Setelah dari rumah orang tua Ratih, Dirga langsung pulang. Seperti ucapan nya semalam, kalau dia akan membawa Laras ke apartemen miliknya.
Untuk pernikahannya dengan Ratih, mereka sudah sepakat untuk menikah seminggu lagi. Dirga sudah mengambil keputusan! Meski, nantinya akan menyakiti sang ibu, ia yakin lambat laun ibunya pasti akan mengerti dan merestui pernikahanya dengan Ratih."Sudah pulang kamu?" tegur Gandarai pada putranya yang baru saja pulang.Dia benar-benar merasa kesal dengan putranya ini, bisa-bisanya dia meninggalkan istrinya, di hari pertama setelah menikah."Ma." Dirga lebih memilih menyapa dan menghampiri mamanya, lalu mencium punggung tanganya.Gandari hanya menghela nafas pelan, dia mengerti dengan sikap sang anak. Apalagi, pernikahan ini dia yang memaksa.Dan juga, Dirga belum sepenuhnya mengenal Laras dan sama sekali tak ada rasa suka ataupun cinta.Jadi, dia berusaha untuk mengerti hal itu. Tetapi, dia yakin perlahan-lahan anaknya ini pasti akan luluh dengan menantunya itu."Sudah makan kamu?" tanya Gandari sedikit melunak."Belum Ma, makanya aku pulang untuk makan bersama mama dan setelah itu langsung pergi ke apartemen.""Kamu yakin, ingin tinggal di apartemen?" tanya Gandari menatap serius pada sang anak."Iya Ma! bukankah, akan lebih baik jika aku dan Laras tinggal berdua saja, untuk kami bisa lebih saling mengenal?" Dirga mencoba memberi alasan yang logis."Ya, kau benar! tapi, mama hanya berpesan, perlakukan Laras dengan baik! mungkin, sekarang kamu belum bisa menerimanya! namun, lambat laun kamu pasti bisa menerima dan mencintainya! dengar Dirga, mama melakukan ini hanya demi kebaikanmu dan mama yakin kamu pasti akan menerima Laras dengan sepenuh hati!" nasehat Gandari panjang lebar."Ma, boleh aku tahu, kenapa mama kekeh ingin aku menikah dengan Laras?" tanya Dirga yang memang sudah sangat penasaran, alasan itu.Gandari menghembuskan nafas kasar. "Ceritanya sangat panjang dan mama tidak bisa cerita sekarang! lebih baik, kamu fokus dengan Laras!""Baiklah!" Dirga habya bisa pasrah saat mamanya tak ingin memberitahu alasanya."Ma, makan malam sudah siap!" suara lembut menyapa indra pendengar keduanya.Mereka menatap ke asal suara. Gandari tersenyum lembut dan segera menghampiri menantunya itu."Ayo, kita makan! mama juga sudah lapar." Gandari menatap anak laki-lakinya dan memberi isyarat untuk mengikuti mereka ke ruang makan.Dirga yang mengerti, langsung berdiri dan mengikuti istri dan mamanya. Istri? ah, rasanya tak percaya kalau Dirga ini sudah memiliki istri.Sementara Laras hanya melirik saja, tak berniat menyapa suami menyebalkannya ini. Sesampainya di ruang makan, Dirga dapat melihat berbagai menu makanan yang kebanyakan adalah menu kesukaannya."Laras, ambilkan makan untuk suamimu!""I-iya Ma," meski malas, Laras tetap melakukan perintah sang mama mertua."Terima kasih," ucap Dirga saat sepiring nasi lengkap dengan lauknya ada di hadapanya."Sama-sama om," jawabnya dan langsung duduk menikmati makanannya.Dirga meringis, saat mendengar panggilan Laras yang ditujukan untuknya. Rasanya terdengar aneh dan geli di telinganya.Mereka menikmati makanan mereka dengan tenang. Hanya dentingan sendok dan garpu saling beradu."Gimana rasanya enak?" tanya Gandari pada anaknya."Iya Ma, ini enak sekali! masakan mama memang paling enak!" pujinya."Tapi ini bukan mama yang masak!""Lalu siapa?" Dirga mengerutkan kedua alisnya bingung."Tentu saja