. Jadi, yang hanya ia harus lakukan adalah mempercayai Elea, ya walaupun hubungan mereka belum punya status apa apa.
Saat tiba di atap gedung, mereka turun dan menarik koper masing-masing. Koper Elea dibantu tarik oleh Kevin, begitulah harusnya perlakuan seorang pria pada pasangannya. Sedangkan Ethan, ia harus menahan diri melihat itu semua, rasanya sungguh ingin menarik Elea ke sisinya. Tapi, lagi-lagi ia tidak ingin egonya menguasai dirinya.
Freya memperhatikan lekat Ethan yang menatap Elea. Padahal pasangan pria itu sekarang adalah dirinya, tapi Ethan tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Elea.
"Lebih baik kau menarikkan koperku, Ethan," ujar Freya memberi kopernya pada Ethan.
"Ah ya, aku akan membawanya." Ethan tersenyum kecil sembari menggenggam gagang koper Freya.
Ketika sampai di kamar masing-masing, mereka menaruh koper disamping tempat tidur lalu keluar dari kamar. Mereka akan makan bersama sebelum masuk ke dalam kamar lagi dan baru keluar esok harinya.
Mereka dipimpin oleh seseorang ke ruangan cukup luas yang hanya ada sebuah meja makan besar dengan sepuluh kursi, agak berlebihan memang jika hanya untuk empat orang. Mereka juga sadar jika disana ada kamera, yang artinya pergerakan mereka akan direkam dan dijadikan adegan ketika acara ini nantinya muncul di layar televisi.
Ethan dan Freya duduk bersebelahan, didepan mereka ada Kevin dan Elea yang posisi duduknya juga berdampingan.
Hanya ada hening diantara mereka sampai beberapa pria berseragam dan memakai masker masuk sembari membawa makanan dan menaruh serta menyusunnya diatas meja.
Tiba-tiba Freya bangkit mengambil beberapa tisu. Ia kemudian menatap Ethan. "Padahal ruangan ini cukup dingin, tapi kau berkeringat," ujarnya dan mengusap lembut keringat di dahi Ethan dengan tisu di tangannya.
Ethan sedikit terkejut atas tindakan Freya. Ia memang merasa gerah, dan juga merasa dahinya basah. Tapi, ia tidak menyangka jika ada yang melihat hal ini begitu detail.
"Terima kasih." Ethan tersenyum kecil dan mengambil tisu yang diulurkan oleh Freya. "Entah kenapa aku merasa gerah. Mungkin karena dari luar tadi."
Bohongnya Ethan terlalu terlihat karena nyatanya seluruh isi hotel sudah dipasang pendingin ruangan. Tapi tidak ada yang berkomentar, karena mereka tahu apa yang membuat Ethan kegerahan, khususnya Kevin dan Freya.
"Mungkin kita harus makan sekarang." Kevin berujar lebih dulu, menatap teman-temannya satu persatu.
"Hm makanannya akan dingin jika kita terus mengobrol," sahut Elea sambil membalik piringnya, ia juga mengambil beberapa lauk dengan santai, tidak terbebani seperti yang dirasakan Ethan saat ini.
"Kau kesulitan, Elea?" Kevin menahan tawanya saat melihat Elea kesusahan memotong daging di piringnya. "Perlu bantuan?" tanyanya menawarkan.
Elea mengangguk-angguk dan Kevin tertawa karena Elea terlihat lucu. Kevin juga segera memotongkannya untuk Elea, ia juga menarik kursinya agar lebih dekat dengan wanita itu.
Semua interaksi mereka selalu diperhatikan oleh Ethan, matanya selalu bergeser ke kanan dan kiri. Entah kenapa Elea dan Kevin cepat sekali akrab, bahkan mereka berdua asik sendiri berbicara mengabaikan dirinya dan Freya.
"Ethan." Freya memanggilnya pelan. Wanita ini tahu apa yang dirasakan Ethan, makanya ia hendak melakukan hal yang sama seperti Elea dan Kevin.
Ethan hanya menoleh pada Freya tanpa menyahut apapun.
"Kau tidak merasa lelah?" tanyanya dan Ethan agak tidak paham. "Selama di vila, kau tidak lelah? Kemarin dan hari ini, kita banyak bergerak, kan?"
"Ah itu ...." Ethan mengerti sekarang. "Ya, lumayan. Aku biasanya berolahraga setiap hari, tapi hari ini belum. Jadi, sedikit lelah."
