"Pokoknya Mama tidak mau tahu, kamu harus menikahi Laras!" ucap seorang wanita yang berumur sekitar 50 tahun, dia tengah berdebat dengan putra semata wayangnya. "Tapi Ma, mana mungkin aku bisa menikah dengan seorang gadis yang sama sekali tak aku kenali. Mama juga tahu kalau aku memiliki kekasih yang sangat aku cintai." Tolak pemuda tampan itu. "Mama tidak peduli Dirga! lagi pula Ratih sama sekali tidak cocok untukmu. Dan Mama sangat yakin, kalau Laras adalah gadis yang baik dan dia juga sangat cocok denganmu Dirga." "Tidak, aku tidak mau! Lagi pula apa keistimewaan dari seorang gadis yang masih bau kencur itu sih? Lihat saja badanya seperti triplek, dia sama sekali bukan typeku!" Dirga masih mencari alasan untuk bisa menolak menikahi gadis yang satu Minggu ini tinggal di rumahnya. Ya, seminggu yang lalu Mamanya yang baru saja pulang dari luar kota, tiba-tiba saja membawa seorang gadis yang masih berumur 19 tahun. Yang ia tahu, gadis itu bernama Larasati, atau biasa di panggil Lara
Laras menatap dirinya dari pantulan cermin di depannya, ia terlihat cantik dengan kebaya putih dengan rambut yang di sanggul, tatanan khas pengantin.Ia tersenyum karena sebentar lagi, ia akan menikah. Namun, seketika senyum itu menghilang saat mengingat pengantin pria tak mencintainya.Awalnya, dia memang menolak untuk menikahi lelaki yang bernama Abian Dirgantara Prayoga, karena dia tak mengenali lelaki itu.Yang hanya ia kenali adalah ibu Gandari, mama dari Dirga. Karena setelah ayahnya meninggal, beliaulah yang membiayai seluruh kebutuhan dan pendidikannya sampai sekarang.Tentu saja dia sangat bersyukur dan berterima kasih kepada ibu Gandari, karena sudah mau memenuhi semua kebutuhan dan membiayai pendidikannya sampai dirinya masuk kuliah.Yang dia tahu, ibu Gandari adalah majikan dari ayahnya. Ya, dulu sebelum meninggal ayahnya bekerja di rumah ibu Gandari sebagai supir mereka. Ia berpikir kalau apa yang di lakukan ibu Gandari adalah sebagai bentuk kompensasi, karena ayahnya men
Laras hanya diam saja mendengar ucapan kata-kata pedas dari lelaki yang sudah menyandang sebagai suaminya ini.Bohong jika dia tidak tersinggung mendengar semua ucapan Dirga! tetapi dia memilih diam karena dia ingin tahu apalagi yang ingin Dirga ucapkan.Karena dia yakin jika suaminya ini masih belum menyelesaikan ucapanya. Mata cantik Laras tak berhenti menatap Dirga yang tengah berjalan menuju ruangan yang berisi pakaian.Tak berselang lama, lelaki itu keluar dari ruangan itu dengan baju santainya. Membuatnya jauh terlihat lebih tampan dan segar.Dirga berjalan melewati Laras begitu saja dan duduk di sofa yang berada di dalam kamarnya. Ia menyilangkan kakinya dan menatap Laras dengan datar."Kemarilah, ada yang harus aku bicarakan denganmu!" Perintahnya dengan nada dingin.Laras yang mendengar perintah itu, segera mengikuti ucapan Dirga untuk segera mendudukan tubuhnya di sofa panjang yang berhadapan dengan Dirga.Dirga menatap lekat istrinya sampai gadis itu duduk tepat di hadapany