istrimu!"Ukhuk...Dirga langsung tersedak mendengar ucapan mamanya. Secara tidak langsung dia sudah memuji Laras.Laras dengan cepat menyodorkan segelas air pada sang suami dan Dirga langsung menerimanya lalu meminumnya hingga tandas."Pelan-pelan om! masih banyak, jangan takut kehabisan!" celetuk Laras membuat Dirga mendengus kesal."Siapa yang mau dengan masakan rasa garam ini?" ketusnya."Rasa garam, tapi nambah berkali-kali!" cibir Laras.Gandari hanya tersenyum melihat interaksi anak dan menantunya ini. Sangat menggemaskan."Sudah-sudah, jangan berantem! ayo lanjut makan lagi."Mereka berdua langsung menghentikan perdebatan mereka dan lanjut makan lagi. Bebera menit kemudian, mereka sudah menyelesaikan makannya dan kembali ke kamar mereka masing-masing."Kau sudah mengemasi barang-barangmu?" tanya Dirga saat sudah sampai di dalam kamar mereka."Sudah!""Kalau begitu, kita langsung berangkat!"Laras hanya mengangguk, ia segera mengambil tas kecil yang cukup untuk beberapa pakaiannya.Laras memang tak membawa baju terlalu banyak, lagi pula dia juga tak memiliki stok banyak baju."Ma, aku pamit ya! mama jangan lupa meminum obat dan selalu jaga kesehatan." Laras berpamitan pada Gandari."Tentu mama akan jaga kesehatan mama! mama kan ingin melihat kamu hamil dan masih ingin menggendong cucu mama!" jawab Gandari dengan antusias.Dirga dan Laras saling berpandangan, lalu tersenyum kaku menatap Gandarai yang tersenyum dengan lebar, menatap keduanya secara bergantian."Mama harap, kalian tak menundanya.""I-iya Ma," jawab keduanya dengan ragu."Dirga, jaga menantu mama dengan baik! sering-sering main ke rumah mama!""Tentu saja Ma, kami akan sering main kesini!" Dirga menjawab dengan yakin.Setelah berpamitan, mereka langsung pergi menuju apartemen Dirga. Selama perjalanan tak ada yang membuka suara, hanya keheningan yang menyapa.Hingga tak terasa, mobil yang ditumpangi mereka sampai tujuan. Dirga turun dari mobilnya, mendahuli Laras dan tak berniat untuk membantu istrinya untuk membawakan barang-barang milik Laras.Dirga memencet tombol angka, sandi apartemennya, tak lupa ia mengatakan pada Laras untuk mencatat dan menyimpannya baik-baik.Meski mereka menikah karena paksaan, mereka tetap tinggal bersama. Jadi, mau tidak mau Dirga harus memberitahu kata sandinya pada Laras.Dia hanya tidak ingin direpotkan dengan masalah kecil seperti ini. Laras hanya mengangguk dan mencatat di ponsel miliknya."Di sini kamarmu dan di sana adalah kamarmu! ingat, sesuai perjanjian, kau tak boleh mencampuri urusan pribadiku! jadi, jangan pernah mencoba untuk masuk ke kamarku!" peringat Dirga dan Laras hanya diam saja."Ini kartu atm dan uang cash untukmu! aku rasa itu cukup untuk kebutuhan dapur dab kebutuhanmu selama sebulan. Setiap tanggal satu, aku akan mengisi kartu itu!" Dirga menyerahkan beberapa uang lembar merah.Karena dia yakin, kalau Laras tidak memegang uang sama sekali. Setelah menjelaskan semuanya pada Laras, Dirga kembali ke kamarnya untuk meng-istitarahatkan tubuh lelahnya.Laras menatap punggung Dirga yang perlahan menghilang dari balik pintu. Ia lalu menghembuskan nafas kasar, setelah kepergian suaminya.Suami? apa pantas, Dirga disebut sebagai suaminya? sementara, lelaki itu sama sekali tak bisa menerimanya sebagai istri.Memang dirga memberikan nafkah lahir, tapi bukankah pernikahan tak cukup dengan uang saja?"Ah, sudahlah! lebih baik, aku fokus kuliah saja! perlahan, aku