Dini hari, di kota Lyon Prancis, seorang wanita muda berusia dua puluh tiga tahun sedang mengemas semua barang-barangnya, lalu dimasukkan ke dalam koper. Setelah selesai, ia keluar dari dalam kamar sambil menarik kopernya yang terasa berat. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuruni anak tangga.
Elyana terus berjalan menuju pintu keluar dengan mengendap-endap. Matanya penuh waspada menatap kiri dan kanan bagaikan seorang pencuri yang takut tertangkap oleh sang pemilik rumah. Di persimpangan jalan, sudah ada mobil hitam yang menunggunya dengan dua orang—pria dan wanita—di dalamnya.
"Elyana, ayo cepat masuk!" teriak Arani ketika melihat tubuh ramping tersorot oleh lampu jalan berwarna kuning keemasan itu berjalan mendekat sambil menarik koper berwarna merah muda.
Arani segera membuka pintu mobil untuk Elyana, lalu teman prianya membantu memasukkan koper ke dalam bagasi mobil.
"Apa kau sudah siap?" tanya Arani setelah mereka masuk ke dalam mobil.
"Ya, aku sudah siap. Kita bisa berangkat sekarang!" balas Elyana dengan pelan. Ia duduk sendiri di kursi belakang dan menyandarkan punggungnya di sana sambil memejamkan mata.
Ada keraguan yang terlintas di hatinya ketika memutuskan untuk kabur dari rumah demi menghindari perjodohan yang akan dilakukan oleh Yuan Louis—kakeknya—besok siang. Ia tidak punya pilihan lain selain pergi meninggalkan kota ini dan bersembunyi di tempat tinggal sahabatnya—Arani. Karena Elyana benar-benar tidak ingin menikah dengan pria pilihan kakeknya.
Terdengar Daniel berkata sambil mengendarai mobilnya, "Baiklah, kita berangkat sekarang. Setelah tiba di bandara, aku harus segera kembali ke rumah, tidak bisa menemani kalian lagi. Tidak apa, kan?"
"Baiklah, tidak masalah! Kami bisa menunggu jadwal penerbangan, berdua. Iya, kan, El?" tanya Arani sambil menoleh ke belakang. Terlihat Elyana menutup mata sambil melipat kedua tangan di depan.
"Hem, Iya!" Elyana menjawab tanpa membuka matanya. "Jika sudah sampai di Kota Paris, kami akan segera menghubungimu!"
Ya, tujuan mereka saat ini adalah kota Paris. Kota besar di negara Prancis, sekaligus tempat tinggal Arani saat ini.
Karena, sudah dua tahun ini Arani tinggal dan bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran yang ada di pusat Kota Paris. Elyana berencana untuk tinggal di rumah sewaan Arani dan mencari pekerjaan juga di sana. Elyana harus mencari pekerjaan yang aman, yang tidak dapat ditemukan oleh orang suruhan Yuan Louis.
Tapi, pekerjaan apa yang tidak mudah ditemukan oleh orang hebat seperti Yuan Louis? Elyana harus memikirkannya dengan sangat matang.
***
Di pagi hari, seisi rumah dihebohkan dengan kemarahan Yuan Louis setelah mengetahui cucunya pergi dari rumah.
Semua orang berkumpul di ruang keluarga dan menerima perintah dari Yuan Louis, termasuk cucu pertamanya, Rosyana.
"Baik, aku akan mencari Elyana ke rumah teman-temannya! Tapi sekarang, Kakek harus tenang dulu, jangan terlaku emosi. Nanti tekanan darah Kakek naik lagi," ucap Rosyana menenangkan. Ia khawatir dengan kondisi kakeknya yang marah tanpa henti.
Pasalnya, semua orang di rumah ini sudah menerima amarah dari Yuan Louis—dari pagi hingga siang. Tentu, itu akan menguras tenaga dan pikiran pria tua itu.
"Rosyana! Dalam keadaan seperti ini, bisa-bisanya kau mendoakan aku darah tinggi. Apa kau ingin aku segera mati, lalu kau bisa mendapatkan setengah dari hartaku lagi?" tuduh Yuan Louis pada Rosyana, masih dengan emosi.
