"Baik, begini sebenarnya rahasia yang kami pendam selama ini adalah tentang kematian Mas Bram suaminya Mbak Sukma.""Maksudmu apa Mas dengan kami, dan apa hubungannya denganku?" tanyaku penasaran."Begini Rum, sebenarnya Mas Bram bukan meninggal karena jantungan, tetapi Lira telah melenyapkannya di rumah sakit atas persetujuan aku dan Mamah.""Begitu juga dengan almarhum Papah kami yang telah membuat Papah mendadak serangan jantung.""Biadab kalian aku sumpahin kalian juga mati seperti itu, buat apa kalian melakukannya, apa semua ini karena merebutkan harta warisan, hah?" ucap Ibu emosi."Lantas, mengapa kalian melakukan itu?""Kami khilaf karena Papah waktu itu hanya menyerahkan sebagian besar harta warisan itu kepada kamu, kami pun tidak rela jika harusberbagi, bahkan kami sebagai anak kandungnya sendiri hanya mendapat sedikipun"Kami membuat rencana gimana supaya Papah mendapat serangan jantung, maka dengan sengaja kami membuat masalah dengan membakar salah satu kantor Papah yang
"Kamu tau Rum, sebenarnya Lira selain berselingkuh dengan karyawanmu bernama Dion ternyata dia juga menjajakan dirinya ke pria hidung belang, bahkan Mamah yang mengaturnya.""Aku hampir dijual juga oleh Mamah, tapi karena melihat diriku tidak terawat orang itu tidak jadi memakaiku, makanya untuk menyambung hidupku aku berjualan gorengan di teras rumah kontrakan itu.""Mbak kenapa nggak kerja di kantorku saja, Mbak masih punya hak di sini?""Aku malu Rum, aku ingin hidup mandiri, aku sadar selama ini aku telah membantu Mamah dan Lira untuk menjatuhkanmu, sekarang lihat Rum, Mamah dan Lira tidak perduli denganku.""Tunggulah sebentar Mbak, setelah pemakaman ini berakhir, akan kulakukan sesuatu untukmu Mbak Sukma," jawabku dengan tatapan sendu melihatnya tanpa gairah hidup.Tepat jam 10.00 pagi jenazah Mas Ariel sudah selesai dimandikan dan segera dibawa pulang oleh pihak keluarga.Tak lupa di rumah kontrakan sudah disediakan tempat karena sebelumnya Mas Lingga sudah menginformasikan kep
"Mbok terima kasih ya, sudah bela Arum di depan mereka," ucapku sambil memegang tangan Mbok Darmi."Sama-sama Neng, supaya mereka tahu mana yang benar mana yang salah, jangan sampai menjadi gibah dosa juga kalau kita tidak meluruskan masalah padahal kita tahu sebenarnya.""Ya sudah Mbok tinggal dulu, mau ke depan sebentar!""Iya Mbok!""Apa yang kamu pikirkan Arum?" tanya Mas Lingga yang tiba-tiba datang dari depan dan membuyarkan lamunanku."Eh, Mas Lingga kaget in aja, nggak ada apa-apa.""Terus kenapa melamun?""Arum lagi mikirin Mamah dan Lira sampai sekarang belum ada kabar, ini sudah jam 10 malam, anak buah ibu juga tidak ada berita, memang ke mana mereka, atau kita lapor polisi saja ya Mas?""Kalau kita lapor polisi nggak bakalan ditanggapi karena belum 1 x 24 jam, bisa jadi mereka lagi ke tempat teman-temannya.""Mas, apa mungkin dia sama Shakira atau Dion ya?""Ponsel mereka apakah masih aktif?""Tadi sih masih aktif, coba aku telepon lagi."Aku menekan nomor ponsel Ibu dan t
