Jovie sudah mulai bersiap untuk pulang ketika tiba-tiba Corey masuk ke dalam ruangannya dengan raut wajah serius dan sorot mata yang menatap tajam pada dirinya. Jovie mengerutkan kening, sambil menunggu Corey sampai berada di hadapannya, bersandar di meja kerja sementara dirinya sendiri masih duduk di kursi kerjanya.“Ada masalah apa? Kenapa wajahmu terlihat menyeramkan?” tanya Jovie dengan tatapan bingung.Corey melipat kedua tangannya di depan dada dengan tetap mengarahkan pandangannya lurus ke arah Jovie. “Katakan sejujurnya padaku. Kau dan Jace sekarang memiliki hubungan selain partner kerja?”Dada Jovie menjadi berdebar saat mendengar pertanyaan Corey. Saat ini, setiap dia mendengar nama Jace atau apa pun yang berkaitan dengan pria itu, jantungnya langusng berdebar tak karuan. Jovie tersenyum malu, sambil sedikit menganggukkan kepalanya dia menjawab, “Sebenarnya aku sudah berencana untuk menceritakan hal ini padamu, tapi ternyata justru kau yang bertanya lebih dulu.”Corey menyi
Jovie menatap heran pada sebuah kotak paket yang tergeletak di depan pintu apartemennya saat dia pulang kerja. Kotak yang tidak seberapa besar itu bahkan sangat ringan, mampu diraih oleh satu tangan oleh Jovie. Tidak ada nama pengirim yang tertera, tapi jelas tertulis bahwa penerima paket itu adalah dirinya.“Aneh,” gumamnya.Pasalnya, selama ini tidak pernah ada paket yang datang karena Jovie selalu membeli semua barang yang dia butuhkan langsung ke toko. Dia hampir tidak pernah berbelanja online kecuali untuk memesan makanan.Paket misterius itu pun pada akhirnya dia bawa masuk ke dalam apartemen dan diletakkan di atas meja ruang santai. Jovie penasaran dengan isinya, tapi dia merasa harus mandi air hangat dulu biar lelah di tubuhnya sedikit berkurang.Setelah mandi dan menyantap makan malam sederhananya, dia teringat dengan paket misterius yang masih berada di atas meja depan tv. Perlahan, dia membuka paket itu dan langsung terkejut ketika melihat isi di dalamnya. Puluhan fotonya y
Jovie keluar dari ruangannya, dengan kening mengerut dan langkah cepat. Beberapa detik yang lalu, interkom dari resepsionis berdering dan menyampaikan bahwa ada tamu asing yang memaksa untuk bertemu dengan Jovie. Entah siapa pun itu, Jovie merasa dia harus segera menemuinya.“Jovie Montgomery?” sapa seseorang itu dengan raut wajah ramah.Jovie tersenyum, menunjukkan sikap sopan dan ramah yang memang menjadi hal wajib pada setiap jasa pelayanan. “Benar, ada yang bisa dibantu?”“Ah, maafkan aku. Seharusnya aku mengenalkan diriku lebih dulu. Cassy Cowen.” Cassy mengulurkan tangannya pada Jovie, dengan anggun.Jovie membalas jabatan tangan Cassy sambil tersenyum. “Ada yang bisa kubantu, Nona Cowen?”Cassy menggandeng lengan Jovie sambil terkekeh. “Panggil saja aku Cassy, boleh aku memanggilmu Jovie saja? Aku ingin bersikap akrab denganmu.”Jovie merasa sangat aneh, tapi entah kenapa dia tidak bisa menolaknya. “Oke, Cassy. Boleh aku tanya, ada keperluan apa menemuiku? Kurasa aku tidak memi
Jovie tak pernah menyangka bahwa dirinya akan melihat pemandangan yang sama sekali tidak dia inginkan. Sesuatu yang selama seminggu ini telah coba dia tepiskan sampai akhirnya mengalah untuk menemui Jace. Namun sepertinya dia datang di waktu yang salah—atau justru di waktu yang benar?Jace membelalakkan matanya saat melihat Jovie berdiri di ujung lorong, melihatnya dengan tatapan tak percaya karena sedang berpelukan dengan wanita lain. Bukan, Jace bahkan tidak membalas pelukan Cassy. Namun sudah pasti Jovie salah paham dengan posisi Jace.“Lepaskan!” desis Jace pada Cassy.Cassy menyeringai, dia tetap mengeratkan pelukannya sampai Jace harus mendorongnya dengan sedikit kencang karena Jovie mulai berbalik pergi.“Jangan pergi, Jace!” ucap Cassy sambil menarik lengan Jace.Jace menatap tajam pada Cassy, menepis tangan wanita itu cepat dan segera mengejar Jovie yang hampir mencapai lift. Jace semakin mempercepat kakinya untuk berlari, beruntung sebelah tangannya berhasil menahan pintu sa
