Wanita berambut cokelat madu itu hanya bisa diam saat Carl menggandeng tangannya keluar dari labirin. Ia terpaksa menjejak kenyataan begitu Carl mengakhiri ciuman dan mengajaknya kembali ke kamar. Ia bahkan tak begitu sadar saat berhasil keluar dari area taman. Sesekali, Carl menoleh ke sampingnya. Menatap wajah istrinya yang tadi sempat pucat. Kini, wanita itu hanya terdiam. Meski tak sepucat beberapa menit lalu, tapi, ada raut muram di sana. Carl menutup pintu kamarnya usai Kate masuk lebih dulu.“Kate, apa yang kau pikirkan? Kau terlihat muram.”“Tidak, tidak ada.”“Apa kau masih merasa takut karena ingatan buruk?”Pria jangkung itu berjalan mendekati Kate yang menggelengkan kepala sekali lagi.“Tidak.”“Jadi, kenapa wajah cantikmu terlihat murung?”“Aku tidak ... seperti itu.”“Apa kau kecewa akan sesuatu?”Jari Carl menyapu lembut bibir Kate. Membuat mata berwarna cokelat itu melebar seketika. Tangan Kate terangkat, memegang lengan besar Carl.“Aku ingin tidur
Wanita berambut pendek dengan style oval layer itu berjalan dengan santai bersama seorang wanita berambut pirang di pusat kota. Seraya bercengkerama dan tersenyum satu sama lain, keluar masuk dari beberapa toko pakaian, mereka kini memasuki sebuah kafe. Kate membiarkan Ed dan Mary ikut serta meski duduk di meja berbeda.“Kurasa hubunganmu dan Carl berjalan lancar.”Pernyataan awal dari Elena membuat Kate mengalihkan pandangan ke sahabatnya itu. Ia bersandar dengan santai seraya tersenyum.“Ya, setelah sekian lama aku tak mau bicara dengan siapa pun.”“Lalu, apa yang mengubahmu, hingga kau mau bicara dan kembali seperti biasa?”“Ada hal yang ia janjikan. Carl berjanji akan menuruti semua permintaanku.”Elena mengerutkan keningnya. Kate, bukan tipe orang yang bertindak impulsif. Ia senang sahabatnya itu sudah mau bicara dengan orang lain dan kembali menjadi Kate yang dulu setelah mengalami kejadian penculikan dan kehilangan bayinya. Bahkan, sempat menyalahkan sepenuhnya kepa
Wanita bergaun sederhana warna biru itu tak bergerak sesenti pun dari tempatnya. Ia bahkan menahan napas selama beberapa detik agar Ed dan Mary tak menyadari keberadaannya. Hingga seekor kucing mendadak keluar dari persembunyian dan berlari seraya bersuara keras. Melewati Ed dan Mary dengan santainya. Jantung Kate serasa ingin lepas. “Kita kembali saja ke mansion.” Suara Mary terdengar, keduanya lalu melangkah pergi dari area labirin. Meninggalkan Kate yang napasnya terengah-engah setelah sempat menahan napas cukup lama. Belum selesai mengatur napasnya, mendadak sebuah lengan besar melingkupi pinggangnya. “Kau kenapa? Seperti barusan melihat hantu.” Carl menatap istrinya dengan kening berkerut. Wajah Kate tampak terkejut, wanita itu memukul lengannya dengan keras. “Kau lagi! Selalu mengagetkan dan tiba-riba muncul.” “Ada apa? Kenapa melihat ke arah itu terus?” Kate berdehem sesaat. Tak hanya mengatur napasnya, tapi, juga suaranya. Setelah embusan napas panjang sekali, ia berba
Tak ada penerangan di sekitar, meski begitu, sinar rembulan yang terang cukup membantunya melihat jalanan. Kate berlari menembus tempat itu. Kaki telanjangnya menginjak ranting-ranting yang jatuh. Menggores luka yang tak ia hiraukan. Yang ia tahu hanya harus lari. Napasnya yang terengah tak menghalangi Kate untuk berlari lebih cepat hingga di tempat yang dipenuhi cahaya bulan itu. Tanah lapang yang membuatnya bernapas lebih baik. Saat menoleh ke belakang, di belakangnya terlihat hutan yang rimbun dan gelap. Ia berjalan perlahan ke depan. Pria dengan kemeja putih itu berdiri membelakanginya. Tapi, dari jarak mereka, Kate yakin dengan postur dan figur wajah yang sedikit menoleh ke belakang itu. Pria yang berdiri di tepi jurang itu tak sepenuhnya menoleh. “Carl.” Tak ada jawaban, pria itu kini justru menatap ke depan dan perlahan melangkah maju. Kate berlari, mencoba meraih lengan pria yang menyingsihkan lengan kemeja itu. Tinggal satu langkah lagi, dan ia gagal meraihnya karena
