Happy reading....
"Kita gagal mendapatkannya?!"
Suara Jayden menggelegar di ruangan itu membuat Roy yang tengah berdiri di hadapannya hanya bisa menunduk takut. Aura Jayden ketika marah itu sungguh sangat mengerikan.
"Kenapa kita bisa gagal, huh?!" tanya Jayden lagi seakan tidak percaya.
Seharusnya saat dia datang hari ini, dia akan mendapat kabar baik dari Roy tentang hasil lelang tempat terakhir di Alatha Center. Namun bukannya mendapat kabar baik, Jayden justru dibuat kecewa oleh orang yang sangat dia percaya itu.
"Maafkan saya, Pak. Tapi saya sudah memasang harga sesuai dengan yang Bapak Jayden perintahkan," kata Roy mencoba membela diri.
"Aish!" Jayden kembali mendengus kesal. Harga yang tetapkan sudah sangat tinggi jadi dia berpikir tidak mungkin lagi ada orang yang menawar tempat itu lebih tinggi darinya. Jayden mencoba mereda amarahn
Happy reading.... Suara mobil dari luar pekarangan membuat Hera yang tengah menindurkan Juan menoleh penasaran. "Siapa yang datang tengah malam begini?" gumam Hera pelan. Suasana di luar juga sedang hujan lebat membuat wanita itu sedikit takut. Para pekerja sudah pulang dan hanya ada dia dan Juan di sana. Hera menatap Juan terlebih dahulu sebelum melangkah keluar dari kamar. Saat sampai di sana netra hitamnya melihat Jayden berdiri dengan keadaan pakaian basah tengah menatapnya. "Jayden, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Hera. Pria itu tidak menjawab dan malah menghampiri Hera dengan langkah yang terlihat sangat terburu-buru. Tindakan Jayden yang begitu tiba-tiba membuat Hera tidak bisa menghindar saat pria itu sudah menghimpit tubuhnya di antara dinding dan tubuh tegap miliknya. Sorot mata tajam Jayden terli
Happy reading.... Hera baru akan membuka suara namun urung saat para maid yang bekerja di rumahnya datang. "Selamat pagi, Nyonya Hera dan Tuan Jayden!" sapa kepala maid bernama Bibi itu dan yang lainnya hanya membungkuk sopan. "Pagi!" jawab Hera bangkit. "Bibi, tolong panggil Pak sopir dan Pak penjaga untuk membantu memapah Jayden ke kamar ya," pinta Hera kemudian pada Bibi. "Baik, Nyonya!" jawab wanita itu kemudian berlalu. "Ara, ikut denganku!" kata Hera lagi pada Ara. Dia menatap Jayden sekilas lalu pergi dari sana. "Baik, Nyonya Hera!" kata Ara mengikuti langkah Hera dari belakang. "Apakah Tuan Jayden akan terus tinggal lagi di rumah ini, Nyonya?" tanya Ara. "Entahlah. Dia datang dan pergi sesuka hatinya," jawab Hera. "Sudahlah! Tidak usah pikirkan dia. Sekarang kau bantu aku untuk memindahkan semu
Happy reading.... "Apa? Surat cerai?" tanya Jayden menatap tak percaya pada Hera. "Kau bisa menandatanganinya setelah pulih," kata Hera menoleh sebentar sebelum beranjak dari sana. "Tapi aku tidak akan pernah menceraikanmu!" Ucapan lantang yang membuat langkah Hera terhenti. Tangan Hera mengepal di kedua sisinya. Rahangnya pun mengeras hingga terlihat garis yang begitu tajam di wajah kecilnya. Menghela napas panjang Hera mencoba mengontrol emosinya. Dia berbalik menatap Jayden dengan tatapan tenang. "Bukankah kau sudah berjanji akan menceraikanku? Kenapa sekarang berubah?" tanya Hera melipat tangannya di dada. "Apa maksudmu?" Hera berjalan kembali menghampiri Jayden. Membungkuk sedikit agar matanya bisa langsung menatap pria yang masih terlihat sangat pucat itu.
