Happy reading....
Hera baru akan membuka suara namun urung saat para maid yang bekerja di rumahnya datang.
"Selamat pagi, Nyonya Hera dan Tuan Jayden!" sapa kepala maid bernama Bibi itu dan yang lainnya hanya membungkuk sopan.
"Pagi!" jawab Hera bangkit. "Bibi, tolong panggil Pak sopir dan Pak penjaga untuk membantu memapah Jayden ke kamar ya," pinta Hera kemudian pada Bibi.
"Baik, Nyonya!" jawab wanita itu kemudian berlalu.
"Ara, ikut denganku!" kata Hera lagi pada Ara. Dia menatap Jayden sekilas lalu pergi dari sana.
"Baik, Nyonya Hera!" kata Ara mengikuti langkah Hera dari belakang.
"Apakah Tuan Jayden akan terus tinggal lagi di rumah ini, Nyonya?" tanya Ara.
"Entahlah. Dia datang dan pergi sesuka hatinya," jawab Hera. "Sudahlah! Tidak usah pikirkan dia. Sekarang kau bantu aku untuk memindahkan semu
Happy reading.... "Apa? Surat cerai?" tanya Jayden menatap tak percaya pada Hera. "Kau bisa menandatanganinya setelah pulih," kata Hera menoleh sebentar sebelum beranjak dari sana. "Tapi aku tidak akan pernah menceraikanmu!" Ucapan lantang yang membuat langkah Hera terhenti. Tangan Hera mengepal di kedua sisinya. Rahangnya pun mengeras hingga terlihat garis yang begitu tajam di wajah kecilnya. Menghela napas panjang Hera mencoba mengontrol emosinya. Dia berbalik menatap Jayden dengan tatapan tenang. "Bukankah kau sudah berjanji akan menceraikanku? Kenapa sekarang berubah?" tanya Hera melipat tangannya di dada. "Apa maksudmu?" Hera berjalan kembali menghampiri Jayden. Membungkuk sedikit agar matanya bisa langsung menatap pria yang masih terlihat sangat pucat itu.
Happy reading.... Jayden meringis pelan. Amplop yang berada di tangannya menjadi sasaran rasa kesal yang terasa sudah berada di ubun-ubun. Dia meremas ujung amplop itu hingga kusut tak berbentuk. "Jadi semua ini rencanamu?" tanya Jayden menatap Hera dengan tatapan kosong dan sayu. "Ya. Ini semua rencanaku. Karena dengan begitu kau menunjukkan sisimu yang sebenarnya, Jayden," kata Hera. "Seperti yang kau katakan aku sama sekali tidak berarti untukmu, jadi untuk apa kita pertahankan pernikahan yang memang tidak pernah diinginkan ini. Lebih baik kita berpisah saja." "Lalu bagaimana dengan Juan? Apakah kau tidak pernah memikirkannya?" tanya Jayden lagi. Hera tertawa geli mendengar ucapan Jayden yang membuat perutnya terasa mual. "Lalu bagaimana dengan Elena? Apakah kau rela meninggalkannya demi hidup denganku dan Juan?" Jayden bergeming. Bagaimana bis
Happy reading... "Papa masuk rumah sakit karena kaget kau menggugat cerai Jayden." "Apa?" Hampir saja Hera melepaskan genggaman tangannya pada ponsel itu. "Ada apa, Hera?" tanya Haidar penasaran. Pasalnya wajah Hera sudah pucat pasih di sana. "Ayah mertuaku masuk rumah sakit," jawab Hera lirih. Dan saat kesadarannya kembali dia segera berlari untuk mencari taksi. "Hera, biar aku yang mengantarmu!" kata Haidar menggenggam tangan Hera. Wanita itu terlalu panik hingga tidak bisa berpikir jernih. Hera hanya mengangguk mengikuti langkah Haidar. Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit. Dan saat sampai di sana semua orang menatap Hera dengan tatapan yang sulit diartikan. Jayden bersama sang ibu serta Andrew dan Anne, orang tua Hera. Namun hal itu tidak urung membuat wanita itu berjalan m
Happy reading.... Untuk kesekian kalinya Hera kembali dikecoh oleh pria yang masih berstatus suaminya itu. Hera terkekeh miris seakan menertawai kebodohannya. Dia berpikir karena Jayden diam saja itu menandakan jika pria itu telah setuju dan tidak akan menuntut apapun lagi darinya. Namun ternyata Hera salah. Jayden diam karena ada rencana yang sudah dia persiapkan untuk menyerang balik Hera. Sampai sekarang Hera masih bingung, sebenarnya apa yang membuat Jayden masih ingin menahan dia bersamanya? Apakah pria itu masih belum puas menyakitinya? 'Kurasa memang begitu.' Lirih Hera dalam hati. Kini semua hal yang Jayden lakukan justru berbalik arah menyerang Hera. Bahkan untuk sekedar membela d
