Tak ada penerangan di sekitar, meski begitu, sinar rembulan yang terang cukup membantunya melihat jalanan. Kate berlari menembus tempat itu. Kaki telanjangnya menginjak ranting-ranting yang jatuh. Menggores luka yang tak ia hiraukan. Yang ia tahu hanya harus lari. Napasnya yang terengah tak menghalangi Kate untuk berlari lebih cepat hingga di tempat yang dipenuhi cahaya bulan itu. Tanah lapang yang membuatnya bernapas lebih baik. Saat menoleh ke belakang, di belakangnya terlihat hutan yang rimbun dan gelap. Ia berjalan perlahan ke depan. Pria dengan kemeja putih itu berdiri membelakanginya. Tapi, dari jarak mereka, Kate yakin dengan postur dan figur wajah yang sedikit menoleh ke belakang itu. Pria yang berdiri di tepi jurang itu tak sepenuhnya menoleh. “Carl.” Tak ada jawaban, pria itu kini justru menatap ke depan dan perlahan melangkah maju. Kate berlari, mencoba meraih lengan pria yang menyingsihkan lengan kemeja itu. Tinggal satu langkah lagi, dan ia gagal meraihnya karena
Wanita dengan bulu mata lentik itu menyandarkan kepala ke kaca mobil dan menutup mata. Mengatur napasnya sebaik mungkin, hingga ia merasa pria di sebelahnya itu bergeser mendekat. Mengubah posisi kepalanya menjadi bersandar ke pundak kokoh itu. Kate membiarkan saja hingga sampai di mansion. “Tak apa, biar aku saja.” Terdengar suara berat Carl saat pintu mobilnya dibuka. Sesaat kemudian, Kate merasa tubuhnya melayang. Tentu saja, karena Carl menggendongnya sampai kamar. Kesadarannya semakin turun dan menyerah pada mimpi begitu punggungnya menyentuh ranjang yang lembut itu. Beberapa jam berlalu, sejak Kate tertidur. Wanita dengan aroma khas mawar itu perlahan membuka matanya. Tangannya menjangkau ke sebelahnya. Ia sendirian. Tangan lentik itu lalu memegangi kening, sakit kepalanya mulai berkurang berkat tidur beberapa jam. Melihat tak ada kilau sinar matahari yang masuk, ia tahu malam sudah tiba. Mengerjapkan mata dengan lemah beberapa kali, Kate mengedarkan pandangannya. Suara
Kate turun dari punggung Carl saat mereka mencapai salah satu sisi kolam. Kate mengeluarkan tangannya untuk berpegangan pada tepi kolam. “Aku tidak banyak berenang saat kecil. Jadi, aku tak bisa berenang. Tapi, ternyata ini lebih menyenangkan dari yang kukira, Carl.” “Bukankah ini tergantung dengan siapa kau berada di kolam renangnya? Karena denganku tidak pernah membosankan, kan?” Wanita berhidung mancung itu hanya mencibir saat mendengar nada penuh percaya diri Carl. Tapi, mungkin juga karena suasana hotel dan kolam yang di desain romantis, menjadikan semua ini menyenangkan untuknya. Kate melepas pegangannya dan perlahan menjauh dari tepi. Hanya beberapa langkah dan ia hampir terpeleset. Beruntung dengan sigap Carl mengawasinya dan menangkapnya dengan cepat. “Ini bisa jadi menakutkan dalam sesaat,” ucap Kate dengan terkejut. Ia berpegangan erat ke lengan Carl. “Lebih baik kita pindah ke sana. Kolam itu lebih dangkal.” “Apa airnya hangat seperti di sini?” “Ya, tadi aku sud
“Kate, aku ingin tahu, sebenarnya kenapa kau ingin kita menginap di rumah ibu Drake saat dua hari terakhir kita berbulan madu?”“Aku punya kejutan untukmu. Nanti kuberitahu saat kita sampai di sana.”Meski mengerutkan kening, Carl mengangguk setuju. Mereka baru saja selesai merapikan barang bawaan ke dalam koper.“Sudah siap semuanya. Kalau begitu, ayo kita berangkat.” Dengan senyum lebar dan semangat menggebu, Kate keluar dari kamar bersama Carl. Berangkat untuk memulai perjalanan selanjutnya, menuju ke rumah Mama Lily, ibu mertua Elena. Total waktu dibutuhkan untuk sampai ke rumah itu setengah jam lebih sedikit. Seperti yang Elena katakan, Mama Lily sudah menanti kedatangan tamunya. Begitu terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya, wanita tua yang masih energik itu segera keluar untuk menyambut.“Wah, anak-anakku sudah datang. Selamat datang Kate, Carl.”Kate yang baru turun dari mobil berjalan cepat mendekati Mama Lily dan memeluk ibu mertua sahabatnya itu.