akan mendekati om Dirga pasti lambat laun dia akan menerimaku," gumamnya.Laras lebih memilih merebahkan tubuh lelahnya dan segera menjemput mimpi malam ini.Dirga terpaksa membuka matanya, saat mencium aroma wangi masakan yang menembus Indra penciumannya.Cacing-cacing di perutnya meronta minta diisi. Padahal, semalam dia sudah makan banyak! tetapi, seakan tak puas, pagi ini perutnya meminta diisi setelah mencium aroma yang sangat menggugah seleranya."Masak apa?" tanya Dirga dengan muka bantalnya, saat sudah berada di dapur apartemen rumahnya.Laras berjingkat, karena terkejut dengan suara yang tiba-tiba terdengar. "Astaga, Om ngagetin aja! untung gak tumpah!" kesal Laras, dengan mengelus dadanya.Dirga hanya berdecak dan duduk di kursi, menunggu Laras menuangkan nasi goreng pada piringnya."Om, mau sarapan sekarang?" tanya Laras sedikit heran."Gak, besok! ya sekaranglah, Laras! aku sudah sangat lapar!" Laras hanya mengangguk dan menuangkan nasi goreng, pada piring milik Dirga. Lalu setelah itu, dia menuangkan ke piring miliknya.Laras tersenyum samar, saat melihat bagaimana Dirga dengan begitu lahap makan masakannya. Setidaknya, dia
Laras yang baru saja di wawancarai, langsung menghampiri Dirga saat melihat lelaki itu masih di sana!Tetapi, bedanya Dirga sendirian sekarang! wanita yang bersama suaminya sudah tidak ada. Mungkin, sedang ada di toilet. Entahlah, Laras tak peduli hal itu! "Om ngapain disini?" Dirga langsung mendongak, menatap siapa yang sudah menyapanya. Seketika mata Dirga melotot, saat mendapati Laras berada tepat di depanya."Laras, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan suara pelan penuh penekanan."Ck, saya tanya om! kenapa balik tanya?" jawab Laras dengan kesal.Dirga menghembuskan nafas kasar dan menatap Laras dengan datar. Ia berdiri dan sedikit membungkuk untuk berbisik pada wanita yang sudah ia nikahi kemarin ini."Ingat perjanjian kita, untuk tidak ikut campur urusan pribadiku!" tekannya."Sekarang pergilah! aku tak mau bertengkar dengan kekasihku, hanya karena pengganggu seperti mu!" Deg...Laras mematung mendengar kalimat pedas yang Dirga lontarkan. Seharusnya, dia sudah tah
"Maaf Ma, untuk dua hari atau dua Minggu ke depan aku tak bisa! lagi pula, untuk apa bulan madu, jika di apartemen pun bisa." Dirga langsung menolak permintaan Gandari.Laras hanya diam saja dan melihat bagaimana Dirga menolak. Ia hanya tak ingin terlibat di dalamnya! meski, hal ini pasti akan melibatkannya.Tetapi, jika dia ikut bicara dan dia salah berucap, bisa-bisa suaminya itu akan menyalahkannya. Atau lebih parahnya, lelaki itu menuduh dirinya yang meminta pada mama mertuanya untuk membawanya bulan madu."Apa alasanmu tak bisa membawa Laras berbulan madu? bukankah, jika kalian pergi bulan madu, bisa membuat kalian mengenal lebih dekat? lagi pula, mama juga sudah sangat ingin menggendong cucu!" Dirga menghembuskan nafas pelan dan menatap intens sang mama. "Ma, mama tahu kalau aku baru saja membuka cabang hotel baru dan aku tak bisa lepas tangan seenaknya! nanti, setelah pekerjaan ku selesai aku janji akan membawa Laras untuk berbulan madu! ah, atau mama memang ingin segera puny