"Apa setengah dari harta peninggalan ayahmu yang aku berikan kemarin, masih tidak cukup untuk hidupmu?" ucapnya lagi, masih belum puas. "Itulah alasan, mengapa kali ini aku ingin menjodohkan Elyana dengan pria pilihanku. Aku tidak ingin Elyana memilih pria yang salah sepertimu. Hanya demi memenuhi syarat dariku, kau mendapatkan suami dengan asal. Dan akhirnya, kau pun bercerai, kan?"
Rosyana tidak berbicara lagi. Ia tahu, semua yang diucapkan oleh kakeknya itu benar. Dirinya menikah, hanya demi mendapatkan setengah bagian dari harta kekayaan peninggalan ayahnya. Dan sekarang, Rosyana sudah bercerai karena suaminya memiliki wanita idaman lain. Hatinya sangat sakit mengikat tentang hal itu.
Terdengar, Yuan Louis berkata pada semua orang, "Periksa kembali rekaman CCTV yang ada di luar. Ke mana arah perginya Elyana tadi malam?"
"Maaf, Tuan Besar! Dari hasil rekaman CCTV, Nona Kedua pergi menggunakan mobil hitam, dibantu dua orang pria dan wanita. Setelah kami cek nomor mobil tersebut, ternyata itu milik teman Nona Kedua," ucap Judis dengan yakin.
Sebagai asisten pribadi yang sudah mengabdikan dirinya lebih dari dua puluh tahu, Judis tahu betul apa yang harus dilakukannya. Tanpa menunggu perintah dari Yuan Louis. Ia sudah melihat rekaman CCTV dan mencari tahu orang yang membawa Elyana pergi. Bahkan ia sudah memberi perintah pada bawahannya untuk segera membawa orang itu kemari.
Benar saja, tidak lama, Daniel pun datang dibawa oleh dua orang pria yang berpakaian hitam dengan tubuh tinggi dan besar. Daniel dipaksa berlutut di hadapan Yuan Louis dan menjelaskan apa yang terjadi semalam.
"Ke mana kau membawa Elyana pergi?" tanya Yuan Louis dengan sorot mata berapi-api. Kemarahannya sudah memuncak hingga ke ubun-ubun.
Menghilangnya Elyana hari ini akan menghancurkan citranya sebagai orang nomor satu di kota ini. Karena sebelumnya, ia sudah mengumumkan pesta pertunangan Elyana dengan Dimitri Fandes—pengusaha kaya berusia empat puluh tiga tahun—berstatus duda beranak satu.
Jika sampai acara pertunangan itu tiba-tiba dibatalkan karena sang wanita kabur dari rumah ... mau disimpan di mana muka Yuan Lous?
Dimitri dan keluarganya pasti akan marah karena merasa telah dipermainkan oleh Yuan Louis.
Itu sangat memalukan!
Bukan hanya nama Yuan Louis saja yang akan malu, tapi juga seluruh anggota keluarga Louis.
"Cepat katakan!" Yuan Louis tidak sabar melihat Daniel terus bungkam. "Tadi malam ... ke mana kau membawa Elyana pergi? Jika kau masih tidak mau menjawab, aku akan melaporkan ini pada orang tuamu."
Yuan Louis berkata lagi, "Aku ingin tahu, apa reaksi mereka ketika mengetahui anak sulungnya menculik nona kedua keluarga kami? Apa mereka masih ada muka untuk bertahan tinggal di kota Lyon?"
Ancamannya kali ini benar-benar membuat Daniel ketakutan.
Daniel tahu tentang kehebatan dari keluarga Louis yang mampu menyingkirkan satu keluarga hingga menghilang tanpa jejak dari kota Lyon. Ia tidak ingin keluarganya lenyap dan menghilang seperti keluarga yang lain karena menyinggung Tuan Besar Yuan Louis.
Dengan merangkak sambil menyentuh kaki Yuan Louis, Daniel menjawab dengan terbata, "Ta-tadi malam, El-Elyana pergi ke bandara bersama deng-dengan Arani! Me-mereka pergi ke-ke ...."
"Ke mana perginya mereka?" teriak Yuan Louis sambil menghentakkan satu kakinya ke lantai.
