Wanita yang kini menyandang status sebagai istri Carlos Rionard Spentwood itu menghela napas panjang. Ia mengalihkan pandangan ke arah pintu menuju balkon yang terbuka. Kate berjalan menuju balkon, merasakan angin sepoi yang menerpa ke arahnya. Pikirannya kembali mengingat poin-poin perjanjiannya sebelum menikah dengan Carl. Menemukan Ed, adiknya, adalah syarat penting. Sebagaimana Carl yang membutuhkan status menikah untuk menyempurnakan syarat menjadi pewaris sah di keluarga Spentwood.“Kate.”Suara bariton Carl yang berdiri di sampingnya membuat lamunan Kate buyar. “Aku mengerti jika menikahiku menyempurnakan syarat sebagai pewaris. Tapi, mendengar dari mulutmu untuk yang kedua kalinya terasa aneh.”Carl dengan mudah menggamit pinggang istrinya itu lalu memeluknya.“Itu hanya untuk memperkuat alasan. Sudah kubilang, perasaanku padamu tidak pernah berubah sejak aku dengan gigih memintamu menjadi kekasihku. Ya, meski saat itu mungkin kau berpikir aku ini bodyguard t
Perlahan, mata cokelat Kate terbuka. Ia melihat Carl yang mengusap lembut pipinya, menyambut pagi yang cerah hari itu.“Maaf kalau aku membangunkanmu. Aku hanya ingin berpamitan berangkat ke kantor.”“Jam berapa ini?”“Sebentar lagi jam 8. Tidurlah kembali, kau terlihat lelah.”Membalas Carl dengan senyuman, Kate membiarkan suaminya itu pergi dari kamarnya usai mengecup keningnya. Akhir-akhir ini pria itu sangat sibuk. Bahkan, saat Kate telah tertidur, Carl baru pulang. Mereka bisa berbicara sedikit lebih lama saat sarapan. Hari ini, ia terlambat bangun, karena itu tak sempat berbicara lebih banyak. Setelah bangun dan bersiap menuju studio melukisnya, Kate bertemu dengan Mary di dekat tangga.“Nyonya, ada barang-barang baru, beberapa kanvas, cat air, dan bahkan palet baru saja datang. Ada kursi khusus untuk Anda juga agar bisa lebih nyaman duduk saat melukis.”“Mary, aku tidak membeli apa pun akhir-akhir ini.”“Bukan Anda, tapi, Tuan Carl yang membeli untuk Anda.”K
“Apa? Jadi, ayahmu ...”“Ya, bisa dibilang sudah melalukan KDRT karena menyiksa ibuku dan anak-anaknya.”Sepasang mata cokelat itu menatap iris mata hitam dalam diam. Cukup lama Carl tak menanggapi. Pria itu lalu merebahkan diri di samping Kate, menatap istrinya dari samping.“Berapa lama kalian mengalami hal itu?”“Dua tahun adalah waktu yang cukup parahnya. Hingga akhirnya ibu memilih perceraian sebagai jalan keluar.”“Lalu, orang tua kalian sepakat membagi kalian berdua?”“Tidak, awalnya mereka sepakat menyerahkan asuhan pada ibuku saja. Tapi, saat Ed pulang sekolah, tiba-tiba ia menghilang. Kami mencoba mencarinya ke mana pun tapi tak bisa menemukannya.”“Mungkin, kalian tak bisa menemukannya karena mereka sudah pergi ke Italia.”“Sepertinya begitu, jika menilik informasi darimu.” Kate menghadap ke samping, mengamati ekspresi Carl yang tak terbaca. Suaminya itu menghela napas panjang beberapa kali.“Aku sedih dan menyesal, kau harus mengalami masa sulit seperti it