"Innalilahi wainalillahi roji'un," jawab mereka serentak."Baru kali ini sih ada kejadian seperti itu, biasanya di daerah sini aman-aman saja, iya toh Bu,?""Saya kebetulan tadi sore sedang lewat habis dari pasar nah kalau magrib memang jalanan agak sepi, ya saya lihat ibu itu masih sadar tangannya melambai seperti minta tolong, lalu saya panggil warga di sekitarnya langsung kami bawa ke rumah sakit dan saya juga yang melaporkan kejadian itu ke pihak yang berwenang," terang Pak Warjito kepada kami."Baiklah Pak, kami pulang dulu sudah malam, sekali lagi terima kasih Pak atas penjelasannya, kami pamit pulang Pak.""Sama-sama, saya juga terima kasih sudah di antar pulang ke rumah," jawabnya sambil tersenyum."Assalamualaikum!""Walaikumsalam! “Kami pun pergi dari rumah itu, tetapi kami belum bisa menemukan titik terang ke mana perginya Lira dan sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka?"Apa yang kamu pikirkan Rum?"Aku diam sebentar menerawang semua kejadian, mataku letih melihat peris
Sementara aku pergi menemui Mbak Sukma terlebih dahulu, kubuka pelan-pelan pintu kamar itu, dan melihat Mbak Sukma sudah duduk di tepi ranjang.Tatapannya lurus ke depan, pikirannya kosong, bahkan aku datang pun dia tidak merespons.Aku mendekatinya, lidahku kelu tak bisa bicara hanya melihat dengan rasa sedih, aku merasa bersalah karena aku mereka menderita."Namun apakah aku salah mempertahankan harga diriku yang selama lima tahun diinjak-injak oleh mereka?""Apakah aku salah memberi pelajaran kepada mereka yang telah menzalimi aku?""Ya Allah bukan maksud aku membuat mereka seperti ini, maafkan aku ya Allah!" ucapku dalam hati."Rum, mengapa kamu menangis?""Kamu tahu Rum, aku ini sudah hancur, bahkan diriku tidak ada gunanya untuk hidup.""Aku minta maaf Rum, selama lima tahun itu aku telah berbuat keji kepadamu, bahkan aku tidak pernah membelamu.""Aku tahu Rum kalau suamiku meninggal karena Lira dan Mamah yang melenyapkannya, karena sebenarnya suamiku tahu kalau mereka telah mel
Kulihat sebuah cahaya tapi tak mampu ku pandang, begitu silau hingga aku menapaki jalan mengikuti cahaya itu dan aku sampai di sebuah hutan, banyak pohon menjulang ke atas, ada rasa takut melanda namun cahaya itu kembali menuntun ke suatu tempat yang tak ada ujungnya.Hingga cahaya itu pun berhenti dan lama-kelamaan kulihat Mas Ariel berdiri di sana, wajahnya tampan bersinar seperti cahaya itu, berbaju putih sangat bersih, dia pun tersenyum melihatku, lalu dia menuntun jalanku kembali ke semak-semak hutan dan menunjukkan sesuatu, tapi aku tak tahu apa itu.Aku langsung terbangun, napasku tak beraturan, keringatku sudah bercucuran baju basah dengan keringat, seperti nyata Mas Ariel datang dalam mimpiku, tetapi apa yang dia tunjukkan kepadaku."Kulirik jam berdentang di kesunyian malam jam 02.00 dini hari, entah pertanda apa itu."Ingin kembali tidur, tetapi mata ini sudah tidak berkompromi, akhirnya aku pergi ke kamar mandi mengambil air wudu dan menunaikan salat tahajud.Kubuka pintu
"Ini buktinya Bu," kataku seraya melihatkan semua chatting mereka dan foto-foto syur mereka."Ya Allah, siapa yang harus kita percaya, berarti semua ini sudah di rencanakan?" tanya Ibu yang semakin gelisah."Terus apa hubungannya dengan Lira dan Bu Sumi? Apakah mereka hanya alat supaya terlihat kalau merekalah yang membuat masalah tetapi kenyataannya adalah Lingga adalah atasan mereka, apakah itu maksudnya?""Arum belum tahu Bu, apa perasaan Mas Lingga ke Arum, apakah ini semua disengaja atau tidak?""Arum bingung mulai dari mana, padahal semua keluh kesah sampai tadi Arum memberikan semua informasi kepada Mas Lingga."Sabar Rum, Allah tidak akan menguji umat di luar batas kemampuannya," ucap Ibu."Baiklah Bu, jika Mas Lingga bermain cantik Arum juga seperti itu," sahutku tersenyum sinis."Oh ya Bu, Arum tadi mimpi bertemu Mas Ariel, sepertinya dia mau memberi petunjuk.""Di dalam mimpi itu Arum berjalan mengikutinya lalu masuk ke hutan, setelah itu hilang.""Selain hutan ada nggak