"Mereka pergi ke kota Paris!" Akhirnya Daniel mengatakannya.
Walau sejak awal, ia sudah berjanji tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun, tapi saat ini, keluarganya dalam bahaya. Daniel tidak bisa terus diam demi menutupi rahasia Elyana hingga mengabaikan keselamatan keluarganya sendiri. Ia terpaksa memberitahu Yuan Louis demi keselamatan keluarganya.
"Apa? Kota Paris?" Yuan Loius terkejut mendengar jawaban dari Daniel.
"Untuk apa Elyana pergi ke sana?" tanyanya dengan penasaran.
"Saya tidak tahu tentang hal itu, Tuan!" Daniel mengiba. Takut jika Yuan Louis akan memberinya hukuman karena telah membantu Elyana kabur.
"Maafkan saya, Tuan! Saya akan memberitahu Anda alamat tempat tinggal Arani di Paris. Asalkan Anda membebaskan aku!" Daniel terus memohon. Berharap, Tuan Louis membebaskan dirinya.
"Judis!" panggil Yuan Louis dengan suara menggema. "Catat, di mana alamat rumah bocah itu. Segera kau pergi ke sana dan bawa Elyana pulang sebelum acara pertunangan itu dimulai!"
"Baik, Tuan!" Judis segera membawa Daniel ke sebuah ruangan. Dia memaksa Daniel untuk segera mengatakan "Di mana tempat tinggal Arani" secara lengkap. Setelah itu, Daniel dihajar hingga babak belur oleh dua orang yang tadi membawanya ke rumah Yuan Louis. Ia dilempar ke jalan dengan darah dan luka di sekujur tubuhnya. Tidak diantar pulang oleh mereka, Daniel tertatih menghentikan taksi yang lewat. Melihat kondisi Daniel yang menyedihkan, tidak ada satu taksi pun yang mau berhenti dan membawa Daniel pergi. Mereka takut disalahkan karena membawa seorang penumpang yang penuh luka di tubuhnya. Masih untung jika orang itu tidak mati di dalam taksi. Jika mati? Sopir taksilah yang akan disalahkan. *** Di siang hari, Elyana terburu-buru keluar dari dalam rumah Arani sambil menarik kopernya. Ia memegang ponsel dengan tangan bergetar sambil mendengar seseorang berbicara dari seberang telepon. "Sekarang, aku dir
Setelah Felix benar-benar pergi, David kembali turun ke bawah. Ia meminta pelayan untuk menyiapkan banyak makanan untuk Elyana, karena tadi kata Felix "Tidak ada makanan di perut wanita itu." Di malam hari, Elyana sudah mulai tersadar. Ia membuka matanya menatap sekeliling ruangan yang nampak redup. Hanya ada lampu berwarna kuning keemasan—di samping tempat tidur—yang menerangi ruangan itu. Elyana tidak bisa melihat setiap sudut ruangan itu dengan jelas. Namun, ruangan itu nampak asing di matanya. Ketika Elyana mencoba untuk bangun, lalu duduk dan bersandar di kepala tempat tidur, tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa sakit dan nyeri. Apalagi kaki ... kakinya terasa ngilu dan juga perih. "Sudah bangun? Apa kau lapar?" tanya seorang pria yang ada di dalam kamar sambil meletakkan majalah di atas meja, lalu ia berdiri. David berjalan menghampiri Elyana. Tiba-tiba Elyana terkejut melihat sosok tinggi dan besar itu berjalan ke a
David dan Felix berjalan bersama menaiki anak tangga menuju lantai dua—kamar David—untuk melihat keadaan Elyana. Di tangan kirinya, Felix memegang sebuah kantong plastik berwarna putih dengan hawa panas yang terasa disekitar plastik itu. Setelah sampai di depan pintu kamar, Felix segera menyerahkan kantor plastik kecil itu pada David. "Tadi di jalan aku membeli ini untuk wanita itu!" Felix mengulurkan tangan, memberikannya pada David. "Apa ini?" David menerimanya. "Bubur!" jawab Felix. "Untuk meredakan rasa sakitnya, wanita itu harus makan obat pereda sakit. Sebelum makan obat, dia harus makan dulu, kan? Jadi, aku membawakan ini, untuknya." Hehe! Ini adalah cara Felix untuk mendapatkan simpati dari David. Ia tidak ingin sahabatnya itu menyulitkan dirinya di kemudian hari karena kelancangannya tadi yang berani memarahi David. Jadi sekarang, Felix berperan sebagai teman yang amat sangat perhatian pada wanita yang David rawat. &nb
