Happy reading....
Viona menatap jengah Haidar yang sudah setengah sadar. Pria itu meletakkan wajahnya di atas meja dengan satu tangan sebagai tumpuan.
"Entah berapa banyak yang ia minum," gumam Viona melihat beberapa botol wine di atas meja. Gadis itu melihat sekeliling tempat itu. Saat mata bulatnya yang indah melihat dua orang pria, dia pun memanggilnya.
"Bisa tolong papah pria ini ke dalam mobilku?" tanya Viona sopan tak lupa tersenyum manis.
Senyuman yang seketika membuat dua pria di depannya tersipu malu. Siapa yang bisa menolak pesona gadis cantik dan seksi seperti Viona.
"Tentu, Nona!" jawab salah satu dari mereka.
"Terimakasih," ucap Viona lalu menunduk. Wanita itu kemudian mengguncang bahu Haidar pelan. "Haidar, sadarlah! Kita harus pulang sekarang!" katanya namun pria itu hanya bergumam tidak jelas.
"Angkat dia!" t
Happy reading.... Wanita itu berjalan pelan keluar dari kamar seraya mengembalikan kesadarannya hingga seratus persen. Hingga dia sampai di ruang tamu dan melihat seorang pria sedang tidur telungkup di atas sofa, langkahnya terhenti seketika. Elena menghela napas pelan lalu berjalan mendekati Jayden yang masih tertidur pulas di sana. Entah kapan pria itu datang dan kenapa dia tidak membangunkan Elena? "Jay? Ayo bangun, Jay!" kata Elena pelan mengguncang bahu Jayden. Terdengar sedikit lenguhan dari mulut pria itu. Perlahan dia membuka mata menatap Elena dengan tatapan sayu khas orang yang baru bangun tidur. "Kenapa kau tidak langsung masuk ke dalam kamar saja? Kenapa malah tidur di sini?" tanya Elena. Walau nada suaranya seperti sedang marah namun sebenarnya dia sedang khawatir. Cuaca sudah mulai dingin dan Jayden bisa s
Happy reading.... "Ya Tuhan, Haidar, kau belum bangun juga?" kata Viona bertolak pinggang melihat Haidar yang masih tertimbun oleh selimut tebalnya. Percuma saja Viona membangunkannya Haidar masih dalam pengaruh alkohol. Biarkan saja dia pasti akan bangun sendiri. Netra Viona jatuh pada ponsel Haidar yang dia letakkan di atas meja nakas. Entah kenapa dia jadi penasaran siapa sosok wanita yang dicintai Haidar. Lihat. Bahkan saat Viona meletakkan jari Haidar untuk membuka ponselnya pria itu sama sekali tidak sadar. Dengan cepat Viona membuka galeri atau pesan yang mungkin bisa menjadi petunjuk. Dan Viona mendapatkannya. Foto dan nomor ponsel Hera. "Cantik juga," puji Viona mengangguk pelan melihat potret Hera yang dia yakini Haidar ambil dengan diam-diam. "Ternyata pria sedingin kau bisa menyukai wanita sampai seperti ini juga. Ck!" dengus Viona menatap sinis Haidar.
Happy reading.... "Kita gagal mendapatkannya?!" Suara Jayden menggelegar di ruangan itu membuat Roy yang tengah berdiri di hadapannya hanya bisa menunduk takut. Aura Jayden ketika marah itu sungguh sangat mengerikan. "Kenapa kita bisa gagal, huh?!" tanya Jayden lagi seakan tidak percaya. Seharusnya saat dia datang hari ini, dia akan mendapat kabar baik dari Roy tentang hasil lelang tempat terakhir di Alatha Center. Namun bukannya mendapat kabar baik, Jayden justru dibuat kecewa oleh orang yang sangat dia percaya itu. "Maafkan saya, Pak. Tapi saya sudah memasang harga sesuai dengan yang Bapak Jayden perintahkan," kata Roy mencoba membela diri. "Aish!" Jayden kembali mendengus kesal. Harga yang tetapkan sudah sangat tinggi jadi dia berpikir tidak mungkin lagi ada orang yang menawar tempat itu lebih tinggi darinya. Jayden mencoba mereda amarahn