"Maksud Mama apa?" tanya Laras. Sebenarnya dia mengerti dengan apa yang dimaksud oleh mertuanya. Hanya saja, dia ingin meyakinkan diri kalau mertuanya ini tidak bicara serius. "Mama hanya ingin, kamu fokus pada Dirga. Raih hatinya, jangan sampai dia berpaling dan mengejar wanita lain," Gandari menjeda kalimatnya dan menatap lekat pada menantunya yang juga tengah menatapnya. "Laras, Mama tahu, tak mudah bagi kalian untuk menjalani pernikahan tanpa cinta ini. Mama juga, tahu kalian terpaksa untuk menikah! tetapi, tidak ada salahnya kan, kalian mencoba dan membuka pintu hati kalian? Mama juga tahu, kalau mengambil hati Dirga itu sangat sulit, apalagi Dirga memiliki wanita lain dihatinya. Hanya saja, jika kamu hamil anak Dirga, Mama yakin, Dirga mau menerima mu dan menyayangi anak kalian. Perlahan, pasti Dirga bisa mengusir wanita lain dihatinya dan menggantikannya dengan namamu demi anak kalian nanti! kamu tahu maksud Mama kan Laras?" Gandari menatap penuh harap pada menantunya ini. L
Pagi ini, seperti rencana Gandari semalam! Dirga dan Laras berangkat menuju ke kota Bali. Sekitar pukul 8 mereka sampai di hotel dan langsung beristirahat.Berbeda dengan Dirga. Lelaki itu, lebih memilih keluar hotel dan bertemu dengan kawan lamanya.Selain itu, dia juga ingin memenuhi janjinya pada Ratih untuk tetap jaga jarak dengan Laras. Ya, setelah perdebatan panjang, akhirnya Dirga mampu meyakinkan Ratih kalau dirinya tidak akan menyentuh Laras.Dirga juga berjanji, jika dia pulang nanti, dia akan langsung menikahi Ratih."Dirga," panggil seseorang yang sedari tadi sudah menunggunya."Sorry nunggu lama," ucap Dirga dan bertos ria ala lelaki pada sahabat lamanya ini."Gak masalah, aku mengerti! lagi pula, kau baru saja datang! apa kamu gak capek?" tanya Tomas sahabat lama Dirga itu."Tidak masalah! aku justru berterima kasih, karena kamu mau menemaniku selama aku ada di sini!" Tom hanya terkekeh dan menggeleng, ia menepuk pelan pundak sang sahabat, "Aku heran sama kamu! kesini u
"Om, nasi gorengnya enak loh! coba deh," Laras mengarahkan sendok yang berisi nasi goreng ke mulut Dirga.Dirga yang tengah fokus dengan ponselnya, tanpa sadar, membuka mulutnya dan menerima suapan Laras."Gimana, enakkan?" tanya Laras dan diangguki oleh Dirga."Ya udah, aku pesenin ya!" tawar Laras sekali lagi.Pasalnya, suaminya ini tak memesan apapun dan hanya dirinya sendiri yang makan. Tadi saja, kalau Laras tak menanyakan hal yang aneh-aneh, Dirga mana mungkin mengajak Laras keluar untuk makan bersama."Tidak usah Laras, aku sudah kenyang!" jawab Dirga tak berniat mengalihkan perhatiannya dari ponsel miliknya."Tadi katanya enak, aku pesenin ya!" rayu Laras sekali lagi.Dirga mendengus dan menatap tajam pada Laras, rasanya sangat jengah mendengar ocehan gadis yang sudah menjadi istrinya ini."Cepat habiskan makananmu, atau aku tinggal!" tegas Dirga."Galak amat, kalau gak mau ya udah!" gumam Laras dengan kesal dan kembali melanjutkan makannya.Bukan Laras tak tahu, kalau suaminy
Ratih membuang tas selempang yang ia kenakan ke sembarang arah. Ia begitu kesal, marah, jengkel! Ratih ingin sekali, mencakar wajah wanita yang beberapa menit yang lalu ia temui itu.Jika tidak mengingat, kalau wanita itu adalah ibu dari sang kekasih, maka sudah dipastikan mulut wanita tua itu ia robek.Bagaimana tidak? wanita itu dengan entengnya menyuruhnya untuk menjauhi dan meninggalkan Dirga dan mengatakan kalau dirinya tidak akan pernah merestui hubungan mereka.Wanita itu juga bilang, kalau sebentar lagi Dirga akan memiliki anak dan memiliki keluarga kecil yang bahagia.Jadi, cepat atau lambat kekasihnya itu akan menendangnya dari kehidupan Dirga untuk selama-lamanya.Tentu saja Ratih menyangkal hal itu, karena dia tahu bagaimana Dirga begitu mencintainya. Tetapi, wanita itu justru bilang kalau anaknya sebentar lagi akan memberikannya cucu setelah pulang dari bulan madunya.Jika tidak, mana mungkin kekasihnya mau membawa Laras pergi bulan madu. Ratih mulai terpengaruh dengan ap