Ceklek....Setelah beberapa kali mencoba memencet bel apartemen, akhirnya sang pemilik membukakan pintu untuk Dirga."Sayang," Dirga mendekat dan ingin memeluk tubuh kekasihnya karena merasa bersalah."Jangan sentuh aku! bukankah semalam kau sudah menghabiskan waktu berdua dengannya!" Ketus Ratih dengan wajah sembamnya. Wanita itu melepas kasar, pelukan Dirga. Lalu berjalan masuk, meninggalkan sang kekasih.Dirga berjalan masuk apartemen kekasihnya, mengikuti langkah sang kekasih yang hendak meninggalkannya sendirian."Jangan berkata seperti itu sayang, aku bahkan sama sekali tak tertarik denganya! Karena kaulah wanitaku satu-satunya." Dirga menarik tubuh Ratih, lalu memeluknya dari belakang dan menaruh dagunya di pundak sang kekasih.Kini rasa bersalah itu semakin menjadi, apalagi melihat bagaimana wajah sembam sang kekasih.Ia yakin, semalam Ratih menangis karena membayangkan dirinya menghabiskan waktu berdua bersama wanita lain."Katakan padaku Dirga, bagaimana aku tidak berpikiran
Setelah dari rumah orang tua Ratih, Dirga langsung pulang. Seperti ucapan nya semalam, kalau dia akan membawa Laras ke apartemen miliknya.Untuk pernikahannya dengan Ratih, mereka sudah sepakat untuk menikah seminggu lagi. Dirga sudah mengambil keputusan! Meski, nantinya akan menyakiti sang ibu, ia yakin lambat laun ibunya pasti akan mengerti dan merestui pernikahanya dengan Ratih."Sudah pulang kamu?" tegur Gandarai pada putranya yang baru saja pulang.Dia benar-benar merasa kesal dengan putranya ini, bisa-bisanya dia meninggalkan istrinya, di hari pertama setelah menikah."Ma." Dirga lebih memilih menyapa dan menghampiri mamanya, lalu mencium punggung tanganya.Gandari hanya menghela nafas pelan, dia mengerti dengan sikap sang anak. Apalagi, pernikahan ini dia yang memaksa.Dan juga, Dirga belum sepenuhnya mengenal Laras dan sama sekali tak ada rasa suka ataupun cinta.Jadi, dia berusaha untuk mengerti hal itu. Tetapi, dia yakin perlahan-lahan anaknya ini pasti akan luluh dengan men
Dirga terpaksa membuka matanya, saat mencium aroma wangi masakan yang menembus Indra penciumannya.Cacing-cacing di perutnya meronta minta diisi. Padahal, semalam dia sudah makan banyak! tetapi, seakan tak puas, pagi ini perutnya meminta diisi setelah mencium aroma yang sangat menggugah seleranya."Masak apa?" tanya Dirga dengan muka bantalnya, saat sudah berada di dapur apartemen rumahnya.Laras berjingkat, karena terkejut dengan suara yang tiba-tiba terdengar. "Astaga, Om ngagetin aja! untung gak tumpah!" kesal Laras, dengan mengelus dadanya.Dirga hanya berdecak dan duduk di kursi, menunggu Laras menuangkan nasi goreng pada piringnya."Om, mau sarapan sekarang?" tanya Laras sedikit heran."Gak, besok! ya sekaranglah, Laras! aku sudah sangat lapar!" Laras hanya mengangguk dan menuangkan nasi goreng, pada piring milik Dirga. Lalu setelah itu, dia menuangkan ke piring miliknya.Laras tersenyum samar, saat melihat bagaimana Dirga dengan begitu lahap makan masakannya. Setidaknya, dia
Laras yang baru saja di wawancarai, langsung menghampiri Dirga saat melihat lelaki itu masih di sana!Tetapi, bedanya Dirga sendirian sekarang! wanita yang bersama suaminya sudah tidak ada. Mungkin, sedang ada di toilet. Entahlah, Laras tak peduli hal itu! "Om ngapain disini?" Dirga langsung mendongak, menatap siapa yang sudah menyapanya. Seketika mata Dirga melotot, saat mendapati Laras berada tepat di depanya."Laras, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan suara pelan penuh penekanan."Ck, saya tanya om! kenapa balik tanya?" jawab Laras dengan kesal.Dirga menghembuskan nafas kasar dan menatap Laras dengan datar. Ia berdiri dan sedikit membungkuk untuk berbisik pada wanita yang sudah ia nikahi kemarin ini."Ingat perjanjian kita, untuk tidak ikut campur urusan pribadiku!" tekannya."Sekarang pergilah! aku tak mau bertengkar dengan kekasihku, hanya karena pengganggu seperti mu!" Deg...Laras mematung mendengar kalimat pedas yang Dirga lontarkan. Seharusnya, dia sudah tah