“Sialan! Siapa kau? Di mana Lex sekarang?”“Kau pasti tahu siapa aku. Anggota dari Lucchee. Temui kami dan negosiasi ulang. Itu yang kami inginkan.”Senyum miring dari Carl muncul. Ia tak menduga harus berhadapan lagi dengan kelompok mafia Lucchee itu. Sedangkan Kate mengamati Carl dengan kening berkerut. Tak ada yang bisa ia lakukan kecuali mendengarkan dan mengamati ekspresi Carl yang berubah drastis.“Berikan teleponnya pada Lex. Aku harus memastikan dia baik-baik saja.”“Halo, Tuan, ini aku, Lex.”“Di mana kau?”Telepon terdengar diambil alih lagi oleh kelompok yang disebut Lucchee itu.“Temui aku besok di tempat biasa. Malam ini aku akan langsung terbang ke Inggris untuk negosiasi kita. Aku tunggu kedatanganmu, Carl. Itu pun kalau kau ingin Lex masih utuh.”“Cukup pegang janjimu saja. Jangan bertele-tele.”Carl lalu menutup teleponnya lebih dulu. Di sisi lain ia lega mendengar suara Lex, tapi, di sisi lain ia juga gusar. Carl bisa menduga apa yang hendak dilakukan kelom
“Apa maksudmu?” tanya Carl dengan kening berkerut.Matteo tertawa kembali, tak menghiraukan wajah penasaran Carl. Pria itu mengedarkan pandangan ke sekitar.“Matteo!” bentak Carl dengan keras.“Adik iparmu ada di sini. Kenapa kau jauh-jauh ke Italia?”Matteo melemparkan sebuah dokumen kepada Carl. Dengan lirikan tajam, pria berambut hitam itu segera membuka lalu membaca isi dokumennya. Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Setelah Carl selesai membacanya, ke kembali merapikan dokumen itu.“Syaratku yang ketiga, lihat saja kalau kau sampai melanggarnya, Matteo.”“Ya, ya, sekarang kau sudah tahu, kan?”“Aku akan mengecek ulang informasi darimu.”“Kau pikir aku serendah itu tak bisa mencari seseorang? Itu hal yang mudah untuk orang seperti kita, kan, Carl?”Pria bermarga Spentwood itu beranjak dari posisinya seraya membawa dokumen di tangannya. Ia menoleh ke arah Lex dan Edward.“Kita pergi.”“Sampai jumpa lagi, Carl.”Dengan senyum lebar Matteo, pria berambut panjang itu
Sepasang mata beriris cokelat itu melebar saat menatap pria di depannya. Tangannya meremas genggaman tangan Carl.“Selamat pagi, Nyonya.”“Edward.”“Kate, Edward adalah adikmu, yang selama ini kau cari.”“Apa? Tapi, namanya ....”“Itu nama ayah. Kalau Nyonya masih ingat.” Mata Kate berkaca-kaca saat memperhatikan senyum canggung Edward. Bukan, yang benar Edmond. Dengan cermat, ia mengamati Ed. Rambut cokelat madu, alis tebal, dan mata beriris cokelat itu sama persis dengannya. Belum lagi tatapan sendu yang tersirat dari sorot mata Ed, jelas sorot mata sendi yang sama dengan adik kecilnya. Kate beranjak dari duduknya, dengan ragu mendekati Edmond. Satu persatu air matanya jatuh saat menyadari betapa kemiripan dan wajah bodyguard barunya itu sama dengan adik kecilnya. Perlahan, tangan gemetar itu terangkat, mengusap wajah Ed. Mengingatkan padanya yang kerap menenangkan Ed yang sedang menangis dengan cara itu.“Maaf, aku tak segera mengenalimu. Harusnya aku ....”