'Hah, David? Mengapa dia melakukan hal ini?' Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, membuat Elyana semakin bingung. Tidak ingin membuat pelayan itu kesulitan, Elyana akhirnya mengiyakan. "Baik, aku akan segera turun!" Setelah itu, pelayan pergi meninggalkan Elyana. Ketika Elyana kembali masuk ke dalam kamar, tiba-tiba terdengar dering ponsel dari atas meja rias. Ia segera mengambil ponsel dan melihat nomor asing di layar ponselnya. Elyana sedikit ragu untuk mengangkatnya. "Apa ini Kakek? Tapi, semua nomor orang suruhan Kakek dan Judis sudah aku blokir semua. Tidak mungkin mereka menghubungiku lagi." Terdiam beberapa saat, dering ponsel itu kembali terdengar. Tidak mungkin Elyana terus mengabaikan panggilan itu. Dengan penasaran, ia segera menekan tombol hijau pada layar. "Halo!" sapanya dengan ragu. Terdengar suara wanita paruh baya dari seberang telepon, "Apa benar ini dengan Eli?
Selama satu bulan bekerja di rumah keluarga Isabel, Elyana selalu menahan rasa marahnya atas perlakuan buruk Isabel karena dirinya adalah pelayan d rumah itu. Dan sekarang, Isabel berani merusak ponsel pemberian dari mendiang ibunya. Elyana jelas tidak akan memaafkan Isabel. Masalah pekerjaan, jika sampai dirinya dipecat, itu tidak masalah. Elyana masih bisa mencarinya di tempat lain. "Sekarang, ambil ponselku dari lantai. Cepat!" Elyana memerintah Isabel sambil menunjuk ke bawah. Memaksa Isabel untuk memungut ponselnya yang sudah rusak di lantai. "Hah, Eli, gadis jelek! Kau berani memerintahku? Atas dasar apa kau berani memerintahku mengambil ponsel jelekmu itu?" bantah Isabel dengan segera. Ia tidak terima dengan tingkah pelayannya yang bernai memerintah, bahkan menunjuk-nunjuk dirinya. Kemarin-kemarin, pelayannya ini terlihat sangat jelek dan lugu. Tapi sekarang ... dia bernai membentak Isabel. 'Apa Eli salah minum obat? Obat kesurupan!'
Ada kepanikan di dalam hati Elyana ketika menyadari bahwa pria itu adalah David—pria yang bersamanya satu bulan yang lalu. Waktu itu, Elyana pergi tanpa pamit dari rumah David. Padahal pagi harinya, pria itu melarang Elyana meninggalkan rumah dan berjanji akan mengajaknya makan malam untuk merayakan kesembuhannya. Tapi, Elyana teta pergi dari rumah mewah tersebut. Di siang harinya sebelum Elyana pergi, David mengirim makanan yang sangat lezat untuk dirinya. Dan sekarang .... 'Bagaimana aku menghadapinya?' "Eli, ayo!" bisik Nosy sambil menarik lengan Elyana. Ia sedikit mencubitnya agar menyadarkan wanita itu. "Kau tidak bisa mudur di tengah jalan seperti ini. Uang satu juta dolar sudah kami transfer ke rekeningmu. Jika sekarang berubah pikiran, kau harus membayar tiga kali lipat," ancam Nosy dengan mengeratkan gigi. Ia menarik tangan Elyana, memaksanya untuk berjalan. Mendengar ancaman dari Nosy, Elyana segera tersadar. Ia mel
"Sudah! Tuh, lihatlah!" ucap Felix sambil mengarahkan ponselnya ke wajah Edwin. Jarak dari ponsel ke wajah Edwin sangatlah dekat, hingga pria itu mundur ke belakang untuk menghindar. "Ya, Tuan! Tapi maaf, singkirkan ponselnya dari wajah saya!" Edwin memiringkan tubuhnya ke belakang, menghindari tangan Felix yang semakin lama semakin mendekat. "Aku hanya khawatir, kau tidak bisa melihatnya dengan jelas. Coba, lihat satu kali lagi. Kelihatan atau tidak?" Felix masih mempermainkannya. Membuat Edwin semakin memiringkan tubuhnya ke belakang. "I-iya, Tu-Tuan! Saya sudah melihatnya. Ahhhhh—" Tiba-tiba, terdengar suara gaduh diiringi tubuh Edwin yang terjungkal ke belakang bersama dengan kursi duduknya. Semua orang segera menoleh untuk melihat keributan itu. Edwin berbaring di lantai dengan kaki yang mengacung ke atas, karena kursinya masih diduduki. Ia segera menatap kiri dan kanan, melihat semua orang sedang memperhatikan dirinya.
