“Aku benar-benar kesepian,” ucap Nadya sesegukan. Saat begitu, dia menangkap bayangan bergerak dari arah kanan.Nadya berfikir kalau bayangan itu kemungkinan Allice yang sedang mencari Arsen.“Aku ingin dipeluk. Mas Arsen mau kan peluk aku?” pinta Nadya.Hatinya sudah bersorak, karena Arsen pasti memeluk dan Allice akan cemburu.Tapi Arsen hanya menaikkan satu alisnya.“Mas Arsen tidak sayang padaku?” Nadya menunjukkan raut sedihnya.Bibir Arsen tersenyum tipis. Dia mengusap puncak kepala Nadya. “Kamu adikku, mana mungkin aku tidak sayang. Tapi sebuah pelukan, bukanlah obat yang baik untuk sepasang lelaki dan wanita yang tidak sedarah.”“Kamu mau apa? Nanti aku belikan,” lanjut Arsen berpindah mengusap bahu Nadya.Nadya memikirkan sesuatu yang mungkin akan membuat Allice iri.“Aku mau –““Brian juga mau dibelikan hadiah sama papa ....”Suara pria kecil itu membuat kedua orang disana langsung menoleh. Brian berlari kecil menghampiri kemudian melompat ke pelukan Arsen.Untung saja Arsen
“Nyonya yang benar, Nyah ... masa mau naik. Biar saya saja ya,” ucap Pak Jono belum mau memberikan tangga kayu yang dia pegang.Allice menggeleng. “Aku pengennya naik sendiri. Sebenernya sih maunya Arsen. Tapi dia tidur.”Pak Jono yang berstatus satpam itu tentu resah. Mana mungkin dia membiarkan majikan perempuannya manjat pohon mangga hampir tengah malam begini.Lecet sedikit saja sudah disalahkan oleh Arsen. Apalagi kalau sampai Allice jatuh. Bisa-bisa dia di pelintir hidup-hidup.“Jangan ya, Nyah ... ini demi kedamaian bangsa dan negara. Saya saja ya .... Mangganya juga tidak masalah kalau saya yang manjat. Rasa dan bentuknya tetap sama tidak berubah, Nyah.”“Hih! Pak Jono jangan bikin aku kesel deh. Sini!” Allice menarik tangga yang Pak Jono pegang.Dari pada tangga yang ukurannya panjang itu oleng dan jatuh gara-gara rebutan. Pak Jono pun akhirnya meletakkan tangga kayu di pohon mangga.“Nyonya Allice, coba pikirkan matang-matang.” Pak Jono nampak begitu memohon.Saat begitu, se
“Tuan tidak mencicipi lebih dulu?” tanya Bibi Suci ketika majikannya memindai rujak buah dari cobek ke atas piring.“Aku tidak suka makanan seperti ini. Kalau nanti tidak enak, biarkan dia membuat sendiri,” jawab Arsen dengan raut ragu.Lihat saja, potongan-potongan buahnya tidak jelas. Ada yang kecil ada yang tebal. Bahkan Arsen sengaja membiarkan biji mangga ikut masuk ke dalam olahan. Katanya masih ada sisa sisa buah, jadi sayang kalau terbuang.Ulekan bumbunya saja tidak merata.Biarlah, Arsen tak peduli. Dia memilih mengangkat piring itu kemudian menghampiri Allice.Tapi apa yang dia lihat membuatnya kesal.“Dia tidur?”Allice tertidur di sofa sembari memeluk bantal. Sedangkan televisi masih menyala, menampilkan adegan romantis drama korea.“Ck! Dia benar-benar menguji kesabaranku!”Arsen meraih remote dan bersiap mematikan layar. Tapi gerakannya justru terhenti ketika melihat adegan disana. Seorang pria sedang menangis sembari berlari menggendong kekasihnya yang terluka di pingg
Kantor masih sepi, karena tadi Nadya berangkat lebih awal dari biasanya. Dia meletakkan tas kerjanya kemudian mengintip paper bag yang tadi satpam titipkan.Dengan jiwa kepo yang tinggi, Nadya mengambil kotak perhiasan di dalamnya. Betapa terkagumnya dia melihat cincin dan kalung dengan hiasan berlian membentuk huruf A di kalung. Juga ukiran elegan di cincin itu.“A? Allice?” Wajah Nadya begitu sinis membayangkan Allice mendapatkan hadiah semewah ini.“Dia tak pantas mendapatkan hadiah secantik ini,” sambungnya.Ingin rasanya menghancurkan perhiasan itu. Tapi kalau dia lakukan nanti Arsen akan tau itu perbuatannya.Nadya memilih aman. Dia masuk ke ruangan Arsen kemudian meletakkan paper bag itu ke atas meja.Rupanya bertepatan dengan kedatangan Arsen.“Titipan ibuku?” tanya Arsen melihat Nadya meletakkan benda itu.“Iya, tadi Security yang membawanya naik. Itu untuk ulang tahun Allice ya?”“Hem.” Arsen berjalan ke meja kerjanya. Dia meletakkan tas kerjanya kemudian beralih mengambil p