Happy reading.... Suara mobil dari luar pekarangan membuat Hera yang tengah menindurkan Juan menoleh penasaran. "Siapa yang datang tengah malam begini?" gumam Hera pelan. Suasana di luar juga sedang hujan lebat membuat wanita itu sedikit takut. Para pekerja sudah pulang dan hanya ada dia dan Juan di sana. Hera menatap Juan terlebih dahulu sebelum melangkah keluar dari kamar. Saat sampai di sana netra hitamnya melihat Jayden berdiri dengan keadaan pakaian basah tengah menatapnya. "Jayden, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Hera. Pria itu tidak menjawab dan malah menghampiri Hera dengan langkah yang terlihat sangat terburu-buru. Tindakan Jayden yang begitu tiba-tiba membuat Hera tidak bisa menghindar saat pria itu sudah menghimpit tubuhnya di antara dinding dan tubuh tegap miliknya. Sorot mata tajam Jayden terli
Happy reading.... Hera baru akan membuka suara namun urung saat para maid yang bekerja di rumahnya datang. "Selamat pagi, Nyonya Hera dan Tuan Jayden!" sapa kepala maid bernama Bibi itu dan yang lainnya hanya membungkuk sopan. "Pagi!" jawab Hera bangkit. "Bibi, tolong panggil Pak sopir dan Pak penjaga untuk membantu memapah Jayden ke kamar ya," pinta Hera kemudian pada Bibi. "Baik, Nyonya!" jawab wanita itu kemudian berlalu. "Ara, ikut denganku!" kata Hera lagi pada Ara. Dia menatap Jayden sekilas lalu pergi dari sana. "Baik, Nyonya Hera!" kata Ara mengikuti langkah Hera dari belakang. "Apakah Tuan Jayden akan terus tinggal lagi di rumah ini, Nyonya?" tanya Ara. "Entahlah. Dia datang dan pergi sesuka hatinya," jawab Hera. "Sudahlah! Tidak usah pikirkan dia. Sekarang kau bantu aku untuk memindahkan semu
Happy reading.... "Apa? Surat cerai?" tanya Jayden menatap tak percaya pada Hera. "Kau bisa menandatanganinya setelah pulih," kata Hera menoleh sebentar sebelum beranjak dari sana. "Tapi aku tidak akan pernah menceraikanmu!" Ucapan lantang yang membuat langkah Hera terhenti. Tangan Hera mengepal di kedua sisinya. Rahangnya pun mengeras hingga terlihat garis yang begitu tajam di wajah kecilnya. Menghela napas panjang Hera mencoba mengontrol emosinya. Dia berbalik menatap Jayden dengan tatapan tenang. "Bukankah kau sudah berjanji akan menceraikanku? Kenapa sekarang berubah?" tanya Hera melipat tangannya di dada. "Apa maksudmu?" Hera berjalan kembali menghampiri Jayden. Membungkuk sedikit agar matanya bisa langsung menatap pria yang masih terlihat sangat pucat itu.
Happy reading.... Jayden meringis pelan. Amplop yang berada di tangannya menjadi sasaran rasa kesal yang terasa sudah berada di ubun-ubun. Dia meremas ujung amplop itu hingga kusut tak berbentuk. "Jadi semua ini rencanamu?" tanya Jayden menatap Hera dengan tatapan kosong dan sayu. "Ya. Ini semua rencanaku. Karena dengan begitu kau menunjukkan sisimu yang sebenarnya, Jayden," kata Hera. "Seperti yang kau katakan aku sama sekali tidak berarti untukmu, jadi untuk apa kita pertahankan pernikahan yang memang tidak pernah diinginkan ini. Lebih baik kita berpisah saja." "Lalu bagaimana dengan Juan? Apakah kau tidak pernah memikirkannya?" tanya Jayden lagi. Hera tertawa geli mendengar ucapan Jayden yang membuat perutnya terasa mual. "Lalu bagaimana dengan Elena? Apakah kau rela meninggalkannya demi hidup denganku dan Juan?" Jayden bergeming. Bagaimana bis
Happy reading... "Papa masuk rumah sakit karena kaget kau menggugat cerai Jayden." "Apa?" Hampir saja Hera melepaskan genggaman tangannya pada ponsel itu. "Ada apa, Hera?" tanya Haidar penasaran. Pasalnya wajah Hera sudah pucat pasih di sana. "Ayah mertuaku masuk rumah sakit," jawab Hera lirih. Dan saat kesadarannya kembali dia segera berlari untuk mencari taksi. "Hera, biar aku yang mengantarmu!" kata Haidar menggenggam tangan Hera. Wanita itu terlalu panik hingga tidak bisa berpikir jernih. Hera hanya mengangguk mengikuti langkah Haidar. Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit. Dan saat sampai di sana semua orang menatap Hera dengan tatapan yang sulit diartikan. Jayden bersama sang ibu serta Andrew dan Anne, orang tua Hera. Namun hal itu tidak urung membuat wanita itu berjalan m