Happy reading.... Jayden meringis pelan. Amplop yang berada di tangannya menjadi sasaran rasa kesal yang terasa sudah berada di ubun-ubun. Dia meremas ujung amplop itu hingga kusut tak berbentuk. "Jadi semua ini rencanamu?" tanya Jayden menatap Hera dengan tatapan kosong dan sayu. "Ya. Ini semua rencanaku. Karena dengan begitu kau menunjukkan sisimu yang sebenarnya, Jayden," kata Hera. "Seperti yang kau katakan aku sama sekali tidak berarti untukmu, jadi untuk apa kita pertahankan pernikahan yang memang tidak pernah diinginkan ini. Lebih baik kita berpisah saja." "Lalu bagaimana dengan Juan? Apakah kau tidak pernah memikirkannya?" tanya Jayden lagi. Hera tertawa geli mendengar ucapan Jayden yang membuat perutnya terasa mual. "Lalu bagaimana dengan Elena? Apakah kau rela meninggalkannya demi hidup denganku dan Juan?" Jayden bergeming. Bagaimana bis
Happy reading... "Papa masuk rumah sakit karena kaget kau menggugat cerai Jayden." "Apa?" Hampir saja Hera melepaskan genggaman tangannya pada ponsel itu. "Ada apa, Hera?" tanya Haidar penasaran. Pasalnya wajah Hera sudah pucat pasih di sana. "Ayah mertuaku masuk rumah sakit," jawab Hera lirih. Dan saat kesadarannya kembali dia segera berlari untuk mencari taksi. "Hera, biar aku yang mengantarmu!" kata Haidar menggenggam tangan Hera. Wanita itu terlalu panik hingga tidak bisa berpikir jernih. Hera hanya mengangguk mengikuti langkah Haidar. Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit. Dan saat sampai di sana semua orang menatap Hera dengan tatapan yang sulit diartikan. Jayden bersama sang ibu serta Andrew dan Anne, orang tua Hera. Namun hal itu tidak urung membuat wanita itu berjalan m
Happy reading.... Untuk kesekian kalinya Hera kembali dikecoh oleh pria yang masih berstatus suaminya itu. Hera terkekeh miris seakan menertawai kebodohannya. Dia berpikir karena Jayden diam saja itu menandakan jika pria itu telah setuju dan tidak akan menuntut apapun lagi darinya. Namun ternyata Hera salah. Jayden diam karena ada rencana yang sudah dia persiapkan untuk menyerang balik Hera. Sampai sekarang Hera masih bingung, sebenarnya apa yang membuat Jayden masih ingin menahan dia bersamanya? Apakah pria itu masih belum puas menyakitinya? 'Kurasa memang begitu.' Lirih Hera dalam hati. Kini semua hal yang Jayden lakukan justru berbalik arah menyerang Hera. Bahkan untuk sekedar membela d
Happy reading.... "Yak! Apa yang terjadi pada wajahmu?" teriak Viona saat Haidar baru saja masuk ke dalam apartemennya. "Tidak usah banyak bertanya! Lebih baik sekarang kau ambil obat dan bantu aku mengobatinya!" imbuh Haidar mendudukkan dirinya di sofa. Viona langsung mengambil apa yang Haidar perlukan dan segera membawanya ke ruang tamu. Kotak P3K serta es batu untuk mengompres pipi Haidar yang sedikit membengkak. "Ya Tuhan, lukamu parah sekali," kata Viona seperti akan menangis melihat wajah Haidar yang babak belur. Namun sebisa mungkin dia menahannya. Viona tidak mau image-nya sebagai gadis tangguh tercoreng karena menangis apalagi di depan Haidar. "Akh! Pelan-pelan, Viona!" ringis Haidar kesakitan saat Viona menekan es batu itu ke wajahnya. "Iya, maaf. Aku tidak sengaja," kata Viona.
Happy reading.... Acara kremasi telah dilakukan. Hera dan keluarganya memilih untuk pulang lebih dulu. Ara menelpon jika Juan menangis kuat mencari ibunya itulah sebabnya mereka harus pergi dari sana. Pantas saja karena Hera memang sudah pergi terlalu lama meninggalkan sang anak. Sekarang Hera, Andrew dan Jane berada di rumah megah keluarga Xavier seraya menunggu Jane dan Jayden datang. Keadaan begitu hening hingga akhirnya sang pemilik rumah tiba. Mereka bertiga langsung berdiri untuk menyambut Jayden dan ibunya. Namun siapa sangka sambutan hangat keluarga Hera justru dibalas sebuah tamparan keras yang dilayangkah oleh Jane ke pipi kiri Hera. Plak!!! Hera jatuh tersungkur di atas lantai. Memegangi pipinya yang terasa panas. "Berani sekali kau menampakkan wajahmu di sini setelah apa yang kau lakukan pada keluargaku?!"