Happy reading.... "Yak! Apa yang terjadi pada wajahmu?" teriak Viona saat Haidar baru saja masuk ke dalam apartemennya. "Tidak usah banyak bertanya! Lebih baik sekarang kau ambil obat dan bantu aku mengobatinya!" imbuh Haidar mendudukkan dirinya di sofa. Viona langsung mengambil apa yang Haidar perlukan dan segera membawanya ke ruang tamu. Kotak P3K serta es batu untuk mengompres pipi Haidar yang sedikit membengkak. "Ya Tuhan, lukamu parah sekali," kata Viona seperti akan menangis melihat wajah Haidar yang babak belur. Namun sebisa mungkin dia menahannya. Viona tidak mau image-nya sebagai gadis tangguh tercoreng karena menangis apalagi di depan Haidar. "Akh! Pelan-pelan, Viona!" ringis Haidar kesakitan saat Viona menekan es batu itu ke wajahnya. "Iya, maaf. Aku tidak sengaja," kata Viona.
Happy reading.... Acara kremasi telah dilakukan. Hera dan keluarganya memilih untuk pulang lebih dulu. Ara menelpon jika Juan menangis kuat mencari ibunya itulah sebabnya mereka harus pergi dari sana. Pantas saja karena Hera memang sudah pergi terlalu lama meninggalkan sang anak. Sekarang Hera, Andrew dan Jane berada di rumah megah keluarga Xavier seraya menunggu Jane dan Jayden datang. Keadaan begitu hening hingga akhirnya sang pemilik rumah tiba. Mereka bertiga langsung berdiri untuk menyambut Jayden dan ibunya. Namun siapa sangka sambutan hangat keluarga Hera justru dibalas sebuah tamparan keras yang dilayangkah oleh Jane ke pipi kiri Hera. Plak!!! Hera jatuh tersungkur di atas lantai. Memegangi pipinya yang terasa panas. "Berani sekali kau menampakkan wajahmu di sini setelah apa yang kau lakukan pada keluargaku?!"
Happy Reading.... Suasana begitu riuh di ruang ICU di mana Elvis dirawat. Beberapa saat yang lalu, pria paruh baya itu dinyatakan sudah baik-baik saja membuat para keluarga bisa bernapas lega namun sekarang keadaannya malah semakin memburuk. Jane memeluk erat Jayden tak kuasa melihat suaminya yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Melihat beberapa dokter yang menanganinya mulai kewalahan, Jayden yakin jika ayahnya mungkin tidak akan tertolong. Tapi bukankah itu bagus? Ya. Memang itu yang diharapkan Jayden. Sejak sang ayah sakit Jayden tidak pernah peduli sedikit pun. Bahkan jika pria itu meninggal sekali pun justru orang yang paling senang adalah Jayden. Karena satu lagi penghalang rencananya lenyap dari muka bumi. Semuanya kepedulian yang ia tunjukkan selama ini hanya sebatas sandiwara belakang. Dan benar saja. Elvis pada akhirn
Happy reading.... Mobil berwarna hitam itu terparkir dengan epik di pekarangan rumah Elena. Wanita yang sedang duduk di sofa itu bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan pria yang beberapa hari ini tidak ditemuinya. "Hai, Sayang!" tutur Jayden sesaat setelah masuk melalui pintu utama. Elena hanya tersenyum tak mengatakan apapun dan langsung memeluk Jayden dengan sangat erat. "Aku merindukanmu, Jayden," lirih Elena dalam pelukan pria itu. "Aku juga sangat merindukanmu, Sayang," balas Jayden memeluk kekasihnya itu tak kalah erat seakan mereka tak ingin melepaskannya lagi. Bahkan dia juga menghadiahi pucuk kepala Elena dengan beberapa kecupan. "Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja 'kan?" tanya Jayden membawa Elena untuk duduk di sofa. Mereka duduk berdampingan, saling menatap satu sama lain. &nbs