"Maaf Ma, untuk dua hari atau dua Minggu ke depan aku tak bisa! lagi pula, untuk apa bulan madu, jika di apartemen pun bisa." Dirga langsung menolak permintaan Gandari.Laras hanya diam saja dan melihat bagaimana Dirga menolak. Ia hanya tak ingin terlibat di dalamnya! meski, hal ini pasti akan melibatkannya.Tetapi, jika dia ikut bicara dan dia salah berucap, bisa-bisa suaminya itu akan menyalahkannya. Atau lebih parahnya, lelaki itu menuduh dirinya yang meminta pada mama mertuanya untuk membawanya bulan madu."Apa alasanmu tak bisa membawa Laras berbulan madu? bukankah, jika kalian pergi bulan madu, bisa membuat kalian mengenal lebih dekat? lagi pula, mama juga sudah sangat ingin menggendong cucu!" Dirga menghembuskan nafas pelan dan menatap intens sang mama. "Ma, mama tahu kalau aku baru saja membuka cabang hotel baru dan aku tak bisa lepas tangan seenaknya! nanti, setelah pekerjaan ku selesai aku janji akan membawa Laras untuk berbulan madu! ah, atau mama memang ingin segera puny
Paginya Dirga membawa Laras pulang, karena istrinya itu meminta untuk pulang. Padahal, Dirga masih ingin menghabiskan waktu bersama istrinya itu. "Duh, yang habis bulan madu." Sambut Gandari. "Ma, apa kabar?" Laras langsung menghambur memeluk mama mertuanya. Laras lega, karena ia sudah kembali ke rumah ini. Jujur, dia masih terbayang-bayang tentang apa yang tengah terjadi padanya waktu di Bali kemarin. Meski, Dirga sudah menghiburnya dan membawanya jalan-jalan. Bahkan, ia sempat lupa dengan kejadian itu. Tetap saja Laras merasa takut, jika Dirga akan meninggalkan nya sendirian seperti waktu itu. Membayangkan saja Laras tak berani. Sebab itulah, ia terus mendesak agar suaminya itu segera membawa pulang. Setidaknya, Dirga takkan berani macam-macam jika ada mama mertuanya ini. "Mama baik Sayang! bagaimana bulan madunya? Mama sudah gak sabar, mendengar kabar baik dari kamu." "Doakan saja ya Ma," jawab Laras dengan kikuk. Ia tahu betul apa yang dimaksud oleh mertuanya itu
"Yah, gak kena!" gumam Laras sedikit kesal. Padahal, ini sudah bola ke tiganya dan lagi-lagi dia gagal melempar bola itu, mengenai papan sebagai sasarannya. "Cih, begitu saja tidak bisa!" cibir Dirga yang sudah berada di samping Laras. "Memangnya Om bisa?" "Tentu saja bisa!" "Ck, coba buktikan!" tantang Laras dan langsung di tanggapi oleh Dirga. "Ok," jawabnya Dirga dengan menggulung lengan kemejanya sampai batas siku. "Mana bolanya!" Dirga mengulurkan tanganya. Dengan setengah kesal, Laras memberikan bola itu pada Dirga. Setelah mendapatkan bola itu, Dirga langsung bersiap dan melempar bola itu, ke arah papan sasaran. Dak "Yes!" Dirga mengepalkan tanganya dan bersorak senang, karena berhasil menjatuhkan papan itu. "Lihat kan, aku berhasil!" ucap Dirga bangga dan segera menerima hadiah boneka. "Wah, hebat! sini bonekanya!" Laras langsung ingin mengambil, boneka beruang yang berukuran besar, namun dengan segera Dirga menjauhkan boneka itu. "Om, kasih aku aja