“Jadi, yang saat ini Leti lakukan adalah mengincar istrimu.”“Kate? Kenapa?”“Aku tak tahu, tapi, yang jelas, dia sedang menggali banyak informasi.”Hening sejenak, pikiran pria setinggi 188 cm itu menerka-nerka, apa yang akan Leti lakukan setelah ini. Jika itu terkait dengan Kate, ia harus menemukan cara untuk mencegah hal buruk terjadi.“Hanya itu?”“Sementara hanya itu yang kutahu. Lebih baik kau waspada pada kemungkinan celah-celah dari pekerjaanmu juga. Celah sedikit pun, itu jadi bahan untuk Leti menyerangmu.”“Aku mengerti, terima kasih untuk informasinya.”“Tak masalah, jadi, kapan aku bisa melihat putriku diajari oleh Kate.”“Akan kubicarakan dulu dengannya. Aku akan mengabarimu lebih lanjut.”“Bagus, kutunggu, sebaiknya kau cepat.”Carl beranjak dari duduknya, Brianna pun mengikuti. Dua kakak beradik itu berjalan santai menuju taman.“Melukis, bukankah itu kebiasaan ibumu? Mirip sekali istrimu dengannya?”“Ya, kali ini harus kuakui, kau benar.”“Kulihat, Kate w
Ed mengamati bergantian, antara kakaknya dan Carl. Sejak tadi, kakak iparnya itu memperhatikan gerak gerik Kate.“Makan yang banyak, Kate.”Suara bariton itu membuat Kate langsung mencibir. Seraya menatap suaminya dengan tatapan tajam, ia menggelengkan kepala dengan suara sok perhatian dari Carl.“Kak, apa kau lelah? Sepertinya Kakak perlu istirahat.”“Ya, aku hanya lelah dan kurang tidur akhir-akhir ini,” sahut Kate singkat seraya tersenyum ke arah Ed.“Biar kusuruh staf untuk membuatkanmu jus setelah ini,” Carl kembali bergabung dalam pembicaraan.“Ed, di sini ada yang pura-pura tak tahu penyebab aku kelelahan. Biarkan saja.”Sindiran Kate langsung membuat adiknya paham. Ia melirik ke arah kakak iparnya yang bersikap santai saja sejak tadi.“Aku sudah selesai makan. Ed, habiskan makananmu dan istirahatlah.” Wanita yang mengurai rambut panjangnya itu bergegas kembali ke kamarnya. Ia hanya ingin merebahkan diri di ranjang. Beberapa hari terakhir ini, ia mudah lelah
Senyum hangat dari wajah cantik itu terlihat. Seraya mengangkat telapak tangan dan mengamati jari lentiknya dari balik sinar matahari yang menembus kaca mobil, Kate tak berhenti takjub. Sementara pria yang mengemudi di sampingnya menggelengkan kepala beberapa kali.“Begitu senangnya ya memakai cincin itu?” tanya Carl dengan mata yang masih fokus ke jalanan.“Ya, apa lagi jika terkena terpaan sinar, bulannya tampak bersinar.” Wanita berambut cokelat itu menurunkan tangannya, menoleh ke arah suaminya yang terkekeh melihat sikapnya.“Cincin itu memang cocok untukmu, begitu kau pakai langsung terasa pas di jarimu.”“Ya, kupikir ukuran jari ibuku bisa dibilang sama denganku.”“Kau memang ditakdirkan menjadi pemilik cincin itu, sayang.”“Ngomong-ngomong, kita mau ke mana?”“Hampir sampai. Kejutan besar untukmu sudah menanti.” Tak sampai lima menit kemudian, mobil yang dikendarai pasangan suami istri itu masuk ke sebuah pelataran yang asri. Rumput hijau yang menyegark
Makan malam berlangsung dengan tenang, bahkan terlewat tenang hingga untuk menelan makanan pun, Kate merasa terdengar jelas. Ia lebih banyak menyimak pembicaraan ketiga pria di ruangan itu.“Jadi, kau sudah berjanji pada kami untuk membantu tiga bar yang akan dibangun di Inggris, Carl, tepati janjimu.”Suara dalam dari kakek Carl terdengar. Wibawa yang kentara jelas dari nada suara pria tua itu mengalihkan pandangan Kate ke suaminya.“Ya,” jawabnya singkat.“Ini tidak berat kan, Carl, ekspresimu kenapa harus seperti itu? Kau lupa bagaimana ekspresimu dulu saat menebas habis musuh-musuhmu? Bahkan, seorang Carl tak akan bergeming dengan darah yang terciprat ke wajahnya.”Matteo menimpali dengan sikap menyebalkannya, sementara Kate menatap tanpa berkedip ke arah Matteo. Sedangkan kakek Carl hanya menghela napas panjang. Pria tua dengan jubah tidur yang mewah itu menatap Matteo.“Jaga sopan santunmu di depan seorang lady.”“Aku tidak berpikir dia lupa seperti apa suaminya, Tu
Pria dengan iris mata warna cokelat terang itu terkekeh melihat sikap Carl yang tak bersahabat. Lalu, kembali menatap ke arahnya. Kate Spentwood kini jelas melihat warna iris mata cokelat cerah itu kebalikan dari pemiliknya. Rahang tegas, tubuh tinggi besar dan sorot mata licik yang menambah kesan kasar mampu dirasakannya. Tapi, bukan Kate namanya jika ia merasa terintimidasi.“Selamat siang, Tuan Matteo,” sapa Kate dengan ramah. Pria itu masih berdiri di sampingnya.“Jadi, apa Anda yang menyebabkan sahabatku ini enggan pulang ke rumah Ketua?”“Abaikan saja dia, Matteo memang selalu sekasar ini.”“Tak apa, Carl aku bisa mengerti. Tuan, kenapa Anda pikir saya yang membuat suami saya enggan menemui kakeknya?”“Saya hanya menebak. Wanita cantik dan lembut seperti Anda pasti dengan mudah melumpuhkan hati pria membosankan sepertinya,” ujar Matteo yang menatap Carl dengan remeh.“Tidak juga. Tak ada alasan bagi saya untuk mempengaruhi suami saya agar tak bertemu kakeknya, bukan?”