Untung saja tidak ada orang yang melihat karena mereka sudah lama pergi meninggalkan masjid.Aku merintih kesakitan di bagian punggung seperti ngilu. Dan laki-laki itu bukannya menolong malah beristigfar beberapa kali.Ibu hanya memperhatikan tingkah laku kami berdua, di saat anaknya jatuh tidak di tolong, Ibu malah asyik melihat wajah laki-laki itu, kesal banget."Bu, tolongi, masa anaknya jatuh dibiarin, sakit tau Bu," ucapku cemberut."Oh ... iya maaf Rum, habis lihat itu anak ganteng banget!" sahut Ibu mengulas senyum."Ih ganjen banget deh Ibu, malu Bu, sudah tua beginian!""Memang ada yang lihat nggak ada tuh!" balas Ibu santai. "Maaf saya nggak sengaja memegang mbak, maafkan saya!" jawab laki-laki itu tertunduk malu."Uuuh ... kenapa Masnya tadi lepaskan, jadi saya jatuh begini, aawwh sakitnya, niat bantuin nggak sih tadi lebih baik jatuh sekalian daripada ditolong sama Masnya malah di jatuh in!" gerutu kesal."Sekali lagi maafkan saya Mbak, saya tidak sengaja menjatuhkan Mbak
Hari ini aku sangat bahagia karena. Aku sudah menemukan tambatan hati yang aku mau. Ya namaku Devan Fahrizi Sanjaya. Aku seorang pengusaha dan aku cukup di kenal banyak orang. Pengalaman hidup bersama ibuku yang miskin dan dicemooh oleh orang lain telah mengantarkanku menuju gerbang kesuksesan.Namanya Arumbi Lestari, kami bertemu di sebuah masjid saat aku menjadi marbot di sana, ya karena dari menjadi tukang marbot lah aku bisa sukses seperti sekarang ini.Pandangan pertama aku sudah mulai suka dengannya, cantik, sederhana dan jutek dan itu yang aku suka dengannya. Aku pikir dia akan terpesona dengan ketampananku yang paripurna ini nyatanya tidak dia sangat acuh tetapi itu membuatku menjadi lebih penasaran dengannya.Biasanya wanita yang melihatku langsung meminta perkenalan dan langsung bermain itu, tetapi aku bukan pria seperti ya ... “Aku diajarkan oleh orang tua yang aku panggil mama itu untuk tidak menyakiti seorang wanita dan aku juga tidak mau berhubungan lebih jika
Aku menemukan Lira dan Raina. Ibu dan anak itu akhirnya selamat. Lira memelukku dengan hangat, dia menangis bahagia akhirnya bisa terlepas dari jeratan Lingga.Selama ini ternyata Mas Lingga sudah menjual Lira ke tempat hiburan menjijikkan ini, jika melawan maka Raina akan menjadi tumbalnya. Raina memelukku dengan hangat, dia sangat takut dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Dia masih menangis dan belum bisa menenangkan pikirannya.Anak seumur Lina tahun itu mengalami trauma dia harus segera di sembuhkan.“Maafkan Mama Sayang, maafkan Mama.”“Sekarang semua sudah berakhir tidak ada yang akan menyakiti Raina lagi, mereka sudah di tangkap,” ucapku berusaha menenangkan Raina.Raina tetap menangis tetapi tetap memelukku dengan erat. Aku tahu Lira sangat ingin memeluk Raina karena dia ibu kandungnya sendiri.“Mama jangan tinggalkan Raina lagi ya, Raina takut kehilangan Mama, hanya Mama yang Lira punya,” ucapnya dengan penuh haru.Iya Sayang, Mama akan selalu ada buat Rainya,