Dirga mengepalkan kedua tanganya, menahan amarah saat melihat sosok laki-laki yang sangat dia benci. "Dafi, kau ada di sini?" tanya Dirga setelah berhasil meredam amarahnya. "Ya, aku sedang pergi jalan-jalan. Aku juga tak menyangka bertemu dengan mu di sini!" ucap Dafi, lalu menatap pada sosok gadis mungil yang berada di samping teman kuliahnya dulu ini. "Dia siapa?" tanya Dafi penasaran. "Dia Laras, istri ku!" Dirga memperkenalkan Laras sebagai istrinya. "Istri? kapan kau menikah, kenapa tak mengundang ku?" ucap Dafi, lalu mengulurkan tanganya pada Laras. "Aku Dafi, teman lama Dirga!" "Laras Om!" jawab Laras menerima uluran tangan Dafi. "Wah, apa Aku terlihat setua itu? sampai aku dipanggil Om?" Dafi tertawa, merasa tak percaya jika dirinya dipanggil Om. Apalagi, yang memanggilnya adalah istri dari Dirga, temannya. Laras mengerutkan keningnya dan menatap Dafi dengan bingung. "Kalau aku tak memanggil Om, lalu aku harus memanggil apa?" tanya Laras polos. Padahal, men
"Ha?" Laras terkejut dengan ucapan dari lelaki yang sudah menyandang sebagai suaminya ini. "Kenapa? apa tidak boleh, aku ingin bersama dengan istriku?" tanya Dirga menaikkan sebelah alisnya. Rasanya gemas sekali melihat wajah terkejut Laras. Tidak buruk juga, dia memutuskan untuk tetap tinggal. Selain karena ingin menebus rasa bersalahnya, ia juga tak ingin kesepian, karena Ratih sedang pergi bersama dengan teman-teman nya. Dirga pikir, tak buruk memiliki istri dua. Jika yang satu tak dapat menemani, maka dia bisa pergi ke istri yang lain. Jadi, dia tidak akan kesepian. Ah, sungguh indah dunia ini jika memiliki istri dua seperti ini. Dirga terkekeh, dengan pikiran konyolnya. "Kenapa Om tertawa?" tanya Laras heran melihat Dirga yang tiba-tiba tertawa sendiri. "Tidak ada! kamu memangnya tidak senang, jika aku di sini menemani mu?" tanya Dirga penasaran. "Senang sih, tapi...." "Tapi apa?" "Ah, sudahlah, lupakan! jika Om ingin di sini ya silahkan! atau sebaiknya kita
Setelah sarapan, Dirga langsung mengajak Laras untuk kembali ke Jakarta. Kini mereka sudah sampai di hotel, membuat kening Laras mengkerut bingung."Om, kenapa malah ke hotel dan tidak langsung pulang saja?" Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Laras, membuat Dirga menghembuskan nafas pelan.Ia memandang Laras dengan dalam, tatapan mata Dirga kemudian tertuju pada sudut bibir Laras yang terluka."Apa kau ingin mama melihat lukamu itu?" tunjuk Dirga."Atau kau memang sengaja ingin menunjukkan lukamu itu pada mama, agar mama memarahiku dan menganggap aku melakukan kekerasan padamu!" Laras ternganga saat mendengar tuduhan Dirga. Sejurus kemudian dia mendengus dan menatap kesal pada Dirga."Apa, kenapa?" tanya Dirga dengan nada mengejek."Jika bukan karena Om, aku juga takkan seperti ini! sekarang, om seolah menyalahkan ku! sudahlah, cepat pergi dan temui kekasih mu!" usir Laras yang sudah muak dengan sikap Dirga yang seenaknya.Dari pada berdebat, lebih baik dia beristirahat. Ka
Dirga masih terdiam dan mendengarkan Laras berbicara. Jujur, dia sangat penasaran dengan apa yang sudah terjadi pada gadis itu.Apalagi, ada bekas luka di sudut bibirnya. Ia yakin, pasti terjadi sesuatu padanya. Laras mengambil nafasnya dalam lalu membuangnya dengan kasar.Ia menatap tepat pada kedua bola mata kecoklatan milik suaminya itu. "Apa Om tahu? setelah Om meninggalkanku, tasku dicopet. Aku kehilangan semua uang dan akses untuk masuk ke dalam hotel!" Laras menjeda kalimatnya."Aku sudah berusaha mengejar copet itu, namun sial copet itu berhasil kabur. Lebih sialnya lagi, aku mengejar copet itu terlalu jauh, sampai-sampai aku lupa jalan untuk kembali ke hotel. Coba bayangkan, betapa takutnya aku saat itu? aku tidak kenal dan sangat asing ditempat ini Om! dan semalam...." Laras menghentikan ucapannya karena mengingat kejadian tadi malam.Rasanya tak kuasa untuk menceritakannya. Dengan kasar, ia mengusap kasar air mata yang menetes di pipinya. "Sudahlah, mana mungkin Om peduli