"Pergi ke mana, Elyana?" tanya David dengan perasaan tidak enak. Ia khawatir akan kehilangan wanita itu lagi. "O, iya! Dari mana kau tahu bahwa Elyana sudah pergi? Jangan-jangan, kau menguntit Elyana di hotel?" tuduh David pada Edwin. Tuduhan itu membuat Edwin tidak enak. "Tuan! Jika sekarang saya tidak mengikuti Nona Elyana, mungkin Anda akan segera membunuh saya. Sekarang, taksi yang ditumpangi Nona Elyana mengarah ke jalan selatan. Saya masih menguntit taksi mereka dari belakang," jawab Edwin dengan berani. Ia tidak ingin dituduh sebagai penguntit oleh majikannya, karena itu terlalu kejam. "Hah? Jalan selatan?" tanya David dengan pelan. Juga merasa lega karena asistennya sedang mengikuti taksi yang ditumpangi oleh Elyana. "Ya, Tuan! Taksi Nona Elyana berjalan menuju jalan selatan." Edwin masih memegang roda kemudi dan menggerakkannya dengan lincah. Walau mata tertuju pada taksi yang ada di depan mobilnya, namun telinga tetap fok
"Apa kau menyukai kejutan dari kami?" bisik Rosyana dengan kerlingan mata penuh godaan sambil berjalan di atas karpet merah mendampingi Elyana. "Anggap saja ini sebagai hadiah dari kami atas kembalinya El setelah lima tahun menghilang!" timpal Yuan Louis dengan santai. Tidak terdengar nada keras seperti yang biasa pria tua itu katakan. Ucapan dari kakak dan kakeknya itu membuat Elyana hampir pingsan karena terkejut juga terharu. "Jadi ... ini???" "Ya, ini adalah hari pernikahanmu dan David! Kami sudah menyiapkan ini dari empat hari yang lalu. Walau terkesan mendadak, namun aku dan Daniel sudah menyiapkan pesta pernikahan ini dari empat bulan yang lalu. Jadi sekarang ... berbahagialah, ini semua untukmu dan David! " Rosyana menjawabnya tanpa ragu. Rosyana dan Daniel sepakat untuk membuat akta pernikahan tanpa ada pesta pernikahan. Mereka ingin menghadiahkan pesta ini untuk Elyana dan David. Bahkan, mereka mencetak ulang dan menyebar undangan ya
Elyana segera membenarkan emosinya. Ia berkata dengan pelan, "Kak! Sepertinya, kita sudah nyaman menjadi saudara daripada pasangan!" Elyana menutup kotak cincin di hadapannya, lalu mendorongnya ke arah Arvan lagi. "Kak! Kau pria yang baik. Kau pun harus menikah dengan wanita yang baik pula. Dan wanita baik itu bukanlah aku!" "Ya, walau selama ini aku sudah banyak berhutang budi kepadamu, namun, aku sungguh tidak pantas untuk menjadi istrimu!" lanjut Elyana, masih dengan pelan karena takut menyinggung perasaan Arvan. "Apa kau menolakku karena mantan suamimu?" tanya Arvan—tidak suka. Arvan memegang erat kotak itu dengan sekuat tenaga. Terlihat bahwa dia tidak suka dengan penolakan halus Elyana. "Bukan!" jawab Elyana dengan ragu. "Hubunganku dengan David pun sepertinya tidak ada masa depan. Kakek tidak menyukainya, dan David pun tidak pernah datang lagi ke rumahku." Bahkan, ponsel Elyana yang waktu itu diambil oleh David, sudah di