Laras terkejut dengan perlakuan Dirga, sontak ia menoleh dan menatap Dirga dengan penuh tanya."Kenapa Om?" tanyanya heran.Dirga yang sadar dengan kelakuannya, langsung menarik tanganya dan memasukkan kedua tanganya ke dalam saku celananya, lalu menatap lurus pada matahari yang sudah mulai muncul."Tidak ada, aku hanya membuang kotoran di rambutmu!" Dirga beralasan.Laras hanya mengangguk mengerti dan kembali melihat matahari yang terlihat indah di pagi hari ini."Om, boleh aku tanya sesuatu?" "Hmm, mau tanya apa?" Laras menghadapkan tubuhnya pada lelaki yang menyandang sebagai suaminya ini. Merasa di perhatikan, Dirga pun melakukan hal yang sama.Kini mereka saling berhadapan dan saling menatap, "boleh aku tahu siapa nama pacar Om?" tanyanya membuat Dirga mengerutkan dahinya."Ada apa, kenapa tiba-tiba bertanya?" tanya Dirga sembari melipat kedua tangan di depan dadanya."Tidak ada, aku hanya penasaran! jika tak mau, memberitahu ya sudah!" jawab Laras acuh dan kembali menatap luru
Paginya Dirga membawa Laras pulang, karena istrinya itu meminta untuk pulang. Padahal, Dirga masih ingin menghabiskan waktu bersama istrinya itu. "Duh, yang habis bulan madu." Sambut Gandari. "Ma, apa kabar?" Laras langsung menghambur memeluk mama mertuanya. Laras lega, karena ia sudah kembali ke rumah ini. Jujur, dia masih terbayang-bayang tentang apa yang tengah terjadi padanya waktu di Bali kemarin. Meski, Dirga sudah menghiburnya dan membawanya jalan-jalan. Bahkan, ia sempat lupa dengan kejadian itu. Tetap saja Laras merasa takut, jika Dirga akan meninggalkan nya sendirian seperti waktu itu. Membayangkan saja Laras tak berani. Sebab itulah, ia terus mendesak agar suaminya itu segera membawa pulang. Setidaknya, Dirga takkan berani macam-macam jika ada mama mertuanya ini. "Mama baik Sayang! bagaimana bulan madunya? Mama sudah gak sabar, mendengar kabar baik dari kamu." "Doakan saja ya Ma," jawab Laras dengan kikuk. Ia tahu betul apa yang dimaksud oleh mertuanya itu
"Yah, gak kena!" gumam Laras sedikit kesal. Padahal, ini sudah bola ke tiganya dan lagi-lagi dia gagal melempar bola itu, mengenai papan sebagai sasarannya. "Cih, begitu saja tidak bisa!" cibir Dirga yang sudah berada di samping Laras. "Memangnya Om bisa?" "Tentu saja bisa!" "Ck, coba buktikan!" tantang Laras dan langsung di tanggapi oleh Dirga. "Ok," jawabnya Dirga dengan menggulung lengan kemejanya sampai batas siku. "Mana bolanya!" Dirga mengulurkan tanganya. Dengan setengah kesal, Laras memberikan bola itu pada Dirga. Setelah mendapatkan bola itu, Dirga langsung bersiap dan melempar bola itu, ke arah papan sasaran. Dak "Yes!" Dirga mengepalkan tanganya dan bersorak senang, karena berhasil menjatuhkan papan itu. "Lihat kan, aku berhasil!" ucap Dirga bangga dan segera menerima hadiah boneka. "Wah, hebat! sini bonekanya!" Laras langsung ingin mengambil, boneka beruang yang berukuran besar, namun dengan segera Dirga menjauhkan boneka itu. "Om, kasih aku aja