"Kau mau aku memijatmu nanti malam?" Freya menanyakan hal tersebut dengan frontal. "Lalu sekarang mungkin masih jam dua atau tiga sore, kita bisa pergi ke gym di hotel ini di jam lima kalau kau mau."
Ethan menghela napas pelan, ia sadar kalau saat ini dirinya dan Freya sedang ditatap oleh Elea dan Kevin. Ethan tidak tahu apakah Elea mempunyai rasa cemburu yang sama dengan yang ia miliki. Namun, selain itu, Ethan memang ingin ke gym, jadi ia akan menerima tawaran Freya.
Elea menunduk menatap makanannya, ia jadi kurang berselera. Ia pikir Ethan akan menolak ajakan Freya mengingat bagaimana pria itu mengatakan padanya kalau ia akan tetap setia. Tapi, sekarang apa? Ethan bahkan tidak berniat mengajak dirinya untuk pergi ke gym bersama.
Kalau Kevin, ia berpikir jika situasi ini menguntungkan dirinya dan Freya yang sama-sama ingin dekat dengan Elea dan Ethan. Jadi, ia senang Freya berinisiatif mengajak Ethan pergi. Dengan begitu, ia bisa lebih dekat lagi dengan Elea.
"Kita bisa bermain permainan, Elea. Kau suka permainan apa?" Kevin langsung mengangkat topik pembicaraan. "Kita bisa memainkannya sambil menunggu malam."
Elea berpikir sesaat. "Aku suka main jenga. Tantangannya bisa membuat kita lebih dekat."
Kevin tertawa kecil dan mengacungkan ibu jarinya. "Aku juga suka permainan itu. Kita akan bermain begitu masuk ke kamar. Sekarang, kita harus mengenyangkan perut kita lebih dulu."
Elea menutup mulutnya dan tergelak. "Baiklah."
*
Perseteruan tanpa kata antara Ethan dan Elea terbentuk. Saat selesai makan, mereka juga tidak ada berbicara, hanya fokus ke pasangan masing-masing saja.
Sebelum masuk ke kamar, setiap pasangan diberi sebuah tablet secara rahasia. Jadi, Kevin dan Elea tidak tahu jika Ethan dan Freya juga memiliki tablet yang sama, begitupun Ethan dan Freya. Mereka hanya tahu jika hanya merekalah yang diberi tablet, yang katanya untuk memonitor tapi tidak tahu memonitor apa.
Kevin sudah berujar pada staff agar mereka diberi jenga dan saat masuk ke dalam kamar, sudah tersusun puluhan balok kayu yang bentuknya seperti sebuah gedung persegi yang tinggi.
Dua pasangan itu memilih untuk membersihkan diri lebih dulu sebelum melakukan aktivitas yang sudah mereka rencanakan, walaupun aktivitas mereka menimbulkan keringat nantinya.
"Aku rasa setelah berolahraga kita akan kembali mandi," gumam Freya sembari melangkah beriringan dengan Ethan.
"Ya pasti." Ethan menyahut dan membuka kaosnya didepan Freya. "Tempat ini sangat sepi, jadi aku buka baju saja. Lagipula aku lebih suka berolahraga dengan tidak memakai baju."
Freya tersenyum sedikit malu. Baru kali ini ia melihat tubuh Ethan bagian atas yang tidak terhalang pakaian. Dan bentuknya memang sangat indah, apalagi Freya mengagumi pria berdada lebar, rasanya ingin menempelkan kepalanya di sana.
"Apa aku harus buka baju juga?" tanya Freya dengan mata polos.
Ethan mendengus pelan. "Silakan kalau kau mau." Ethan agak cuek sekarang, ini karena ia masih kesal mengingat interaksi Elea dan Kevin. Ia juga penasaran apa yang mereka lakukan saat ini.
Freya sendiri tidak sungkan untuk membuka bajunya. Tapi, ia tidak membuka branya. Ia sekarang memakai celana ketat berwarna hitam, branya juga berwarna senada, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih. Dengan tampilan seperti ini, Freya bangga menunjukkan tubuhnya yang sempurna pada pria yang ia suka.
Freya duduk di bangku sembari memperhatikan Ethan yang sudah memulai olahraganya dengan pull up. Freya harus menelan salivanya begitu otot-otot Ethan mencuat dan terlihat begitu jantan.
"Aku juga ingin bisa seperti itu," ujar Freya tiba-tiba, membuat Ethan berhenti dan berbalik menatapnya. "Kau bisa mengajariku?" Ia terlihat antusias.