Seorang berjas hitam nampak berjalan cepat menuju ruang VVIP, tempat dimana acara ulang tahun sepsial akan berlangsung.Seorang pelayan pun membukakan pintu. Sampai suaranya terdengar kecil di telinga Allice.Wanita itu akhirnya mengangkat wajah lesunya. Dia tersenyum mengharapkan yang datang adalah Arsen.“Nyonya.”Senyuman Allice menghilang seketika setelah satu detik berikutnya yang dia lihat adalah anak buah Arsen. Bodyguard yang memang selalu berpakaian rapi.“Mana Arsen?” tanya Allice.“Maaf, Nyonya. Tapi –“Allice langsung berdiri dengan kasar. Hingga suara derit kursi mampu menghentikan ucapan anak buah yang hendak melapor.“Arsen tidak datang?” tebak Allice penuh kekecewaan.Bisa dilihat kalau tebakannya benar, berdasarkan dari raut wajah sang anak buah tersebut.“Maaf. Barusan supir yang mengantar Tuan Arsen melaporkan kalau kemungkinan Tuan Arsen terlambat datang. Beliau masih menemani Nona Nadya di rumah sakit,” ungkap anak buah tersebut sedikit menunduk.Allice hanya bisa
Sebuah pesan masuk ke ponsel Arsen saat pria itu belum juga tertidur.[Mas, maaf. Gara-gara aku, dinner Mas Arsen dan Allice jadi berantakan. Aku mau menebus salahnya aku. Besok ijinkan aku siapkan dinner romantis di samping rumah, ya? Aku akan memasak makanan favorit Allice. Sekaligus aku rangkai bunga di sekitar lokasi dinner.]Arsen terdiam membaca pesan dari Nadya.Dinner ulang? Dia memang berencana melakukan itu besok. Menjadwal ulang acara makan malam sekaligus memberikan hadiah untuk Allice.Sebuah pesan dari Nadya kembali masuk.[Hanya dibaca? Mas Arsen ragu ya? Aku Cuma mau minta maaf sama Allice. Besok juga aku akan jelaskan langsung alasan Mas Arsen gagal datang. Aku janji akan membuat hubungan kalian membaik lagi.]Arsen sedikit tak percaya kalau Nadya menginginkan hubungan mereka membaik.“Mungkin dia memang benar merasa bersalah,” gumam Arsen.***Esok harinya, Allice terbangun di rumah mertuanya. Matanya sembab setelah menangi semalaman. Meski terlihat tegar, wanita itu
"Sshh ... Bertahanlah Allice. Kamu akan baik-baik saja," gumam wanita cantik berbibir pucat yang kini tengah berusaha beranjak dari meja makan.Walau langkahnya tertatih, pun dengan napas yang mulai tak beraturan, Allice tetap bertekad untuk bisa sampai ke kamarnya.Sekali lagi, Allice hanya butuh istirahat dan memakan pil alerginya. Dia tidak ingin merepotkan orang lain dan membuat kekacauan semakin memperkeruh suasana hatinya."T-tidak ... Sebentar lagi s-sampai. A-aku harus bisa," tekad Allice.Namun sayang, kepala Allice tiba-tiba saja terasa berputar. Dunia seakan menjadi suram dan suara yang ada di sekelilingnya pun mendadak pelan dan semakin menjauh."A-akhh, Arsen ...." teriak Allice sembari memegangi kepalanya yang berdenyut.Tubuh Allice pun ikut melemah dan hampir tersungkur andai saja tangannya tak segera berpegangan pada dinding."B-brian tolong M-mama ... Kepala Mama pusing sekali ... B-bi ... B-bi Susi ... tolong ..."Sialnya, tenaga yang Allice punya tak seutuhnya mele
"Allice ... Dia keguguran?" Bibir Arsen sampai bergetar mengulang apa yang baru saja Hexa katakan.Bahkan dia sendiri saja tidak tau kalau Allice sedang hamil.Sejak kapan? Kenapa Allice tidak pernah mengatakan padanya? Itu yang langsung ada di pikiran Arsen."Allice belum sadar. Kondisinya masih sangat lemah,” ucap Hexa menurunkan intonasi bicaranya.Arsen melihat Allice yang nampak di sela pintu yang terbuka. “Sebenarnya apa yang terjadi?”“Alerginya kambuh. Memangnya apa yang baru dia makan?”Jawaban Hexa berhasil membuat Arsen terkesiap.“Alergi? Dia memiliki alergi?” tanyanya terkejut.Hexa memiringkan senyumnya. Tak heran karena Arsen selama ini masa bodo dengan Allice. “Menikah 5 tahun tapi tidak mengetahui apapun?”“Aku serius, Hexa.” Arsen menaikkan nadanya.“Aku sangat serius. Apa dia baru makan apa?”“Kacang merah,” jawab Arsen sambil memikirkan jenis menu yang sempat Allice tolak tadi.“Kamu yang memberikannya?” Mata Hexa menelisik tajam.Arsen terdiam dengan kedua manik m