Jovie menghela napasnya dalam-dalam saat Corey lagi-lagi menghalangi langkahnya. Pria itu rupanya mulai tidak tahan dengan tingkah Jovie yang tidak seperti biasanya. Bahkan ketika kemarin Jovie meminta alamat Jace padanya, hal itu semakin menambah kecurigaannya tentang ada apa-apa dalam hubungan keduanya.“Hei, mau makan malam bersama?” tanya Corey.Jovie menggeleng pelan sambil memaksa untuk tersenyum. “Next time? Hari ini aku lelah sekali, ingin cepat istirahat,” ucapnya sambil melenggang pergi, menuju ke lobby setelah mereka keluar dari lift.Corey tak menyerah, dia kembali berjalan di sebelah Jovie sambil tetap berusaha untuk mengajak wanita itu bersamanya. Saat ini juga dia harus tahu apa yang sedang terjadi pada Jovie.“Ayolah, aku bosan setengah mati karena setiap hari makan sendirian. Aku akan traktir apa pun yang kau inginkan.” Corey kembali mencoba.Jovie memutar kedua bola matanya, kemudian menatap Corey dengan tatapan malas. “Serius, Corey. Aku lelah sekali. Besok, atau mu
Jovie menarik tangan Corey saat pria itu akan menjawab panggilan telpon dari Jace dengan raut wajah memohon. “Jangan membahas masalah yang kuceritakan semalam, dan jangan memberitahunya aku mengalami kecelakaan hari ini. oke?”Meskipun Corey tidak sependapat dengan apa yang diinginkan Jovie, tapi pada akhirnya dia mengangguk untuk menyetujui. Dia keluar dari ruangan untuk menerima panggilan itu, meninggalkan Jovie yang masih melihatnya dengan raut cemas.Tak lama, Corey kembali masuk ke ruangan emergency room, bertepatan dengan sang dokter yang mencari wali dari Jovie untuk menyampaikan informasi terkait kondisi Jovie.“Karena ada benturan yang keras di kepala Nona Montgomery, kami menyarankan rawat inap satu malam untuk memantau efek sampingnya. Jika besok siang tidak terjadi masalah, maka Nona Montgomery bisa pulang,” ucap dokter menjelaskan.Corey mengangguk tanpa berpikir lagi. “Tolong siapkan kamar VIP untuk Nona Montgomery, Dok. Saya akan menanda tangani persetujuan rawat inap s
“Maafkan aku,” ucap Jovie pada akhirnya. “Kurasa kita tidak bisa bersama lagi. Sekalipun mencoba untuk kembali, pasti hubungan kita tidak akan bisa sama seperti sebelumnya.”Jace tak ingin menyerah begitu saja. Bahkan puluhan penolakan dari Jovie pun akan dia terima dengan lapang dada asalkan wanita itu pada akhirnya bersedia untuk kembali membuka hati padanya.“Bagaimana kau bisa menyimpulkan tentang hubungan kita yang tidak akan bisa sama seperti sebelumnya jika kita tidak mencobanya lagi?” jawab Jaec sedikit memaksa.Jovie kembali menunduk. Entah bagaimana lagi dia harus menjelaskan semuanya agar Jace mengerti tentang apa yang dia rasakan. “Semua hal yang telah kulihat dan kudengar, sulit untuk menghilangkannya begitu saja. Jadi, daripada hal itu akan menjadi senjata pada hubungan kita nantinya, lebih baik benar-benar kita akhiri sampai di sini saja.”Perasaan sakit semakin menyebar dari dadanya. Jovie memang serius dengan ucapannya, tapi dia tidak menyangka dengan mengatakannya sep
“Nona Montgomery, ada Tuan Sherwood yang menunggumu di lobby,” ucap resepsionis melalui interkom yang menghubungkan langsung pada ruangan Jovie.Kening wanita itu mengerut dalam. Semua perkataannya di rumah sakit waktu itu, nyatanya tidak pernah didengarkan oleh Jace. Well, mungkin saja didengarkan, tapi tidak untuk dilakukan. Pria itu benar-benar akan melakukan hal sesuka hatinya.“Baiklah, sebentar lagi aku akan turun. Terima kasih.”Jovie meletakkan gagang interkom dengan dengkusan kasar dari hidungnya. Dadanya berdebar kencang. Jovie mulai kesal pada dirinya sendiri karena tiba-tiba menjadi gugup karena kedatangan pria berengsek itu. Berkali-kali dia mengancam hatinya sendiri untuk tidak menunjukkan eskpresi selain dingin dan angkuh.Suara ketukan high heels dari langkah kaki Jovie terdengar berirama. Kaki jenjangnya melangkah pasti saat keluar dari lift. Sosok yang dia kenal telah berdiri di sana, menunggunya.“How’s your day, Jovie? Semuanya lancar dan baik-baik saja?” tanya Jace