Keesokan harinya, kondisi Yuan Louis sudah sangat baik. Bahkan, lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada lagi rasa sakit yang sering ia keluhkan—membuatnya tidak mampu untuk pergi ke kantor. Sekarang, tubuhnya sudah benar-benar sehat setelah melihat cucunya kembali.Tiga hari kemudian Yuan Louis sudah bisa pergi ke kantor untuk bekerja. Ia menyelesaikan semua pekerjaan yang sempat tertunda, juga menangani masalah kerjasamanya dengan perusahaan David.Di rumah, tinggallah Rosyana dan juga Elyana, karena Alvano pergi bersama Arvan tadi pagi."El, apa kau mau ikut bersama kami ke butik?" tanya Rosyana pada adiknya. Ia merias sedikit wajahnya agar terlihat lebih segar. Sedangkan Elyana, duduk di atas tempat tidur sambil melihat kakaknya berdandan."Sepertinya tidak bisa!" Elyana segera menolaknya. "Aku sudah janjian dengan Arvan, sekalian mau menjemput Alvano.""Oh!" Rosyana memoles bibirnya dengan pewarna bibir sambil bercermin. Lalu menutup lipsti
"Elyana ... atau, lebih akrab kalian memanggilnya dengan nama Pelayan Eli, dia adalah Nona Kedua di keluarga Louis yang kabur dari rumah dan melamar menjadi pelayan di rumah kalian." David menatap pria bernama Alex Danu itu dengan penuh ancaman. Juga melihat keterkejutan dari wajah Alex Danu ketika mendengar cerita pelayannya—Eli.David melanjutkan, "Karena aku dan putrimu dijodohkan, putrimu menolak lalu kabur dari rumah bersama kekasihnya tepat di hari pernikahan! Lalu???"David menarik napas panjang sebelum dia melanjutkan ceritanya.Ada perasaan sedih ketika dirinya harus mengenang kembali nasib Elyana yang terjebak pernikahan dengannya. Itu rasanya sangat berat. Seharusnya, pertemuannya dengan sang istri haruslah pertemuan yang manis hingga akhirnya mereka jatuh cinta dan menikah. Namun, ini malah karena sandiwara Alex Danu dan istrinya hingga dirinya menikahi pelayan mereka—Elyana.David tahu cerita lengkap ini dari Daniel dan dari Elyan
Hari ini, dunia Yuan Louis terasa sangat cerah dan indah. Ia bisa melihat cucunya—Elyana—yang sudah lama menghilang. Banyak bintang-bintang bertaburan di atas kepala Yuan Louis yang perlahan menyebar ... mengisi seisi ruangan itu. Terlihat seulas senyum di wajah pria tua berusia delapan puluh taun itu sebelum akhirnya Yuan Louis memejamkan mata, lalu tubuhnya melemah dan ambruk di atas tempat tidur."Kakek!" teriak Elyana dan Rosyana secara bersamaan. Mereka sangat panik melihat sangat kakek tiba-tiba pingsan setelah melihat Elyana.Daniel dengan cepat naik ke atas tempat tidur, lalu mengangkat punggung dan kepala Yuan Louis."Cepat, cari Asisten Judis! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!" teriak Daniel pada kekasihnya—Rosyana.Elyana dan putranya hanya berdiri di samping tempat tidur sambil melihat kakeknya dipeluk oleh Daniel. Elyana begitu terkejut melihat keadaan Yuan Louis yang tiba-tiba saja pingsan.Nona pertama di
Sore hari, di Kota Lyon, di kediaman Yuan Louis, semua orang sudah berkumpul dan masuk ke dalam rumah untuk menemui sang pemilik rumah. Namun, tidak dengan Arvan. Setelah memastikan Elyana dan putranya sampai di rumah, pria tersebut malah berpamitan dan pergi dengan menggunakan taksi. Elyana yang merasa tidak enak dengan situasi ini, segera mengirim pesan singkat pada Arvan untuk memastikan pria itu baik-baik saja.["Ya, aku tidak apa-apa. Kau jangan khawatir. Nanti jam delapan malam, aku akan datang menjemput Alvano!"]Elyana terdiam sambil memegang ponselnya setelah membaca pesan dari Arvan. Perasaannya masih tidak enak.Walau bagaimanapun, Arvan sangat berjasa dalam hidupnya. Jika bukan karena lima tahun yang lalu Arvan membawanya pergi dan merawatnya di luar negeri, mungkin Elyana dan Alvano tidak akan ada di muka bumi ini lagi. Dan mungkin, dirinya akan mati sia-sia karena ulah Alex Danu yang menginginkan Elyana meninggal. Jadi sekarang, Elyana benar-benar