Wanita dengan bulu mata lentik itu menyandarkan kepala ke kaca mobil dan menutup mata. Mengatur napasnya sebaik mungkin, hingga ia merasa pria di sebelahnya itu bergeser mendekat. Mengubah posisi kepalanya menjadi bersandar ke pundak kokoh itu. Kate membiarkan saja hingga sampai di mansion. “Tak apa, biar aku saja.” Terdengar suara berat Carl saat pintu mobilnya dibuka. Sesaat kemudian, Kate merasa tubuhnya melayang. Tentu saja, karena Carl menggendongnya sampai kamar. Kesadarannya semakin turun dan menyerah pada mimpi begitu punggungnya menyentuh ranjang yang lembut itu. Beberapa jam berlalu, sejak Kate tertidur. Wanita dengan aroma khas mawar itu perlahan membuka matanya. Tangannya menjangkau ke sebelahnya. Ia sendirian. Tangan lentik itu lalu memegangi kening, sakit kepalanya mulai berkurang berkat tidur beberapa jam. Melihat tak ada kilau sinar matahari yang masuk, ia tahu malam sudah tiba. Mengerjapkan mata dengan lemah beberapa kali, Kate mengedarkan pandangannya. Suara
Kate turun dari punggung Carl saat mereka mencapai salah satu sisi kolam. Kate mengeluarkan tangannya untuk berpegangan pada tepi kolam. “Aku tidak banyak berenang saat kecil. Jadi, aku tak bisa berenang. Tapi, ternyata ini lebih menyenangkan dari yang kukira, Carl.” “Bukankah ini tergantung dengan siapa kau berada di kolam renangnya? Karena denganku tidak pernah membosankan, kan?” Wanita berhidung mancung itu hanya mencibir saat mendengar nada penuh percaya diri Carl. Tapi, mungkin juga karena suasana hotel dan kolam yang di desain romantis, menjadikan semua ini menyenangkan untuknya. Kate melepas pegangannya dan perlahan menjauh dari tepi. Hanya beberapa langkah dan ia hampir terpeleset. Beruntung dengan sigap Carl mengawasinya dan menangkapnya dengan cepat. “Ini bisa jadi menakutkan dalam sesaat,” ucap Kate dengan terkejut. Ia berpegangan erat ke lengan Carl. “Lebih baik kita pindah ke sana. Kolam itu lebih dangkal.” “Apa airnya hangat seperti di sini?” “Ya, tadi aku sud
“Kate, aku ingin tahu, sebenarnya kenapa kau ingin kita menginap di rumah ibu Drake saat dua hari terakhir kita berbulan madu?”“Aku punya kejutan untukmu. Nanti kuberitahu saat kita sampai di sana.”Meski mengerutkan kening, Carl mengangguk setuju. Mereka baru saja selesai merapikan barang bawaan ke dalam koper.“Sudah siap semuanya. Kalau begitu, ayo kita berangkat.” Dengan senyum lebar dan semangat menggebu, Kate keluar dari kamar bersama Carl. Berangkat untuk memulai perjalanan selanjutnya, menuju ke rumah Mama Lily, ibu mertua Elena. Total waktu dibutuhkan untuk sampai ke rumah itu setengah jam lebih sedikit. Seperti yang Elena katakan, Mama Lily sudah menanti kedatangan tamunya. Begitu terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya, wanita tua yang masih energik itu segera keluar untuk menyambut.“Wah, anak-anakku sudah datang. Selamat datang Kate, Carl.”Kate yang baru turun dari mobil berjalan cepat mendekati Mama Lily dan memeluk ibu mertua sahabatnya itu.
“Tunggu sebentar.”Gabriel beranjak pergi dari kursinya, kembali ke area dapur mansion. Meninggalkan Kate dan Carl sendiri.“Pria yang menarik,” ucap Carl seraya melirik ke arah Kate.“Ya, kurasa dia cocok denganmu.”“Sepertinya menurutmu kata ‘menarik’ termasuk dalam artian penampilan juga, kan?”“Tentu saja, kau bisa lihat, kan. Oh, aku lupa, kenapa mengatakan ini pada pria yang bahkan cemburu dengan adikku sendiri.”Wanita dengan dress krem santai selutut itu sengaja menggoda suaminya.“Waktu itu kita belum tahu kalau Ed adik kandungmu. Lagi pula kalian tampak mirip dan ... akrab, lebih akrab dibandingkan denganku.” Kate tertawa ringan seraya menggelengkan kepala pada Carl yang membuat alasan itu. Tapi, memang harus ia akui, Carl cukup sering bersikap kekanakan seperti ini. Saat melempar pandangan ke arah lain, keduanya melihat seorang pria tua berjalan kesulitan seraya membawa kota kayu berisi sekumpulan wine. Carl pun segera meluncur mendekati pria tua itu dan memban