Dirga mengepalkan kedua tanganya, menahan amarah saat melihat sosok laki-laki yang sangat dia benci. "Dafi, kau ada di sini?" tanya Dirga setelah berhasil meredam amarahnya. "Ya, aku sedang pergi jalan-jalan. Aku juga tak menyangka bertemu dengan mu di sini!" ucap Dafi, lalu menatap pada sosok gadis mungil yang berada di samping teman kuliahnya dulu ini. "Dia siapa?" tanya Dafi penasaran. "Dia Laras, istri ku!" Dirga memperkenalkan Laras sebagai istrinya. "Istri? kapan kau menikah, kenapa tak mengundang ku?" ucap Dafi, lalu mengulurkan tanganya pada Laras. "Aku Dafi, teman lama Dirga!" "Laras Om!" jawab Laras menerima uluran tangan Dafi. "Wah, apa Aku terlihat setua itu? sampai aku dipanggil Om?" Dafi tertawa, merasa tak percaya jika dirinya dipanggil Om. Apalagi, yang memanggilnya adalah istri dari Dirga, temannya. Laras mengerutkan keningnya dan menatap Dafi dengan bingung. "Kalau aku tak memanggil Om, lalu aku harus memanggil apa?" tanya Laras polos. Padahal, men
"Ha?" Laras terkejut dengan ucapan dari lelaki yang sudah menyandang sebagai suaminya ini. "Kenapa? apa tidak boleh, aku ingin bersama dengan istriku?" tanya Dirga menaikkan sebelah alisnya. Rasanya gemas sekali melihat wajah terkejut Laras. Tidak buruk juga, dia memutuskan untuk tetap tinggal. Selain karena ingin menebus rasa bersalahnya, ia juga tak ingin kesepian, karena Ratih sedang pergi bersama dengan teman-teman nya. Dirga pikir, tak buruk memiliki istri dua. Jika yang satu tak dapat menemani, maka dia bisa pergi ke istri yang lain. Jadi, dia tidak akan kesepian. Ah, sungguh indah dunia ini jika memiliki istri dua seperti ini. Dirga terkekeh, dengan pikiran konyolnya. "Kenapa Om tertawa?" tanya Laras heran melihat Dirga yang tiba-tiba tertawa sendiri. "Tidak ada! kamu memangnya tidak senang, jika aku di sini menemani mu?" tanya Dirga penasaran. "Senang sih, tapi...." "Tapi apa?" "Ah, sudahlah, lupakan! jika Om ingin di sini ya silahkan! atau sebaiknya kita
Setelah sarapan, Dirga langsung mengajak Laras untuk kembali ke Jakarta. Kini mereka sudah sampai di hotel, membuat kening Laras mengkerut bingung."Om, kenapa malah ke hotel dan tidak langsung pulang saja?" Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Laras, membuat Dirga menghembuskan nafas pelan.Ia memandang Laras dengan dalam, tatapan mata Dirga kemudian tertuju pada sudut bibir Laras yang terluka."Apa kau ingin mama melihat lukamu itu?" tunjuk Dirga."Atau kau memang sengaja ingin menunjukkan lukamu itu pada mama, agar mama memarahiku dan menganggap aku melakukan kekerasan padamu!" Laras ternganga saat mendengar tuduhan Dirga. Sejurus kemudian dia mendengus dan menatap kesal pada Dirga."Apa, kenapa?" tanya Dirga dengan nada mengejek."Jika bukan karena Om, aku juga takkan seperti ini! sekarang, om seolah menyalahkan ku! sudahlah, cepat pergi dan temui kekasih mu!" usir Laras yang sudah muak dengan sikap Dirga yang seenaknya.Dari pada berdebat, lebih baik dia beristirahat. Ka
Dirga masih terdiam dan mendengarkan Laras berbicara. Jujur, dia sangat penasaran dengan apa yang sudah terjadi pada gadis itu.Apalagi, ada bekas luka di sudut bibirnya. Ia yakin, pasti terjadi sesuatu padanya. Laras mengambil nafasnya dalam lalu membuangnya dengan kasar.Ia menatap tepat pada kedua bola mata kecoklatan milik suaminya itu. "Apa Om tahu? setelah Om meninggalkanku, tasku dicopet. Aku kehilangan semua uang dan akses untuk masuk ke dalam hotel!" Laras menjeda kalimatnya."Aku sudah berusaha mengejar copet itu, namun sial copet itu berhasil kabur. Lebih sialnya lagi, aku mengejar copet itu terlalu jauh, sampai-sampai aku lupa jalan untuk kembali ke hotel. Coba bayangkan, betapa takutnya aku saat itu? aku tidak kenal dan sangat asing ditempat ini Om! dan semalam...." Laras menghentikan ucapannya karena mengingat kejadian tadi malam.Rasanya tak kuasa untuk menceritakannya. Dengan kasar, ia mengusap kasar air mata yang menetes di pipinya. "Sudahlah, mana mungkin Om peduli