Dirga sampai di Bali, sekitar pukul 9 pagi. Tujuan utamanya adalah hotel tempat ia menginap bersama Laras.Dirga berusaha memencet bel pintu. Namun, beberapa kali ia mencoba, pintu tak kunjung terbuka. "Kemana dia?" gumamnya, hingga ia melihat salah satu karyawan hotel, yang berjalan mendekat kearahnya."Mas, lihat penghuni kamar ini nggak?" tanya Dirga saat karyawan itu, ada di dekatnya."Maaf Pak, setau saya kamar ini sudah kosong!" Mendengar hal itu, membuat nya heran dan penasaran. Ia lalu memutuskan untuk bertanya pada pihak resepsionis."Selamat pagi Pak Dirga, ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu dengan ramah.Ya, resepsionis itu mengenal Dirga. Karena, Dirga adalah salah satu pemegang saham di hotel ini. Dirga hanya menganggu dan bertanya tentang Laras."Nona Laras tidak ada kembali sejak dua hari yang lalu Pak! untuk barang anda, masih berada di dalam kamar!" jelas resepsionis itu."Kau yakin?" tanya Dirga meyakinkan."Iya Pak," jawab resepsionis itu dengan yaki
Dua hari sudah berlalu, Dirga dan Ratih masih menikmati masa-masa pengantin baru. Kini, mereka tinggal di apartemen Ratih.Apartemen ini, Dirga hadiahkan untuk kekasihnya di hari ulang tahun wanita itu tahun lalu. Mereka memutuskan untuk, tinggal disini sampai rumah baru mereka selesai dibangun.Ya, Dirga memang sudah menyiapkan rumah untuk mereka tinggali jauh-jauh hari. Sembari menunggu, mereka tinggal di sini."Sayang masak apa?" tanya Dirga yang memeluk Ratih dari belakang."Masak nasi goreng kesukaan kamu!" jawab sambil terus mengaduk nasi yang masih ada di dalam wajan.Dirga terus mengendus leher sang istri, bahkan sesekali ia menghisap dan menggigit gemas leher Ratih."Dirga!" panggil Ratih, dengan desahan tertahan."Kenapa?" tanyanya dengan suara serak.Seketika itu, Dirga langsung membalikkan tubuh istrinya agar menghadapnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung meraup bibir yang sudah menjadi candunya itu."Dirga stop, aku sangat lapar! kita sarapan dulu ya," Ratih mendorong tub
Laras hanya diam menikmati adegan yang ada di hadapannya itu. Laras mengambil kesimpulan, kalau wanita itu adalah Ratih, kekasih suaminya.Ada rasa sedikit nyeri di hatinya, saat melihat bagaimana Dirga memperlakukan wanita itu dengan lembut.Apalagi, Dirga terlihat begitu tak rela melihat wanita itu menangis. Tangan nya begitu lembut, mengusap wajah wanita itu.Sangat jelas di matanya, Dirga begitu hati-hati menyentuh wajah cantik itu, seolah takut akan melukai wajah mulus nan cantik itu."Om," panggil Laras saat melihat Dirga mengejar wanita itu yang berlari keluar dari warung makan ini.Dirga tak menghiraukan panggilan Laras. Yang ada di pikirannya saat ini, hanyalah Ratih. Dia tak ingin terjadi sesuatu pada kekasihnya itu.Apalagi, Ratih berlari begitu kencang dengan emosi yang tak stabil. "Yah, kok aku ditinggal!" gumamnya dan hendak mengejar Dirga."Tapi, kalau aku ngejar, yang ada masalah jadi runyam!" gumamnya lagi dan lebih memilih untuk mendudukkan tubuhnya kembali.Laras l