Happy reading..."Bagaimana keadaan Juan, Dok?" tanya Hera dengan raut wajah gelisahnya."Syukurlah, keadaannya beransur membaik," jawab sang dokter membuat Hera tak bisa menahan senyuman haru seraya bernapas lega. Tak jauh berbeda dengan orang-orang yang juga ada di sana. Ara dan Haidar yang setia menemani Hera menjaga Juan. Bahkan saking bahagianya mendengar putranya sudah membaik, Hera tidak sadar jika sekarang dirinya tengah memeluk Haidar dengan erat."Ah, maafkan aku," ujar Hera canggung saat sadar apa yang dia lakukan. Apalagi tak hanya ada mereka berdua di sana. Haidar hanya tersenyum maklum di sana. "Kalau begitu saya permisi," kata dokter Emi pamit."Iya, Dok. Terimakasih," balas Hera tersenyum tipis.Hera kemudian menghampiri tempat tidur Juan. Diraihnya tangan mungil itu lalu diciumnya beberapa kali."Terimakasih, Nak, sudah bertahan. Cepat sembuh ya. Ibu sudah sangat rindu ingin bermain dengan Juan," lirih Hera. Tatapan matanya memancarkan kerinduan yang teramat sangat p
Happy reading...Muak.Satu kata yang bisa mewakili perasaan Haidar saat ini. Melihat Jayden bercengkrama dengan ramah di depan sang Ayah, sesekali tertawa juga membuat Haidar ingin sekali melayangkan tinjunya ke arah wajah pria penuh muslihat itu.Entah sampai kapan Jayden akan terus di sana. Menguji kesabaran Haidar saja."Sepertinya saya harus pamit sekarang," kata Jayden melihat jam tangannya yang berwarna abu-abu."Ada urusan lain?" tanya Thomas. Sepertinya pria paruh baya itu belum puas mengobrol dengan Jayden tanpa peduli perasaan putranya sendiri yang sudah menggebu-gebu ingin segera Jayden enyah dari hadapan mereka.Dengan wajah malu-malu Jayden menjawab, "Saya ada janji dengan calon istri saya untuk mempersiapkan pesta pernikahan kami.""Anda akan menikah?" tanya Thomas dengan raut wajah kagetnya. Haidar berdecak kecil. Ingin sekali rasanya dia mengatakan jika pernikahan Jayden itu adalah pernikahannya yang kedua setelah ia mengkhianati istri pertamanya."Ya. Acaranya mingg
Happy reading...Haidar segera menjauhkan dirinya saat sadar dengan apa yang tengah dia lakukan. Dia pasti sudah gila. Mencium Hera tiba-tiba, lagi. Bagaimana jika wanita itu kembali menjauh seperti saat terakhir kali Haidar melakukannya?Oh ayolah, Haidar. Kau sudah berjanji untuk tidak terburu-buru dalam mendapatkan Hera. Ah sial! Salahkan saja wajah cantik wanita itu. Begitu menggoda membuat Haidar tidak bisa mengendalikan diri."Maafkan aku, Hera. Aku terbawa suasana tadi," kata Haidar tak berani menatap Hera. "Dan soal kata-kataku ... kau tidak perlu terlalu memikirkannya. Pikiranku sedang kacau membuatku berbicara tak karuan," ujarnya dengan nada canggung yang begitu kentara.Hera tersenyum lebar melihat gelagat Haidar. Lucu sekali jika sedang grogi seperti itu."Kau tidak perlu minta maaf, Haidar," ujar Hera. Haidar mengangkat wajahnya. "Seharusnya aku yang minta maaf karena membuatmu menunggu terlalu lama," lanjutnya.Haidar bergeming beberapa saat. Dia masih mencoba mencerna
Happy reading...Jayden dan Elena kini telah resmi menjadi pasangan suami istri. Di mata Tuhan dan hukum. Pasangan pengantin baru itu terlihat sangat bahagia. Senyum dan tawa menghiasi wajah keduanya saat menerima selamat serta bersua foto bersama para tamu.Sekarang giliran Hera dan Haidar yang akan naik ke atas pelaminan untuk memberi mereka selamat. Entah kenapa saat mereka saling melempar tatapan, suasana tiba-tiba terasa berat."Selamat atas pernikahan kalian berdua," kata Hera tersenyum manis seraya mengulurkan tangannya pada Elena. Tak pernah menyangka jika kata-kata seperti itu akan keluar dari mulutnya.Wanita berbalut gaun pengantin yang sangat mewah itu menyambut uluran tangan Hera. "Terimakasih sudah datang, Hera," ujar Elena tersenyum. Namun bukan senyum tulus seperti yang ia tampilkan pada para tamu sebelumnya, namun senyuman bangga terkesan sedikit sombong."Kalian terlihat sangat bahagia. Kuharap 'pengkhianat' ini tidak akan mengulang kesalahan yang sama dalam pernikah