“Apa maksud semua ini Arum? Kamu tahu kan aku menjabat sebagai wakil direktur tetapi kenapa bukan aku yang menggantikan posisi kamu?” tanyanya dengan emosi.Aku masih bersikap tenang menghadapi orang itu untuk menghilangkan rasa takutku. Lalu aku mengambil semua berkas dan bukti tentang kecurangan yang dia lakukan di perusahaan.“Apa ini Arum?”“Apakah aku harus menjelaskan semuanya sat-satu Mas Lingga, masih syukur aku tidak membeberkan masalah ini ke rapat tadi, karena aku masih mempunyai hati untuk tidak mempermalukan kamu di hadapan mereka. Wajahnya kembali pucat ketika semua bukti yang dikumpulkan memang dia pelakunya, selama ini mencuri uang perusahaan.“Aku tidak menyangka Mas Lingga bisa melakukan hal ini denganku?” “Jangan katakan kamu khilaf ya Mas, aku sudah muak dengan kepintaranmu bersilat lidah. Aku selalu mengikuti arahan kamu tetapi apa yang kamu perbuat, kamu sengaja melakukannya kan?” “Apa yang ada di pikiranmu, aku tidak tahu semua ini, aku bodoh begitu?”“Ma
Semua pria sama saja nggak peka, ya pastilah cemburu, apalagi kami mau menikah dan dia tergoda dengan wanita lain, tentu saja aku tidak akan membiarkannya.Aku meninggalkan Mas Fahri dan tetap di tempat itu dan aku segera ingin menemuinya. Aku mau lihat bagaimana ekspresi nya saat bertemu denganku dengan gaya sok alimnya.Aku melangkah dengan penuh percaya diri untuk menghampirinya yang masih sibuk mencari gaun pengantin itu.“Halo, Kiran, apa kabar, masih ingat denganku?” tanyaku dengan tegas.Tampak wajahnya menegang, kedua matanya melotot kearah, dia terdiam terpaku melihat kedatanganku yang secara tiba-tiba menghampirinya. Mungkinkah aku sepeti hantu baginya?“Kenapa Kiran, kenapa kamu terkejut, apakah kamu melihat hantu di sini?” Aku menatap tajam ke arahnya, berani sekali dia membohongi ibu dan berputar -pura teraniaya padahal dia sendiri ikut andil dalam rencana busuk Mas Lingga. “A—Arum, kamu di sini?” “Syukurlah kamu masih mengingatku Kiran dan apa ini? Kamu sekejap me
Aku masih tidak percaya di dalam hidupku akan terjadi pernikahan yang kedua kalinya. Ada rasa bahagia sekaligus rasa takut.Entah kenapa aku merasa di lema, tetapi aku tidak mau menikah dengan Mas Lingga, orang yang pernah aku cintai ternyata hanya memanfaatkan aku sebenarnya. Dia masih berpikir kalau aku tidak mengetahui semuanya, tinggal menunggu waktu dan semuanya akan selesai.Aku juga belum bisa menemukan Lira, entah di mana dia sekarang. Nomor ponselnya sudah tidak aktif, apakah aku harus bertanya dengan Mas Lingga atau Shakira, kedua orang itu pasti tahu di mana Lira sekarang. Sudah seminggu ini semua berjalan dengan lancar, semua persiapan memang Mas Fahri yang melakukan bersama Ibu dan mam Yuni. Karena kami sudah bekerja sama, sehingga ada beberapa orang kepercayaan Mas Fahri ada di kantor ini untuk memastikan kalau Mas Lingga tidak melakukan apa-apa kepadaku.Mas Lingga juga tampak acuh kepadaku, tetapi sikapnya ini membuatku menjadi penasaran, apakah dia merencanakan ses
Aku sangat terkejut dan terdiam sesaat, mataku melotot untung saja tidak keluar. Pria tampan itu lalu menjentikkan jarinya agar aku tersadar.“Ma-Mas Fahri, kok ada di sini, jangan bercanda Mas, aku harus memberi sambutan kepada klien kami dari Kanada,” ucapku ragu tetapi kenapa penampilan Mas Fahri sangat berbeda dengan tampilan seperti orang kaya pada umumnya.“Hei kamu, ngapain lagi kamu di sini siapa yang menyuruhnya masuk ke ruangan ini, kamu itu orang luar Fahri, mau seperti orang kaya makanya kamu berpenampilan seperti ini hah?” hardiknya dengan nada mengejek.“Mas Lingga jaga ucapan kamu, jika kalau mau mengundurkan diri sekarang itu lebih baik dari pada kamu menghina orang lain.”“Ya bela saja tukang marbot itu dasar mental miskin!”“Pak Lingga begini cara kamu menyambut kami untuk menjalin kerja sama?” “Dengarkan baik-baik Pak Lingga. Orang yang kamu rendahkan ini adalah Tuan Devan dari Kanada,” sahutnya dengan meyakinkan. “A-apa maksud Pak Aldi, Anda pasti bercandak