Satu jam telah berlalu. Di atap gedung perusahaan Demino, Elyana dan yang lainnya sudah berkumpul—bersiap untuk menaiki pesawat pribadi yang sudah disiapkan oleh David—untuk mereka kembali ke kota Lyon. Suara bising, juga angin dari baling-baling pesawat yang begitu kencang, menerpa tubuh, rambut dan pakaian mereka. Elyana berdiri di samping David sambil menatap ke depan. Ia melihat pesawat besar berwarna putih itu ada di hadapannya dan beberapa orang berpakaian hitam lengkap dengan kacamata hitam yang tersemat di hidung mereka. "Ayo naik!" ajak David pada semua orang sambil menoleh ke belakang. Lalu meraih tangan Elyana dan menariknya berjalan ke depan menuju tangga pesawat. Alvano yang masih digendong oleh Arvan, meminta pria dewasa itu untuk segera mengikuti langkah ibunya dan pria asing—pemilik pesawat tersebut—sebelum mereka benar-benar menjauh. Daniel dan yang lainnya pun mengikuti dari belakang. Di dalam pesawat yang cukup luas
"Iya, Tuan Louis! Mantan mertuamu!" jawab Daniel dengan sinis.David terdiam sesaat sebelum akhirnya dia membenarkan emosinya.Dengan sikap tenang, David berkata pada Elyana dan yang lainnya, "Aku akan meminta orangku untuk segera menyiapkan pesawat untuk kalian berangkat ke kota Lyon."Ucapan David itu membuat Arani dan Rosyana terkejut."Apa itu benar?" tanya Arani dengan sedikit ragu.Arani tidak yakin dengan ucapan David yang akan memfasilitasi kepulangan mereka ke Kota Lyon. Karena, Arani dan yang lainnya sudah tahu tentang hubungan David dengan Yuan Louis yang sedikit tidak baik. Mungkin saja David sudah tidak sudi lagi menginjakkan kakinya di rumah keluarga Louis, juga tidak sudi meminjami mereka pesawat pribadinya untuk terbang ke kota Lyon.Namun, jawaban David selanjutnya membuyarkan semua pikiran buruk Arani tentang pria itu."Tentu saja! Aku akan ikut dengan kalian ke Kota Lyon!""Hah???" Daniel pun sama terkejutnya
David yang terlihat lelah karena semalam tidak tidur dengan baik, berjalan dengan langkah pelan mendekati Elyana. Tatapan matanya sayu, namun masih bisa menatap wanita di depannya dengan antusias.Semua orang pun terdiam. Tidak ada yang berani bergerak ataupun bersuara.Di suasana tegang itu, terdengar suara anak kecil yang memecah keheningan di antara mereka, "Mami! Ayo kita pergi. Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat!""Mami?" gumam David sambil menoleh—melihat anak kecil yang terlihat sangat lucu itu dengan jaket hijau di tubuhnya.Alvano pun menatap David sekilas, lalu memalingkan muka dengan cepat setelah melihatnya. Sama sekali tidak tidak tertarik dengan kehadiran David di sana."Ayo, Mi!" Alvano menarik tangan ibunya dan melangkah maju untuk masuk ke dalam taksi.Alvano bergidik ngeri ketika melihat pria yang menurutnya seperti penculikan itu berjalan ke arah mereka. Apalagi saat ini, pria itu menghampiri ibunya. Alvano ha