Bagai permen kapas yang lembut nan manis, awan-awan putih yang melayang di sebelah pesawat itu tampak menawan. Hampir terlihat tak bergerak, meski begitu, dengan background langit biru cerah, benda langit satu ini bagai penyempurna. Apa lagi wanita berambut panjang warna cokelat itu sangat menyukai langit secerah ini. Pandangan Kate pada awan dari kaca di sebelahnya tak pernah lepas. Senyumnya terkembang sejak tadi. Bahkan, moodnya begitu bagus usai melihat pemandangan di depannya ini.“Kau begitu menyukainya?” tanya Carl yang duduk di sampingnya.“Ya. Menenangkan melihat langit biru, apa lagi dari dekat.”“Sayang, ada yang ingin kukatakan.”Pria yang menggunakan jaket bomber warna krem yang dipadukan kaus putih itu berlutut di dekat kursi VIP Kate.“Ada apa?”“Sebenarnya aku menggunakan kesempatan ini untuk mengecek kantor distributor cabang Italia juga. Jadi, aku perlu sekali atau dua kali mampir. Apa kau keberatan?”“Tentu saja tidak. Ini waktu yang tepat, mumpun
Aroma kopi yang khas menyeruak ke sekitar, ketika wanita dengan dress warna ungu lembut itu menyeduh kopi ke sebuah cangkir putih. Setelah membuat finishing tampilannya, ia memencet sebuah tombol. Panggilan antrian otomatis terdengar. Seorang pria muda maju ke arah antrian dan menerima pesanan kopinya.“Selamat menikmati,” ucap Kate dengan senyum manisnya.“Terima kasih, nona. Aku selalu menyukai kopi di sini.”Pria muda itu masih berdiri di posisi yang sama. Ya, Kate sangat familier dengan wajah pria muda itu. Bukan karena mengenalnya, tapi, ia tahu pria ini sering kali ada di kafenya. Entah untuk sendiri atau bersama teman-temannya.“Terima kasih, syukurlah jika rasanya sesuai dengan selera Anda.”Tak hanya mengulas senyum, Kate juga sedikit menundukkan kepalanya saat mengatakan kalimat tersebut.“Kalau boleh, saya ingin mengenal nona lebih baik lagi. Apa boleh saya meminta nomor, nona?”Pria muda bermata biru dengan garis rahang tegas itu terang-terangan mengutarakan k
Sebuah benda seringan angin mulai terasa di area lehernya. Kate mengerutkan kening seraya mencoba menebak benda apa itu. Gambaran bulu seketika muncul di benaknya. Gerakan yang begitu perlahan yang semakin ke bawah, hingga ke area dadanya, membuat Kate menahan napas. Suaminya itu sengaja memainkan bulu seringan kapas itu lama di tempat yang sama hingga membuat Kate menggigit bibirnya. Saat menarik napas lagi, bukannya mereda, rasa geli semakin dirasakannya. Kedua tangannya yang terikat mulai mengepal, perlahan, rasa geli berubah menjadi sesuatu yang semakin membesar dan menuntut.“Hhnngh, ahh.”Sebuah erangan terdengar dari bibir tipis berwarna orange tersebut. Hal yang selanjutnya ia rasakan, Carl melumat bibirnya dengan rakus. Tangan besar pria itu masih setia menjelajahi tubuhnya dengan bulu yang lembut tersebut. Setelah memberi ruang padanya untuk bernapas, Carl menurunkan bulu itu sampai ke area perut. Mengujinya dengan cara yang sama cukup lama, hingga suara yang d