Mas Lingga mengikuti kami pergi makan, aku semakin jengah dibuatnya, entah apa yang ada di pikirannya sekarang.“Aku ingin segera mengakhiri sandiwara ini yang pura-pura tidak mengetahui siapa Mas Lingga sebenarnya.Aku semakin takut dengan kehadiran Mas Lingga atau mencelakai Mas Fahri melalui anak buahnya mungkin saja kan, dia bertindak nekat? “Ada apa Arum, kenapa kamu begitu tegang?” tanyanya yang cukup beralasan.“Mas, itu Mas Lingga masih mengikuti kita bagaimana ini?” “Kamu maunya bagaimana?” “Kok malah bertanya denganku sih, yang kumau dia tidak mengikuti kita makan, bete tahu,” aku merajuk sedikit.“Biaklah, sesuai keinginanmu ,” jawabnya santai. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Fahri saat ini, yang jelas dia berusaha menghilangkan ketakutanku kepada Mas Lingga. Aku menatap wajah Mas Fahri agar terus menerus membuat hatiku tenang.“Sudah Rum, jangan melihat saya seperti itu terus apakah saya seperti cokelat yang siap kamu makan?” “Iya nggak salah lagi,” jawa
Aku beranjak dari tempat dudukku dan menjauh dari tatapan Mas Lingga yang mengiba.“Maaf Mas untuk sekarang aku tidak bisa menjawabnya, karena sekarang kita berada di kantor, bukannya kamu tidak ingin masalah pribadi di campuradukkan di kantor untuk di bahas?”“Hari ini kita fokus tentang proyek kita bersama investor dari Kanada itu bukan?” tanyaku dibalikkan ke dia.“Dan ini apa maksud dari ini?’ kenapa kamu mengambil uang sebanyak ini tanpa persetujuan dariku, dan mulai hati ini Surat Kuasa itu sudah tidak bisa di gunakan lagi.”“Katakan untuk apa uang sebanyak itu?” “Kamu tidak percaya denganku, Rum?” “Kamu tinggal memberikan perincian untuk laporannya, apakah itu sulit?”Mas Lingga kembali menatapku, seolah-olah aku telah menekannya, dia lalu keluar dari ruanganku.Tak lama kemudian dia kembali datang dengan membawa sebuah mam dan melemparkannya di meja kerjaku.“Itu yang kamu mau kan, baiklah.”“Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi di sini, kamu ingin mengambil keputusan send
“Maaf Ibu tidak apa-apa?” Yola langsung memberikan tisu untuk membersihkan mulutku.“Kenapa kamu tidak memberitahukan saya?” “Maaf Bu, ponsel Ibu tidak aktif.”“Oh ya kamu benar, saya lupa memberikan nomor ponsel saya yang baru.”“Sebentar, mumpung saya ingat.” Aku langsung mengeluarkan ponsel milikku tepatnya punya Mas Fahri seketika kulihat wajah Yola sedikit bingung dengan ponsel yang aku pegang.“Kenapa wajahmu, kok begitu?” “Maaf Bu, itu ponsel lama Ibu?” “Iya kenapa, ada yang salah dengan bentuknya?” “Tidak Bu, siapa pun yang memberikan ponsel itu ke Ibu berarti orang itu sayang dan mencintai Ibu sepenuh hati.”“Kok kamu tahu kalau ini adalah pemberian dari orang lain?”“Sepertinya itu bukan dari Pak Lingga kan Bu?” “Kamu tuh ya dok tahu, tetapi kamu sudah siapkan semuanya kan tidak ada yang ketinggalan?” “Ibu tenang saja semua sudah saya siapkan sampai makanan camilan, tidak perlu khawatir.”“Dan ini semua proposal yang Ibu minta dan itu sesuai dengan Pak Lingga minta