Dirga sampai di Bali, sekitar pukul 9 pagi. Tujuan utamanya adalah hotel tempat ia menginap bersama Laras.Dirga berusaha memencet bel pintu. Namun, beberapa kali ia mencoba, pintu tak kunjung terbuka. "Kemana dia?" gumamnya, hingga ia melihat salah satu karyawan hotel, yang berjalan mendekat kearahnya."Mas, lihat penghuni kamar ini nggak?" tanya Dirga saat karyawan itu, ada di dekatnya."Maaf Pak, setau saya kamar ini sudah kosong!" Mendengar hal itu, membuat nya heran dan penasaran. Ia lalu memutuskan untuk bertanya pada pihak resepsionis."Selamat pagi Pak Dirga, ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu dengan ramah.Ya, resepsionis itu mengenal Dirga. Karena, Dirga adalah salah satu pemegang saham di hotel ini. Dirga hanya menganggu dan bertanya tentang Laras."Nona Laras tidak ada kembali sejak dua hari yang lalu Pak! untuk barang anda, masih berada di dalam kamar!" jelas resepsionis itu."Kau yakin?" tanya Dirga meyakinkan."Iya Pak," jawab resepsionis itu dengan yaki
Dua hari sudah berlalu, Dirga dan Ratih masih menikmati masa-masa pengantin baru. Kini, mereka tinggal di apartemen Ratih.Apartemen ini, Dirga hadiahkan untuk kekasihnya di hari ulang tahun wanita itu tahun lalu. Mereka memutuskan untuk, tinggal disini sampai rumah baru mereka selesai dibangun.Ya, Dirga memang sudah menyiapkan rumah untuk mereka tinggali jauh-jauh hari. Sembari menunggu, mereka tinggal di sini."Sayang masak apa?" tanya Dirga yang memeluk Ratih dari belakang."Masak nasi goreng kesukaan kamu!" jawab sambil terus mengaduk nasi yang masih ada di dalam wajan.Dirga terus mengendus leher sang istri, bahkan sesekali ia menghisap dan menggigit gemas leher Ratih."Dirga!" panggil Ratih, dengan desahan tertahan."Kenapa?" tanyanya dengan suara serak.Seketika itu, Dirga langsung membalikkan tubuh istrinya agar menghadapnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung meraup bibir yang sudah menjadi candunya itu."Dirga stop, aku sangat lapar! kita sarapan dulu ya," Ratih mendorong tub
Laras hanya diam menikmati adegan yang ada di hadapannya itu. Laras mengambil kesimpulan, kalau wanita itu adalah Ratih, kekasih suaminya.Ada rasa sedikit nyeri di hatinya, saat melihat bagaimana Dirga memperlakukan wanita itu dengan lembut.Apalagi, Dirga terlihat begitu tak rela melihat wanita itu menangis. Tangan nya begitu lembut, mengusap wajah wanita itu.Sangat jelas di matanya, Dirga begitu hati-hati menyentuh wajah cantik itu, seolah takut akan melukai wajah mulus nan cantik itu."Om," panggil Laras saat melihat Dirga mengejar wanita itu yang berlari keluar dari warung makan ini.Dirga tak menghiraukan panggilan Laras. Yang ada di pikirannya saat ini, hanyalah Ratih. Dia tak ingin terjadi sesuatu pada kekasihnya itu.Apalagi, Ratih berlari begitu kencang dengan emosi yang tak stabil. "Yah, kok aku ditinggal!" gumamnya dan hendak mengejar Dirga."Tapi, kalau aku ngejar, yang ada masalah jadi runyam!" gumamnya lagi dan lebih memilih untuk mendudukkan tubuhnya kembali.Laras l