Jari-jari lentik itu menutup panggilan dengan wajah lesu. Kate menatap pantulan dirinya pada sebuah cermin besar. Rambut yang digulung rapi, dress berbahan jin warna biru dan tak lupa, kalung cantik dengan bentuk hati pemberian Carl tergantung di lehernya dengan anggun. Jari lentik itu kini menyentuh kalung itu dengan wajah sendu. Wanita berambut cokelat itu ingin memiliki waktu berdua dengan suaminya, usai menyelesaikan berbagai hal yang menahan hatinya selama ini. Baru saja hatinya merasa lapang karena keduanya mampu bersikap terbuka satu sama lain, pria itu harus pergi. Dua hari dua malam kini terasa bagai dua tahun lebih. Padahal, suara maskulin pria itu baru saja menyapanya melalui sambungan telepon, tapi, rasa rindunya semakin parah. Hari yang terasa panjang bagi seorang wanita yang menanggung kerinduan dalam sunyi. Meski tersenyum pada staf kafe dan pelanggannya, semua itu hanya mampu mengalihkan perhatian sejenak dari perasaannya yang muram. Hati yang sa
Wanita berambut cokelat itu mengibaskan tangannya karena merasa sedikit gerah. Tatapannya masih tertuju ke arah gelas di depannya.“Memangnya harus segera dicoba?”“Tidak juga, tapi, melihat kau merapatkan pahamu sejak tadi dan terlihat gerah, mungkin dugaanku tak salah.” Kedua mata berwarna cokelat itu langsung menatap ke arah Carl. Ia seperti dilucuti dengan mudah oleh suaminya itu. Kate segera meneguk habis wine di gelasnya.“Aku sudah kenyang, Carl.”“Aku masih lapar meski steaknya sudah habis. Tapi, sayangnya, ini hanya bisa kau atasi. Bukan dengan steak.” Carl tersenyum hanya ketika membalas tatapan istrinya itu. Semakin ia menggoda dan memojokkan Kate, semakin banyak kesenangan yang ia dapat. “Sebaiknya kita pulang.”“Pilihan bagus, sayang. Kita tak akan dapat apa pun jika terus duduk di sini, kan.” Keduanya segera beranjak pergi dari tempat makan itu. Setelah kesunyian di dalam mobil, saat sampai, Carl segera menggandeng istrinya itu dan menoleh
Syukurlah, pagi ini Carl tak menggodanya lagi tentang kado dari Elena kemarin. Ia sendiri juga terkejut begitu melihat isi kado tersebut. Hari ini cuaca mendung. Padahal, Kate ingin membeli peralatan melukis. “Carl, sepulang dari kafe, aku ingin mampir membeli peralatan melukis. Nanti jemput saja di dekat toko tempat aku membelinya.” “Baiklah, hati-hati, cuacanya mendung. Jangan terlambat, nanti malam kita makan malam di luar.” “Baiklah.” Sore itu, dengan transportasi umum, Kate segera pergi ke toko. Baru saja ia sampai di toko tersebut. Hujan turun dengan deras. Seraya menunggu hujan reda, Kate dengan santai memilih barang-barang. Membeli berbagai macam alat untuk melukis. Ia bahkan membelikan satu set untuk Lucy. Setelah membayar di kasir, Kate segera keluar dari toko. Hujannya hanya sedikit mereda. Beruntung tas belanjaannya tahan air. Ia merogoh saku roknya dan segera mengirim pesan kepada Carl. “Carl, aku sudah selesai berbelanja barang. Kau tadi mengirimiku pesan sedang