“Tunggu sebentar.”Gabriel beranjak pergi dari kursinya, kembali ke area dapur mansion. Meninggalkan Kate dan Carl sendiri.“Pria yang menarik,” ucap Carl seraya melirik ke arah Kate.“Ya, kurasa dia cocok denganmu.”“Sepertinya menurutmu kata ‘menarik’ termasuk dalam artian penampilan juga, kan?”“Tentu saja, kau bisa lihat, kan. Oh, aku lupa, kenapa mengatakan ini pada pria yang bahkan cemburu dengan adikku sendiri.”Wanita dengan dress krem santai selutut itu sengaja menggoda suaminya.“Waktu itu kita belum tahu kalau Ed adik kandungmu. Lagi pula kalian tampak mirip dan ... akrab, lebih akrab dibandingkan denganku.” Kate tertawa ringan seraya menggelengkan kepala pada Carl yang membuat alasan itu. Tapi, memang harus ia akui, Carl cukup sering bersikap kekanakan seperti ini. Saat melempar pandangan ke arah lain, keduanya melihat seorang pria tua berjalan kesulitan seraya membawa kota kayu berisi sekumpulan wine. Carl pun segera meluncur mendekati pria tua itu dan memban
“Semua tentang Gabriel, tak sebanding denganmu, sayang. Kau tetap favoritku.”“Memangnya apa yang kau sukai dariku dibandingkan dengannya?” tanya Carl seraya tersenyum puas.“Mmm, sebenarnya tak perlu membandingkan. Tapi, aku suka tampilan maskulin di wajahmu dan kulit kecokelatanmu.”“Bukankah lebih baik yang sama putihnya denganmu?”“Kalau begitu apa kau ingin aku pergi ke tempat Gabriel saja?”Kate mengancam candaan Carl seraya berpura-pura akan berdiri. Tentu saja pria itu tak mau membiarkannya. Carl memperkuat pelukannya.“Aku hanya bercanda. Senang mendengar istriku memberiku predikat favorit.”Kate menyembunyikan kepalanya dalam pelukan Carl. Ia mengirup aroma woody khas suaminya itu yang membawa ketenangan dalam hatinya. Terasa aman dan nyaman.“Carl, apa kau bisa memberiku sesuatu?”“Apa yang kau minta?”“Bisakah kau berjanji untuk lebih terbuka padaku? Maksudku dalam hal penting di hidupmu.”Ada jeda dengan perkataan Kate sebelum Carl menjawab.“Aku janji.”“Ken
Hangat sinar matahari pagi yang turut mencerahkan hari membuat Kate ingin berlama-lama berdiri di balkon kamar. Embusan angin tipis yang menyegarkan semakin candu, Kate memejamkan matanya dan merentangkan kedua lengan. Jika bisa, ia masih ingin tetap tinggal di rumah Mama Lily sedikit lebih lama.“Sayang, malas pulang ke Inggris ya?”Lengan Carl melingkari pinggang ramping Kate seraya menundukkan kepalanya. Mencoba menatap wajah dengan mata masih terpejam itu sebaik mungkin.“Ketahuan, ya. Kalau saja masih ada beberapa hari tersisa untuk kembali.”“Mau pulang dua hari lagi?”“Tidak, Carl. Kita harus pulang sesuai jadwal. Pekerjaanmu pasti sudah menumpuk.”“Kita bisa ke sini lain kali, asal Mama Lily mengizinkan.”“Memangnya boleh mengambil cuti lagi?”“Boleh, Kate. Kau lupa siapa presdirnya?”Kate membalikkan tubuhnya, ia melingkari leher Carl dengan lengannya.“Maaf, Tuan, saya hampir lupa siapa presdir di Spentwood grup.”“Itu cukup mengecewakan, istriku.” Ke
Wanita dengan dress semi formal itu memasuki gedung diikuti dua pengawalnya. Kate Hepburn membuat janji temu dengan tahanan bernama Letisha. Wajah Mary dan Ed sejak awal memasuki area bangunan itu sudah tegang. Setelah berbicara sesaat dengan seorang petugas di bagian administrasi, Kate diminta menunggu hingga namanya dipanggil.“Ini bukan hal bagus. Apa yang ingin kau ketahui dari Leti?” tanya Ed.“Apa aku tidak boleh bertemu orang yang membuatku kehilangan bayi? Aku hanya akan mengucapkan salam. Tak perlu tegang, jika Carl tahu, aku yang akan mengatasi semuanya sendiri.” Tak butuh waktu lama untuk Kate dipanggil petugas. Ed dan Mary mengikuti hanya sampai ruangan luar yang diperbolehkan. Dengan tenang, wanita yang mengikat rapi rambut pendeknya itu menanti dengan sabar. Ruangan tak cukup besar itu di sekat oleh lapisan kaca. Kaca itu sebagai dinding pembatas antara pengunjung dengan tahanan yang dipanggil. Beberapa menit kemudian, seorang wanita muncul dari balik