Happy reading....Seharusnya Haidar segera mengantar Hera pulang setelah menghadiri acara pernikahan. Tapi, mereka malah harus mengikuti mobil Ayah Haidar. Pria paruh baya itu menawarkan untuk satu mobil saja karena masih ingin mengobrol panjang lebar dengan Hera, namun Haidar menolak karena dia juga tadi datang dengan mobilnya. Jadilah mereka naik mobil masing-masing."Baik, Bu. Aku titip Juan ya," ujar Hera yang sedang menelpon ibunya. Dia sangat khawatir dengan keadaan Juan karena baru kali ini Hera meninggalkan Juan selama ini sejak putra kecilnya itu sakit."Pasti, Nak. Kau tenang saja," ujar Jane di seberang telpon."Iya. Aku tutup ya?""Iya."Panggilan itu pun berakhir dengan Hera yang menghela napas berat sambil menyandarkan tubuhnya di kursi mobil."Bagaimana keadaan Juan?" tanya Haidar melirik sebentar ke arah Hera sebelum kembali fokus ke jalanan."Keadaannya sudah makin membaik tapi Dokter Emi belum membiarkan kami membawanya pulang. Fisik Juan masih terlalu lemah,," jawab
Happy reading..Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan sedang di atas jalan aspal yang dingin. Malam mulai menjelang dan Hera baru bisa lepas dari orangtua Haidar. Wajahnya terlihat lelah namun senyum yang terpatri tak bisa menampik jika Hera juga bahagia."Sepertinya orangtuaku membuatmu sangat kelelahan," goda Haidar yang sedang sibuk di balik kemudi mobil."Ya. Tapi tidak apa-apa karena mereka terlihat senang," kata Hera."Tentu saja mereka senang. Kau adalah wanita pertama yang aku kenalkan pada mereka sebagai kekasihku."Hera yang semula menghadap ke depan kini beralih memandang Haidar."Benarkah?" tanyanya penasaran.Haidar mengangguk sebagai jawaban tanpa mengalihkan pandangannya dari arah jalanan yang lumayan ramai tapi tak sampai membuat macet."Lalu bagaimana dengan Viona?" tanya Hera lagi."Viona?" Kening Haidar mengernyit. "Kenapa tiba-tiba bertanya tentang Viona?""Tidak apa-apa." Hera menyandarkan punggungnya di kursi mobil. Menghadap ke depan lalu mengangkat bahunya sa
Happy reading..Elena menghela napas pelan sebelum melanjutkan langkah masuk ke dalam ruang kerja suaminya. Nampan yang berisi dua gelas teh hangat serta cemilan kecil dia letakkan di atas meja bulat yang berada tak jauh dari meja kerja Jayden."Katanya kau sedang cuti pernikahan kita, lalu kenapa kau tetap bekerja?" tanya Elena melipat kakinya sambil menyadarkan tubuhnya di kursi sofa."Ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa ditunda, Sayang. Maafkan aku," kata Jayden dengan wajah memancarkan rasa bersalah. Elena benar. Seharusnya sekarang mereka menghabiskan waktu bersama, namun urusan Alatha Center juga tidak bisa Jayden abaikan. Elena tersenyum simpul lalu bangkit untuk menghampiri Jayden. Wanita itu bergelayut manja memeluk Jayden dari belakang."Tidak apa-apa. Tapi, aku tetap menantikan bulan madu romantis, Jay," kata Elena dengan nada bicara yang dibuat semanja mungkin."Tentu. Kita akan melakukannya tapi tidak sekarang. Aku masih terlalu banyak pekerjaan yang tidak bisa diting
Happy reading..Untuk pertama kalinya Elena merasa benar-benar bosan hanya berada di rumah saja. Ingin sekali rasanya dia keluar jalan-jalan, namun tidak ada teman yang bisa menemaninya. Elena sudah menghubungi beberapa temannya. Tak satupun dari mereka yang bisa menemani Elena dengan alasan sibuk bekerja.Elena jadi berpikir, apakah sebaiknya dia juga kembali bekerja saja agar saat Jayden tidak berada di rumah seperti ini ia tidak merasa bosan."Mungkin aku harus menanyakan hal ini langsung pada Jayden," kata Elena tersenyum lebar.Sebenarnya dia bisa saja menunggu hingga Jayden kembali ke rumah, namun karena ingin jalan-jalan juga membuat Elena memutuskan untuk datang ke kantor Jayden."Selamat siang, Nona. Apakah ada yang bisa kami bantu?" tanya resepsionis kantor Jayden menyambut Elena dengan ramah."Apakah Bapak Jayden ada di kantor sekarang?" tanya Elena."Apakah Nona sudah ada janji dengan Bapak Jayden?"Tidak heran wanita cantik itu bertanya demikian karena hanya sebagian keci