Ethan mengangguk. "Tentu, kemarilah."
Freya hendak bangkit, tetapi tablet di sebelahnya tiba-tiba menyala. Ia menatap Ethan sesaat sebelum mengambil benda persegi itu dan mengusap layarnya. Freya mengernyit samar sebelum matanya melebar terkejut.
"Kenapa?" tanya Ethan penasaran. "Apa ada instruksi lain?"
Freya menggeleng pelan. Ia mendekat pada Ethan lalu menyerahkan tablet di tangannya ke tangan Ethan. Menyuruh pria itu untuk melihatnya sendiri.
Sekali lihat, Ethan sudah paham apa yang sedang terjadi. Di layar tablet, ada Elea yang sedang berbaring di lantai dengan Kevin yang push up di atasnya. Ethan juga dengan jelas melihat jika Kevin mengecup pelan ujung hidung Elea dan Elea hanya memukul pria itu pelan atas aksinya tadi.
Cengkraman tangan Ethan pada tablet mengencang. Namun kemudian ia menghela napas dan menon-aktifkan tablet itu, menaruhnya diatas bangku dan kembali pada Freya.
"Kau ingin belajar pull up, kan?" Ethan menunjuk pull bar di atas yang ia yakin Freya tidak akan sampai meskipun ia sudah berjinjit.
"Ya, tapi sepertinya aku tidak sampai."
Sedetik setelah Freya mengucapkannya, Ethan sudah melingkarkan lengannya di sekitaran pinggul Freya lalu mengangkat wanita itu ke atas.
Freya terpekik pelan karena terkejut. Tapi selanjutnya ia rileks dan merasa senang. Disentuh seperti ini oleh Ethan membuat hormon serotoninnya meluap-luap.
"Cengkram palangnya, lalu angkat tubuhmu. Pelan-pelan saja, aku akan membantu," ujar Ethan memberikan instruksinya.
Freya diam-diam tersenyum lebar diatas sana. Ia sengaja sedikit melakukan kesalahan agar Ethan lebih lama mengajarinya dan juga menyentuhnya. Cara pria itu memegang tubuh bagian bawahnya sangat jantan menurut Freya, membuatnya melayang.
Setelah Freya lelah, ia meminta untuk istirahat sejenak sedangkan Ethan tetap melanjutkan olahraganya seolah ia tidak kenal kata lelah.
Ethan beralih ke alat incline chest press, di sana ia berbaring dan mulai mendorong alat tersebut ke atas dengan kedua tangannya. Dengan posisi seperti itu, Freya jadi tergoda untuk duduk di atasnya dan dia benar-benar melakukannya.
"Aku boleh duduk di sini?" Freya menunjuk paha Ethan, wajahnya penuh harap Ethan akan mengiyakannya.
Ethan menghela napas berat sembari menatap Freya. Entah kenapa, video Elea yang tadi ia lihat dari tablet terngiang dan kekesalannya mencuat kembali ke pemukaan. Mungkin harusnya Ethan menolak permintaan Freya, tetapi Elea sudah bersikap keterlaluan padanya, wanita itu sepertinya tidak memikirkan perasaannya. Jadi, alih-alih menolak, Ethan justru menerimanya.
"Silakan."
Dan Freya segera duduk dengan senyum manis dan tatapan menggoda yang terang-terangan ia hujamkan pada Ethan. Tidak yakin apa Ethan bisa menahannya atau tidak karena kekesalannya pada Elea membuat Ethan ingin melakukan sesuatu yang membuat Elea merasakan cemburu yang sama seperti yang ia rasakan.
***
Enam orang tersisa di vila memutuskan untuk menikmati matahari terbenam di sore hari. Pemandangannya begitu indah karena tidak terhalang oleh apapun. Tapi sayangnya keindahan itu tidak sampai ke hati beberapa dari mereka.Adrian dan Grace yang paling kacau hatinya. Dua-duanya sama-sama merasa jika sisa hari-hari mereka di vila tidak akan baik. Hal ini dikarenakan seseorang yang pertama kali menangkap perhatian mereka nyatanya tidak menunjukkan ketertarikan yang sama.Di lain sisi. Azalea dan Max sedang duduk diatas double-bed sun lounger dengan kacamata hitam yang bertengger manis di hidung mancung mereka. Sama-sama diam menikmati cahaya jingga yang terlihat sempurna di ujung laut sana."Jadi," Azalea memulai, "apa ada orang lain yang kau suka di vila ini?" tanyanya dengan pandangan yang terus lurus ke depan."Bukan suka. Tapi, sedari awal mataku tertuju pada dua orang. Kau dan Elea." Max berkata jujur. "Aku ingin mendekatkan diri dengan kalian berdua. Aku juga akan mengambil setiap k
Hari ketiga dimulai. Matahari perlahan beranjak dari ufuk timur. Semua orang mulai bersiap-siap memulai aktivitas yang sama seperti kemarin. Tetapi terkadang, apa yang akan terjadi hari ini bisa berbeda dari yang kemarin. Dan tentu setiap orang menginginkan perbedaan yang mengarah ke hal baik, bukan sebaliknya. Tepat di jam delapan pagi. Ethan dan Freya dipersilahkan untuk keluar dari kamar. Begitu mereka keluar, mereka langsung bertemu dengan pasangan satunya, Elea dan Kevin. Mereka berempat tidak berbicara apapun, hanya mengikuti langkah staf yang mengarahkan mereka ke rooftop hotel. "Bagaimana kencan kalian?" tanya Freya pada Elea dan Kevin. Matanya berbinar, memperlihatkan jika hatinya sedang dalam keadaan bahagia. "Tidak ada masalah, kan?" "Lumayan seru," sahut Elea dan tersenyum kecil. "Kami bermain jenga dan melakukan tantangannya. Malamnya kami hanya berbincang-bincang lalu tidur." "Oh baguslah." Freya tidak ingin menceritakan bagaimana harinya dengan Ethan jika Elea tidak
Hari menjelang sore. Suasana vila seperti hari-hari kemarin yang damai dan menyenangkan. Burung-burung yang bertengger di pohon-pohon sekitar vila berkicau, ditambah suara debur ombak yang terdengar samar-samar membuat semuanya semakin sempurna.Sayangnya, hal itu tidak mampu menjamah hati beberapa orang yang kini dilanda kekacauan. Grace, Kevin, Azalea dan Adrian contohnya. Mereka berempat tidak tahu hal tepat apa yang harus mereka lakukan agar hati mereka lega.Adrian duduk di pinggir kolam sendirian. Ia memeluk kakinya yang menekuk dan menatap lekat pemandangan matahari terbenam. Sampai saat ini, Adrian tidak bisa melihat wanita lain karena pandangannya terus tertuju ke Elea. Dan tadi ia melihat Ethan membawa wanita itu ke atap vila, sudah dua jam dan mereka belum turun juga. Adrian hanya berpikir, hari mereka di vila tidak berasa, tau-tau sudah hari ketiga, keempat atau seterusnya. Adrian juga tahu hal apa saja bisa terjadi di sini, karena memang orang-orang tidak bisa ditebak,
Pernah mendengar kalimat jika seorang wanita dan pria tidak bisa menjadi sepasang sahabat? Karena akan selalu ada yang menyimpan rasa untuk salah satunya.Jadi, meskipun Ethan mengatakan jika wanita yang baru datang itu adalah sahabatnya, tapi dari ekspresinya sepertinya bukan hanya sahabat, melainkan lebih. Elea menatap Delphi, jadi pihak produser menghadirkan seseorang yang sudah menjadi orang terdekat penduduk lama, ya? Apa hal itu tidak akan menimbulkan bencana? Entahlah, tapi perasaan Elea tidak enak."Tunggu." Grace menutup mulutnya yang ingin tertawa. "Kalian berdua tampak senang sekali melihat satu sama lain," ujarnya menunjuk Ethan dan Delphi."Memang benar. Bolehkah aku memeluknya sebentar?" Delphi menunjuk Ethan. Tapi, ia tidak perlu jawaban karena Ethan sendiri yang melangkah mendekat dan memeluknya, cukup singkat untuk ukuran sahabat yang sudah beberapa hari tidak berjumpa."Selamat datang, Delphi." Hanya itu ucapan Ethan sebelum ia berbalik ke tempatnya dan kembali meng
Hari ke lima di vila bertepatan dengan hari wanita. Grace sebagai satu-satunya orang yang ingat kalender tentu bersemangat memberitahu wanita lainnya agar mereka bisa merayakan hari spesial itu bersama.Di malam hari ke empat, Grace memberi aba-aba pada keempat wanita lainnya agar besok pagi bersiap-siap, mengenakan pakaian renang dan bersantai di pinggir kolam. Mungkin terdengar sepele, tetapi hal itu cukup menyenangkan dan menenangkan.Grace juga sudah memberitahu para pria tentang ini dan mereka semua setuju untuk ikut merayakannya dengan memperlakukan semua wanita seolah ratu, khusus hari itu.Jadi, hari kelima di vila mungkin adalah hari terbaik para wanita karena di hari itu mereka hanya akan menikmati pemandangan indah dari pantai, berjemur menikmati sinar matahari yang hangat, dan tidak perlu memikirkan apapun karena semua akan disediakan oleh para pria.Namun, apa yang dipikirkan para pria tampaknya sedikit melenceng dari kenyataan yang ada. Mereka pikir wanita-wanita mereka i
Setelah Ethan dan Elea selesai dengan urusan yang membuat rasa suka mereka makin berkembang untuk satu sama lain, mereka akhirnya keluar kamar dengan kemeja Ethan yang sudah melekat di tubuh Elea."Kau lelah?" tanya Ethan, menunduk melihat Elea yang sedang memeluk tubuhnya erat dengan kedua tangannya. "Kalau lelah, tidurlah dulu." Ethan mengecup ringan puncak kepala Elea."Kau memangnya tidak?" Elea mendongak, matanya kelihatan sayu. "Tidak. Aku malah lapar. Kau tidak lapar?"Elea menggeleng pelan. "Aku mengantuk," gumamnya. Elea merasa letih, jadi ia ingin tidur."Ya sudah, ayo ke kamar." Ethan membawa Elea ke kamar utama. Berjalan ke arah ranjang mereka dan menyelimuti tubuh Elea setelah wanita itu berbaring diatasnya. "Pakai saja kemejamu." Elea melepaskan kemeja Ethan dari tubuhnya dan memberikannya pada pria itu. "Tenang saja, tubuhku tidak akan terlihat. Aku kan pakai selimut," ujarnya dengan senyum lucu.Ethan tertawa kecil, ia tiba-tiba merasa gemas sampai tidak tahan untuk
Pagi-pagi sekali, di hari ke enam, satu surat mendarat lagi di kotak surat. Yang menemukannya kali ini adalah Elea. Sesuai dengan kebiasaan mereka, semua orang dikumpulkan agar bisa tahu apa isi pesan didalam surat tersebut."Siap?" Elea memandangi satu persatu wajah teman-temannya yang kaku. Ah ya, hari ini mungkin akan ada rasa-rasa menyebalkan yang timbul akibat peraturan kencan yang diluar ekspetasi mereka."Selamat pagi. Seperti yang kalian lihat jika ada sepuluh box dengan nama kalian di tiap pintu box, kalian harus memasukkan amplop cinta yang nantinya akan dibagikan ke kalian ke dalam box orang yang akan kalian ajak kencan. Pasangan yang akan berkencan akan kami umumkan setelahnya."Elea berbalik dan meletakkan surat itu diatas meja. Kemudian, di sampingnya ada sepuluh amplop berbentuk love berwarna merah dan nama-nama mereka tertera di sana.Elea menyimpan bagiannya. Ia lalu membagikan tiap amplop sesuai dengan namanya masing-masing. "Apa kita perlu bersekongkol saja agar tid
Tempat kencan kedua tidak seperti kencan pertama dimana mereka berada di sebuah hotel mewah dan menginap semalam di sana. Kencan kali ini, setiap pasangan harus sedikit berusaha karena mereka akan mengendarai sebuah sepeda motor sport ke tempat kencan mereka yang tentunya sudah disiapkan oleh kru acara.Namun, sebagus apapun tempat kencannya, bukan berarti tiga pasangan itu bersenang-senang sekarang. Justru malah sebaliknya. Seperti Ethan yang membujuk Elea untuk berhenti mendiamkannya. Theo yang sama sekali tidak digubris Arabella. Azalea yang tidak tahu harus bagaimana bersikap didepan Max."Tidak perlu canggung, Azalea." Max menatap pasangannya yang duduk didepannya. "Nikmati saja kencanmu. Jangan pikirkan aku."Azalea membuka mulutnya, hendak menjawab ucapan Max. Tapi, belum pun keluar satu kata, ia sudah menutup mulutnya lagi. Azalea bingung harus berkata apa sebagai balasannya, ia hanya cemas jika ia salah kata dan membuat Max semakin dingin padanya.Arabella dan Kevin duduk ber